Senin, 22 November 2010

Tugas #3 Mengungkap Ide/Perilaku Yang Muncul Di Masa Orang Tuaku

Kehidupan Jaman Dulu Sangat Jauh Berbeda
Dengan Kehidupan Jaman Sekarang

          Hmmm...Jaman dulu (Jadul) ? Seperti apa yah kehidupan jaman dulu itu ? Apa sih yang membedakannya dengan sekarang ?? Untuk mengetahui seperti apa jaman dulu itu, maka saya pun mencari informasi. Caranya dengan menginterogasi kedua orang tua saya. (interogasi ? kayak penjahat aja yah ? hehe). Bahkan gara-gara saya bertanya tentang zaman dulu, mama sama papa sampai berdebat loh ! ckck. Tapi seru & lucuuuu..! hehe.
            Setelah bertanya dengan kedua orang tua saya, ternyata banyak sekali perbedaan antara zaman orang tua saya dengan sekarang. Ada 7 unsur perilaku wujud budaya yang membedakan yaitu : sistem teknologi, sistem ekonomi, religi, seni, sistem sosial, bahasa, dan ilmu pengetahuan. Mari kita telusuri yukkkk ! JJJ J

Sistem Teknologi
      Pertanyaan yang saya lontarkan saat bertanya sama mama mengenai sistem teknologi adalah :”Cara belajar mama zaman dulu gimana sih ?” Dulu dari kelas 1-3 SD, mama saya belajar dengan menggunakan batu atau yang disebut dengan Ley & Gerep. Ley & Gerep merupakan media tulis jaman dulu yang terbuat dari batu. Ley itu semacam buku tulis, sedangkan gerep adalah semacam alat tulisnya. Ley berukuran panjang 60 cm dan lebar 80 cm. Jaman dulu belum ada penghapus, sehingga untuk menghapusnya menggunakan tangan. Makanya pada saat itu siswa tidak bisa membaca ulang catatan yang diberikan gurunya dirumah, sehingga mereka harus menyimpannya dalam otak. Kata mama,”Tidak seperti jaman sekarang, sudah ada berbagai macam teknologi untuk menyimpan data-data serta media tulis lainnya. Tapi anak jaman sekarang malah tambah malas belajar, tidak seperti jaman mama yang semangat belajarnya sangat tinggi.” (sepertinya mama menyindirku..hmm..)
      Namun, sejak mama kelas 4-6 SD mama sudah belajar menggunakan pena atau jaman dulu sih namanya pen.” Pen itu pegangannya terbuat dari kayu dan ujungnya itu runcing. Ujung ini kemudian dicelupkan ke dalam tinta dan dituliskan ke dalam buku tulis karena saat itu sudah mulai ada buku tulis. Dulu, buku bacaan atau buku pelajaran itu dipakai secara turun temurun. ”Karena jaman dulu itu boro boro buat beli buku, buat makan aja mama susah. Jadi, mau tidak mau harus minjam kakak kelas. Lagipula, dulu itu buku masih bisa digunakan hingga 5-10 tahun”, jawab mama. Dulu, kalo mau ke sekolah itu tidak memakai sepatu (alas kaki) alias nyeker. ”Karena jaman dulu sekalipun opung dolimu seorang pegawai dan opung borumu seorang petani, tapi tetap tidak cukup untuk membiayai anak-anaknya”, jawab mama. Hal itu dikarenakan dalam keluarga mama itu ada 11 bersaudara. (banyak iah ?? :D) Saat itu juga tidak seperti sekarang, jika ke sekolah ada seragam khusus yang digunakan. Dulu, tidak memakai seragam khusus sehingga memakai pakaian bebas ke sekolah dan masuk sekolah itu jam 8 pagi. Saat mama SD, televisi itu belum ada. Tapi sekitar tahun 70an keatas, televisi itu sudah ada. Saat itu, televisi yang ada itu cuma hitam putih dan bentuknya itu panjang. Siaran yang top zaman itu adalah TVRI. Radio pun sudah ada, namanya itu adalah transistor (Kalo kata mama sih, radio yang bisa diputar putar. hehe). Siaran radio saat itu adalah RRI. Kalo tape nya itu, menggunakan piringan hitam yaitu bentuknya semacam CD yang berukuran besar. Kadang kala dengan menggunakan piringan hitam, berita juga bisa ditangkap. Dulu, kalo mama ke sekolah tidak naik kendaraan alias jalan kaki. Karena kendaraan itu sangat susah yang ada cuma sepeda dan truk saja.

Sistem Ekonomi
   Jaman dulu sudah menggunakan uang sebagai alat tukar. Jadi, sudah tidak ada lagi sistem barter. Hanya saja karena untuk mendapatkan uang itu sangat sulit, maka biasanya memberikan hasil panen yang dimiliki sebagai penggantinya. Akan tetapi, bukan barter namanya. Contohnya : karena zaman dulu uang sangat sulit dan iuran sekolah tidak ditentukan, maka biasanya memberikan hasil panen sebagai penggantinya (sebagai tanda atau ucapan terima kasih).

Sistem Sosial
   Kebudayaan Suku Batak Toba merupakan salah satu kekayaan budaya tak ternilai harganya. Mortonun (bertenun) adalah budaya Batak pada umumnya yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari suku Batak. Martonun menghasilkan textile/ kain khas Batak yang disebut Ulos. Selain digunakan pada upacara adat Batak, kain ulos yang di hasilkan dari tenunan juga digunakan sebagai selimut, pakaian pada jaman dulu.
Pada jaman dahulu memang kebanyakan dalam kehidupan orang Batak dipenuhi dengan dunia hitam “berbau mistik” tetapi itu adalah bentuk dari belum terkabarnya berita tentang kekristenan di tanah batak. Budaya memang lahir dari pikiran manusia sebagai mahluk ciptaaan Tuhan yang paling mulia tetapi kalau kita kaji secara positif apa jadinya orang batak sampai abat ke 18 apabila tidak  ada satu tatanan atau aturan (adat) yang berlaku umum yang menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, yah mungkin batak sangat sembraut, tidak ada pesta adat kawin dsb.
      Bercerita dengan orang tua tentang jaman dahulu, boleh dikatakan orang batak sangat taat pada orang tua, tidak boleh hidup dengan sembarangan atau salah satu contoh yang paling konkrit adalah PARPADANAN dari marga marga yang sampai sekarang belum dilanggar, walaupun masih banyak sisi negatif dalam dunia hitam ”hadatuon”. Kita lihat sekarang orang berlomba sekolah sampai mengerjar gelar S1,S2,S3 bahkan ada yang mencari gelar dengan membeli karena pada saaat sekarang yang paling tinggi dalam penilaian orang batak adalah parbinotoan”pengetahuan”
      Sistem kekerabatan orang Batak menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga meninggal dalam 3 posisi yang disebut DALIHAN NA TOLU (bahasa Toba), Di Simalungun disebut TOLU SAHUNDULAN . Dalihan dapat diterjemahkan sebagai "tungku" dan "hundulan" sebagai "posisi duduk". Keduanya mengandung arti yang sama : 3 POSISI PENTING dalam kekerabatan orang Batak, yaitu :
  1. HULA HULA atau TONDONG : yaitu kelompok orang orang yang posisinya "di atas", yaitu keluarga marga pihak istri sehingga disebut SOMBA SOMBA MARHULA HULA yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan.
  2. DONGAN TUBU atau SANINA : yaitu kelompok orang orang yang posisinya "sejajar", yaitu : teman/saudara semarga sehingga disebut MANAT MARDONGAN TUBU, artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan.
  3. BORU : yaitu kelompok orang orang yang posisinya "di bawah", yaitu saudara perempuan kita dan pihak marga suaminya, keluarga perempuan pihak ayah. Sehingga dalam kehidupan sehari hari disebut ELEK MARBORU artinya agar selalu saling mengasihi supaya mendapat berkat.
        Dalihan Na Tolu bukanlah kasta karena setiap orang Batak memiliki ketiga posisi tersebut : ada saatnya menjadi Hula hula/Tondong, ada saatnya menempati posisi Dongan Tubu/Sanina dan ada saatnya menjadi BORU. Dengan dalihan Na Tolu, adat Batak tidak memandang posisi seseorang berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang. Dalam sebuah acara adat, seorang Gubernur harus siap bekerja mencuci piring atau memasak untuk melayani keluarga pihak istri yang kebetulan seorang Camat. Itulah realitas kehidupan orang Batak yang sesungguhnya. Lebih tepat dikatakan bahwa Dalihan Na Tolu merupakan SISTEM DEMOKRASI Orang Batak karena sesungguhnya mengandung nilai nilai yang universal. Antar warga itu juga sangat baik. Budaya gotong royongnya itu sangat diterapkan tanpa perlu adanya upah atau imbalan.

 Ilmu Pengetahuan
      Di dalam adat batak, ada beberapa tradisi yang diterapkan dalam mendidik anak-anaknya. Opung doli selalu mendidik anaknya yaitu sebelum berangkat ke sekolah, dibiasakan bekerja dulu. Seperti mengerjakan pekerjaan rumah, mengambil rumput, memberikan makanan untuk hewan ternak, membantu orang tua di sawah. Opung doli saya sangat disiplin. Hal itu dikarenakan dulu opung saya pernah bersekolah di Mulo pada saat zaman Belanda. Di dalam adat batak pula, jaman dulu laki-laki dilarang mengerjakan pekerjaan rumah. Hanya perempuan saja yang boleh mengerjakannya, sedangkan laki-laki hanya boleh mengerjakan pekerjaan yang berat saja. Akan tetapi, sekarang hal itu sudah jarang kita temukan. Itu dikarenakan, adanya pergeseran zaman (sekarang sudah zaman modern) yaitu dimana sekarang sudah ada persamaan status antara perempuan dan laki-laki. Tidak ada lagi perempuan harus begini dan laki-laki harus begitu. Sekarang laki-laki sudah bisa mengerjakan pekerjaan rumah atau perempuan dan perempuan sudah bisa mengerjakan pekerjaan berat atau laki-laki.
      Dalam adat batak, laki-laki sangat dihormati sekalipun dia anak terkecil dalam keluarga. Karena di adat batak, laki-laki adalah Raja. Kenapa demikian ?? Karena dalam suku batak, penerus marga itun adalah laki-laki. Sehingga jika seorang laki-laki Batak menikah dengan seorang wanita bukan dari suku batak pun, marganya tidak akan hilang. Akan tetapi, berbeda dengan wanita. Jika seorang wanita batak menikah dengan seorang pria bukan orang batak, maka marga wanita tersebut akan hilang (tidak adac penerus marganya lagi). Itu sebanya, orang batak akan sangat sedih bila dalam keluarganya tidak mempunyai anak laki-laki. Karena dalam adat batak, keluarga tersebut merasa tidak terhormat & bisa dikatakan agak disisihkan dari adat batak. Karena tidak memiliki penerus marganya.
      Dalam suku batak, marga adalah sebagai pemersatu orang batak. Dengan adanya marga, maka hubungan antara orang batak yang satu dengan yang lainnya bisa terjalin. Sesama satu marga dilarang saling mengawini, dan sesama marga disebut dalam Dalihan Na Tolu disebut Dongan Tubu.
      Ada juga istilah TAROMBO. Tarombo adalah silsilah, asal usul menurut garis keturunan ayah. Dengan tarombo seorang Batak mengetahui posisinya dalam marga. Bila orang Batak berkenalan pertama kali, biasanya mereka saling tanya Marga dan Tarombo. Hal tersebut dilakukan untuk saling mengetahui apakah mereka saling "mardongan sabutuha" (semarga) dengan panggilan "ampara" atau "marhula- hula" dengan panggilan "lae/tulang". Dengan tarombo, seseorang mengetahui apakah ia harus memanggil "Namboru" (adik perempuan ayah/bibi), "Amangboru/Makela",(suami dari adik ayah/Om) "Bapatua/Amanganggi/Amanguda" (abang/adik ayah), "Ito/boto" (kakak/ adik), PARIBAN atau BORU TULANG (putri dari saudara laki laki ibu) yang dapat kita jadikan istri, dst. 

Sistem Religi
      Pada jaman dahulu memang kebanyakan dalam kehidupan orang Batak dipenuhi dengan dunia hitam “berbau mistik” tetapi itu adalah bentuk dari belum terkabarnya berita tentang kekristenan di tanah batak. Budaya memang lahir dari pikiran manusia sebagai mahluk ciptaaan Tuhan yang paling mulia tetapi kalau kita kaji secara positif apa jadinya orang batak sampai abat ke 18 apabila tidak  ada satu tatanan atau aturan (adat) yang berlaku umum yang menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, yah mungkin batak sangat sembraut, tidak ada pesta adat kawin dsb. Penyebaran agama mula-mula ditanah batak dipercaya masuk melalui pesisir tanah batak(Sibolga) dibawa oleh para pedagang arab, india dan eropa pada abad ke 14-15 masehi.  Pengaruh hindu juga meresap ke tanah batak, dengan ditemukannya sekitar 300 kata yg berasal dari bhs.sanskrit yg dipakai dalam istilah astrologi, magik, dan kehidupan sehari-hari seperti kata: Raja, Marga, dll. 
      Ada beberapa agama tradisional/kepercayaan yang sempat berkembang sebelum maraknya penganut agama monotheis(Islam, Kristen, Katholik) ke tanah batak. Dari beberapa agama tradisional tersebut yg paling lama dan bertahan sampai sekarang ialah ajaran Parmalim(Ugamo Malim). 
      Akan tetapi, jaman orang tua saya dulu sudah menganut agama dan mayoritas adalah beragama Kristen Protestan, ada juga yang beragama Islam tapi hanya sebagian kecil saja. ”Tapi jaman mama mah antar umat beragama itu rukun. Tidak seperti sekarang antar umat beragama gak akur.” Pada saat natal, sering kali warga yang beragama lain itu datang dan begitu pun sebaliknya. Hal itu membuktikan bahwa adanya saling menghormati dan menghargai satu sama lainnya. Dikampung silaturahimnya itu sangat baik. ”Makanya mama kaget begitu merantau ke jakarta. Sangat berbeda sekali kehidupan di jakarta”

Bahasa
      Bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa batak. Namun, saat mama saya disekolah sejak kelas 3 SD bahasa yang digunakan sudah bercampur dengan bahasa Indonesia. Akan tetapi, bahasa batak tetap menajdi bahasa komunikasi antar sesama masyarakat. Misalnya, "opung doli" panggilan untuk kakek, "opung boru" panggilan untuk nenek. Ada pula "hasian" artinya kesayangan, "holong do rohakku tu ho" artinya saya suka sama kamu. "HORAS" salam yang diucapkan oleh orang batak.

Seni
     Kebudayaan Suku Batak Toba merupakan salah satu kekayaan budaya tak ternilai harganya. Meski demikian budaya Batak yang menggunakan bahasa Batak Halus atau Kromo Inggil dalam bahasa Jawa, kini mulai jarang digunakan oleh masyarakat suku Batak.
            Tor-tor adalah tarian yang gerakannya seirama dengan diiringi musik ( magondangi ) yang dimainkan dengan alat-alat musik tradisional. Menurut sejarahnya tari Tor-tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh, dimna roh tersebut dipanggil dan " Masuk " ke patung-patung batu ( merupakan simbol dari leluhur ), lalu patung tersebut beergerak seperti menari. Gerakan tersebut meliputi gerakan kaki ( jinjit-jinjit ) dan gerakan tangan. Jenis tor-tor yaitu Kita mulai dengan Tortor Tunggal Panaluan berupa budaya ritual yang biasanya digelar jika satu desa tengah dilanda musibah. Tarian ini dibawakan oleh para dukun untuk mendapatkan petunjuk solusi guna mengatasi masalah yang sedang menimpa masyarakat. Tortor Tunggal Panaluan ini berkisah, pada jaman dahulu menggunakan rambut dan kepala asli dari penggalan kepala, sedangkan rambut musuh yang kalah sebagai hiasan tongkatnya. Ada pula tari Tor-tor Sawan digelar dengan cara meletakkan 7 (tujuh) cawan masing-masing satu dikepala, masing-masing satu dipundak kanan dan kiri, dan masing-masing dua disetiap lengan sambil menari. Namun yang aslinya tidaklah demikian adanya menurut sumber dari penulis. Dimana yang sebenarnya terjadi, penari sawan ada tujuh gadis yang dipimpin SIBASO BOLON PANURIRANG PANGARITTARI dan enam gadis lainnya dan masing-masing menjinjing sawan/cawan dikepala.
            Yang terakhir ialah Tor-tor Pangurason ( Tari Pembersihan ). Digelar pada saat pesta besar yang mana lebih dahulu dibersihkan tempat atau lokasi pesta sebelum pesta dimulai agar jauh dari mara bahaya dengan menggunakan Jeruk Purut.
     
Di samping menari orang Batak pada umumnya memiliki talenta bernyanyi. Dua kegiatan ini hampir tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari orang Batak. Selain Tortor….kesenian lainnya adalah Martumba yang merupakan hiburan rakyat berupa tarian sambil bernyanyi, biasanya dilakukan oleh anak-anak di waktu malam hari pada saat terang bulan purnama. Begitupun Marhasapi memainkan alat musik kecapi Toba. Kesenian ini memang perlu dilestarikan karena sudah hampir terlupakan bahkan nyaris tinggal kenangan. Meratap sambil mengeluarkan ungkapan hati atau dalam bahasa Batak disebut Mangandung berisi pantun berbahasa Batak halus yang diungkapkan untuk meratapi kesedihan akibat kematian salah seorang kerabat dekat.
              ULU PAUNG : Bahan dari hariara pulut digorga dalam tiga warna (merah, putih don hitam). Bentuknya termasuk ornamen Raksasa. Ditempatkan dipuncak wuwungan rumah atau sopo. Ulupaung diyakini sebagai lambang keperkasaan dan perlindungan terhadap seisi rumah, sebagai penjaga setan-setan dari luar kampung.
            SANTUNG SANTUNG : Hiasan vertikal tergantung di ujung dila paung dihias dengan gorga Gaya Dompak sebagai symbol kebenaran dan tegaknya hukum.
            SIGALE-GALE : Wayang Batak diperbuat dari kayu di ukir berbentuk mausia dilengkapi tali-temali yang dapat menggerak-gerakkan, menari, manortor mengikuti gondang dengan kemahiran seorang dalang untuk memainkannya. Tortor sigale-gale diadakan dalam upacara ritus pada waktu kematian seseorang yang berusia lanjut, tetapi tidak mempunyai keturunan.Dahulu acara tor-tor seperti ini disebut upacara Papurpur Sapata. Dewasa ini tor-tor sigale-gale lebih merupakan acara hiburan.
                  Lagu daerah yang sering dinyanyikan ialah O Tano Batak, Maragam ragam, Alusi ahu, Sai anju ma ahu, Sik sik sibatu maningkam, dan yang tidak asing lagi ialah Butet dan masih banyak lagi yang lainnya. Inilah sedikit mengenai tentang kebudayaan dan kesenian suku batak..

Rabu, 17 November 2010

TUGAS 3 # Perilaku yang muncul dimasa orang tuaku


Dilahirkan dari keluarga kecil dari pasangan H. Mahfud Murad dan Fatma Mahasiswanti, keluarga yang insyaAllah selalu diridhoi Allah SWT ini mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang tentunya berbeda dengan keluarga lain. Selaku anak saya dididik agar berbakti dan selalu mengikuti nasihat orang tua yang baik. Dengan bekal sebuah nama “ISAGHOJI” yang diberikan oleh kakek saya, mudah-mudahan dapat menegakkan agama dan menjadi anak cucu yang selalu berbakti pada orang tua.

Setelah tiga bulan keluarga kecil kami bertempat tinggal di Jl. Percetakan Negara IV A, Alhamdulillah bapak sudah dapat mencicil rumah di Kabupaten Tangerang. Perumahan yang belum lama berdiri pada saat itu menjadi pilhan papa dengan mempertimbangkan jarak antara Percetakan Negara dan Serang, karena berada ditengah Opa Oma dan Ayah Nenek saya.
Disetiap keluarga tentu memiliki karakteristik yang berbeda-beda, dalam segi tekhnologi keluarga kami memang belum banyak terpenuhi saat saya kecil lalu. Dengan alat-alat elektronik yang ada seperti televisi, radio, dll memang belum cukup untuk belajar lebih dalam lagi tentang kekomputeran, padahal papa yang lulusan MI Gunadarma bisa secara intens mengajarkan ilmunya ke anak-anaknya tentang computer, namun apa dikata rejeki sudah diatur Tuhan, saat saya kecil belum bisa beli komputer.

Kekinian Alhamdulillah keuangan keluarga pun meningkat, komputer beserta alat-alat tekhnologi yang yang lain pun dapat dibeli satu demi satu, sehingga adik saya pun bisa le bih banyak belajar lagi tentang tekhnologi yang modern sehingga menunjang untuk studinya di SMK Penerbangan Dirgantara.

Sekilas tentang tekhnologi yang ada dikeluarga kami dengan awal yang belum maksimal, namun semangat untuk belajar tak harus hilang karena dimanapun kita harus belajar. Banyak tempat yang dapat kita maksimalkan untuk belajar.

Melihat dari segi sosial keluar. kami berhubungan baik dengan tetangga-tetangga yang ada disekitar kami, Alhamdulillah tak ada konflik yang berarti antara tetangga. Artinya kami memang sangat menjaga sekali hubungan dengan masyarakat khususnya tetangga. Dan papa yang memang juga merupakan salah satu pemuka agama dikawasan Desa Bojong Nangka selalu mengajak masyarakat agar terus mempererat tali persaudaraan antara sesame dan senantiasa menjaga hubungan antar umat beragama.

Diluar sisi agamapun kami turut membangun kerjasama antar warga dengan sebaik-baiknya, memang terlihat sangat akrab satu dan lainnya ketika ingin mengadakan selametan atau pesta pernikahan misalnya, kami sesame warga saling membantu saatu sama lain karena memang dalam agama pun diajarkan agar sesame kita saling kasih mengasihi.

Melihat hubungan socsal didalam keluarga, keluarga dari buyut-buyut, kakek nenek hingga sekarang dari pihak bapak memang memperhatikan heriarki yang ada, contoh: ketika ada saudara yang memang statusnya adalah paman saya dan padahal ia lebih muda dari saya, saya harus memanggil ia dengan sebutan om atau paman, kalau kita melihat dari zaman sekarang mungkin yang lebih tua terkadang sangat meremehkan yang lebih muda atau bahkan jauh umurnya dibawahnya. Tapi kami masih memegang hal-hal yang seperti ini.

Kalau dari pihak ibu terkadang aneh, adakala kami mengikuti heriarki yang berlaku dalam keluarga, tapi adakala tidak memperhatikan itu, mungkin kami yang sudah lama tinggal di Jakarta terbawa santai akan budaya-budaya yang seperti itu. Namun bagi saya pribadi hal sepeerti ini tak begitu penting, bagi saya yang penting adalah bagaimana kami selalu menjaga keharmonisan keluarga dan saling menghormati satu sama lain, saya rasa ini akan lebih baik.
Melihat dari segi religi tentang kehidupan kami sekeluarga sangatlah penting bagi kehidupan, karena sesungguhnya kita sebagai manusia hanyalah bagian kecil yang diciptakan oleh Allah SWT. Kami selalu memegang teguh prinsip agama, karena apabila ini dilalaikan maka akanlah datang dikemudian hari azab Allah yang sangat pedih.

Bapak saya selalu mangajarkan membaca Al Qur’an sejak kecil, memang kadang papa mengajarkan agak keras apabila sudah berhubungan dengan agama, tidak main-main ketika mengajar ngaji misalnya apalagi ketika saya meninggalkan sholat. Karena sudah terbiasa seperti itu sejak dahulu papa pun merasakan ketika diajari oleh kakek saya dan uyut saya. Hal-hal yang berhubungan dengan agama sangatlah harus diperhatikan.

Selain itu juga keluarga kami sudah mendirikan bebrapa pesantren yang terletak di Propinsi Banten, karena itu keluarga kami sangatlah memerhatikan pendidikan dan ajaran agama yang berlaku. Dari keluarga  mama pun begitu, hal yang berhubungan dengan agama sangat diperhatikan.

Ziarah ke makam kakek dan uyut-uyut kami selalu lakukan setibanya kami di Serang, apalagi dalam hari-hari penting seperti Idul Fitri dan Idul Adha, kami selalu berziarah ke makam untuk mendo’akan keluarga yang sudah meninggalakan kami terlebih dahulu. Mengaji setelah sholat maghrib hal-hal yang sering ditekankan oleh papa kepada anaknya, dan tak lupa mendo’akan orang tua.

Disetiap keluarga tentunya memiliki bahasanya masing-masing karena kita telah ketahui di Indonesia banyak beragam suku, oleh karena itu tak heran apabila disetiap rumah atau setiap keluarga memiliki bahasa kebiasaan dalam keluarganya. Dalam penggunaan bahasa kami tak terlalu saklek, mungkin dirumah opa oma apabila sudah berkumpul keluarga besar pasti memakai bahasa minang, karena keluarga dari ibu memang orang minang. Namun dalam keseharian terkadang dipakai kadang tidak.

Dari keluarga papa memang memakai bahasa Serang selalu, pada saat kumpul keluarga besar maupun hari-hari biasa. Mungkin ketika ada sanak saudara saja yang tak mengerti bahasa Serang baru berbicara bahasa Indonesia. Karena yang tinggal diluar Serang pun masih jarang.

Dalam keluarga kecil kami terbiasa berbicara dengan bahasa Indonesia saja, tak berbicara bahasa minang ataupun bahasa Serang, tapi disaat ada keluarga yang berbicara bahasa minang atau Serang saya sedikit mengrti karena terbiasa.

Dalam keluarga Alhamdulillah tercukupi bila dilihat dari segi ekonomi, ketika memang membutuhkan dipersiapkan dengan matang agar semuanya teratur. Namun ditengah-tengah memang adakala roda berputar, keuangan keluarga pernah jatuh dengan beberpa hal. Namun kami telah sedikit melewati masa itu, kami bangkit perlahan agar perekonomian keluarga kembali seimbang.

Melihat dari sebelumnya keluarga papa dahulu masih banyak kekurangan disana sini, namun dengan kerja kerasnya papa pun bisa membentuk keluarga dengan lebih baik untuk masa depan. Begitupun dengan mama, yang dapat memberikan kontribusi positif bagi keluarga dengan jumlah saudara yang cukup banyak yakni sembilan orang.

Memang hal ekonomi ini penting dalam membangun keluarga, apapun membutuhkan uang. Tapi saya melihat sudah ada kemajuan dari keluarga sebelumnya dikampung dulu. Maka itu saya perlu bangga mempunyai keluarga kecil seperti ini, dan saya ke depan harus lebih  baik dari orang tua saya.

Berbicara ilmu pengetahuan dalam keluarga kami memang dinamis, ada yang memiliki pengetahuan lebih dan adapula yang biasa-biasa saja. Ada yang memang selalu menjunjung tinggi akademisnya dengan biaya sendiri sehingga ia mendapat apa yang ia harapkan, namun ada pula yang malas-malasan dalam hal akademis ini, sangatlah merugi ia de hari kelak.

Dalam keluarga kecil kami Alhamdulillah sekali lagi selalu memperhatika arti dari ilmu pengetahuan, sekolah untuk mencari ilmu atau aktifitas diluar sekolah demi meraih banyak ilmu sangat didukung oleh orangtua, begitupun papa mama dahulu, pastinya sangat didukung agar kelak memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan dapat berarti bagi keluarga, agama, dan Negara.

Darah seni yang mengalir dari papa sempat saya tekuni dalam bidang kaligrafi, musikpun saya geluti di Marching Band, karena saya merasa memiliki bakat itu, maka saya harus dalami, apabila tidak akan sia-sia. Namun taun berganti taun bakat itu tertutupi dengan kegiatan yang memang tidak mengasah hal itu lagi. Sangat saya sayangkan sekali akan hal ini tentunya.

Masa-masa SD saya sudah senang engan paduan suara, apabila upacara saya ingin sekali menjadi paduan suara, namun dengan postur yang tinggi dan aktif dalam Kepramukaan saya lebih banyak dipilih menjadi pemimpin upacara, taka pa selama diri ini masih bias bermanfaat bagi orang lain.

Masa SMP saya kenal dengan dunia Marching Band, dan ini yang membuat saya mungkin agak betah, karena merasa ada kegiatan di Pondok. Dengan Marching Band otak kiri saya terus bergerak, banyak hal positif juga yang kami dapat dari Marching Band, selain tentunya seni musik kami mendapat ilmu kedisiplinan yang ketat dari pelatih. Disiplin dan ketekuana berlatih mengantarkan menjuarai berbagai macam kejuaraan Marching band di Kab. Lebak hingga Tangerang.

SMA saya masih bergelut dengan dunia Marching Band, walaupun sibuk dengan kejuaraan-kejuaraan Marching Band yang diadakan di Tangerang dan Jakarta kami tak lupa akan pelajaran sekolah, setiap ada dikelas kami selalu memberikan yang terbaik pula, memang terasa sangat lelah namun semangat yang ada cukup membantu kami untuk menjalankan segala aktifitas yang ada, walhasil kami menjuarai tingkat Nasional kategori sekolah yang diadakan di Tennis Indor Senayan. Kami membawa piala Presiden, Wakil Presiden, dan Menpora, suatu pencapaian yang indah dalam hidup ini.

Kalau dari seni musiknya kami sekeluarga pun tidak menganut satu jenis saja, kami menyukai berbagai jenis musik yang ada. Karena musik dapat menjadi teman hiburan tersendiri ketika kita membutuhkannya. Kalau tarian memang dari papa atau mama pun tidak ada yang berbakat dalam seni tari, maka kami tak menekuni dalam bidang ini.

Inilah sekilas tentang keluarga kami, keluarga yang penuh keragaman. Semoga keluarga kami bisa menjadi contoh yang baik bagi pembaca.

Tugas #3 Mengungkap Ide/ Perilaku yang Muncul Dimasa Orang Tuaku


Untuk tugas ketiga ini, saya akan flashback mengenai kehidupan orang tua saya saat beliau masih muda. kali ini yang akan saya bahas adalah kehidupan Mama saya saat masih muda dulu.
Saya mengambil contoh kejadian sekitar tahun 1970 saat Mama saya SMP dan berumur 14 tahun. Tentu system kehidupan saat itu sangat jauh berbeda system kehidupan masa kini. Tentu akan sangat menarik bila kita bisa mengetahui apa yang terjadi sekitar tahun 70-an .
Saat berumur 14 tahun Mama yang keturunan Jawa Tengah dari Kakek dan Mbah saya, tinggal menetap di Bandar Lampung. Selama hidup disana, banyak sekali system” yang terjadi di lingkungannya. Sekarang saya mencoba menuraikan system-sistem tersebut satu per satu. 
  
1.    Sistem Religi
      Mama saya bilang saat itu masyarakat belum terlalu taat pada agama. Masih sangat jarang perempuan memakai jilbab.bahkan guru agama Islam pun tidak memakai jilbab. Dan mengajar menggunakan baju semacam kebaya. Mesjid” juga masih sepi, tidak banyak orang yang menggunakan nya untuk shalat. Hal ini disebabkan masih banyak orang” jawa yang Kejawen. Yaitu kepercayaan terhadap adanya Tuhan, tanpa menjalankan segala perintah dan kewajiban sebagai makhluk NYA. Namun bukan berarti mama meninggalkan shalat, beliau sudah dibiasakan untuk taat beribadah. Sedangkan sekarang, jilbab telah menjadi hal yang biasa dan banyak dipakai oleh kaum wanita di Indonesia. Masjid- Masjid juga telah di pakai sesuai dengan fungsi awalnya, yaitu untuk tempat beribadah dan melakukan segala hal yang mampu mendekatkan diri dengan Allah SWT. Seperti mengaji ataupun syiar-syiar agama oleh para Ustad.

2.    Sistem Ekonomi
Pada masa itu kehidupan ekonomi masih tidak stabil. Saat itu untuk membeli minyak dan beras, masyarakat harus mengantri untuk mendapatkannya. Untung saja saat itu Kakek saya bekerja sebagai pegawai negeri di Perusahaan Kereta Api. Jadi setiap bulannya kebutuhan pokok seperti minyak dan beras telah di berikan dari perusahaan. Saat itu mata pencaharian masyarakat adalah berdagang. Kebanyakan pedagang di lampung adalah berasal dari Jawa dan Sumatra Barat. Barang-barang yang dijual bermacam-macam mulai dari sayuran, pakaian, kain songket, dll. Pada masa itu juga masih menerapkan system barter untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Beras dibarter dengan hasil perkebunan telah menjadi hal yang biasa.  Sedangkan sekarang uang adalah alat pembayaran yang sah untuk memenuhi segala macam kebutuhan. Dengan uang kita bisa membeli apapun yang kita inginkan. Apalagi sekarang semua jenis kebutuhan makin mudah untuk ditemui. Tidak perlu mengantri lagi untuk membeli beras,karena sudah banyak took-toko yang menjual beras mulai dari di pasar sampai ke supermarket. Mulai dari eceran hingga grosir.

  1. Sistem Sosial
      Pada tahun 70-an banyak pendatang dari jawa dan sekitar Sumatra yang tinggal di Lampung. ini menyebabkan kota-kota di Lampung lebih banyak warga pendatang daripada warga asli lampung. warga asli lampung lebih memilih bergeser dan hidup di daerah-daerah pedalaman. system social di jaman mama saya bisa dibilang ada yang positif dan ada pula yang negative. Yang positif nya adalah masyarakat saling mengenal walaupun jarak tempat tinggal mereka berjauhan. Mereka saling tolong menolong bila tetangga sedang mengalami kesulitan dan membutuhkan bantuan. System gotong royong juga masih kental saat ini. Tidak seperti sekarang, masyarakat lebih mementingkan kehidupan pribadinya dibandingkan kepentingan bermasyarakat. Masyarakat sekarang cenderung lebih individualis. Mereka lebih membutuhkan privacy. Rasa peduli kepada tetangga telah berkurang. Bahkan yang lebih parah lagi, banyak orang-orang yang tidak mengenal tetangganya sendiri. Biasanya hal ini terjadi pada orang-orang yang tinggal di apartment. Mereka  sudah terlalu sibuk untuk memikirkan urusan pribadi, dan tidak ada waktu untuk memikirkan urusan orang lain.
Namun bukan berarti jaman dulu tidak pernah terjadi konflik. Kata mama saya, saat itu masih banyak masyarakat yang bertengkar karena hal-hal sepele. Remaja-remaja juga masih sering berantem. Disaat itu pula Ras masih sangat sensitive, salah sedikit saja akan memicu ketegangan antar etnis. Bila hal itu telah terjadi, pasti suasana akan mencekam.
Bahkan mama saya menceritakan hal yang sangat membuat saya kaget. Kata mama, dulu kita tidak boleh mencampuri urusan rumah tangga orang lain. Termasuk saat terjadi kekerasan dalam rumah tangga orang lain. Sampai-sampai dulu ada seorang istri yang lari terbirit-birit karena suaminya mengejar dia dengan membawa golok. Dulu belum ada perundang-undangan ataupun departemen yang mengurus tentang kekerasan dalam rumah tangga.

  1. Sistem Ilmu pengetahuan
Pada era Mama saya, system pendidikan masihlah saat buruk ketimbang sekarang. Di jaman itu mama saya harus berjalan kaki bila ingin sampai kesekolah. Jarak yang beliau tempung sekitar 3Km. hal itu terjadi karena keterbatasan ekonomi dan akses transportasi dan jalanan yang belum baik. Setiap hari semua itu beliau lakukan tanpa mengeluh.
Dalam system pembelajaran disekolah, juga sudah berbeda dengan sekarang. Dulu belum diajarkan bahasa Inggris. Tidak seperti sekarang yang sejak TK pun sudah diajarkan bahasa Inggris. Dahulu pun guru-guru Yang mengajar sangatlah galak. Bila sudah menghukum muridnya tidak tanggung-tanggung. Hukuman yang diberikan kepada muridnya seperti memukul dengan penggaris kayu yang besar, tangan disundut rokok, jambang rambut ditarik,dicubit hingga dipukul. Sehingga murid-murid merasa takut untuk dating kesekolah. Pada jaman sekarang hal tersebut sudah tidak boleh dilakukan lagi. Bila ada oknum guru yang tetap melakukannya, pasti akan ditindak tegas oleh pihak sekolah. Sekarang lebih diutamakan pendekatan secara personal dan persuasive terhadap murid-murid yang bermasalah.


5.    Sistem Tekhnologi
Pada masa 70-an tekhnologi yang digunakan masih sangat terbatas. Semua dilakukan masih mengandalkan system tradisonal. Televisi belum berwarna, yang muncul hanyalah dua warna, yaitu hitam dan putih. Dan stasiun tivi yang mengudara saat itu hanyalah TVRI. Sedangakan untuk radio hanya ada saluran gelombang RRI. Saat itu hanya beberapa orang saja yang memiliki TV. Saat itu TV dapat dikatakan ikut menentukan status kedudukan social seseorang ditengah masyarakat. Untuk berkomunikasi masih mengandalkan surat melalui kantor pos. dan bila mengirim uang menggunakan jasa layanan wesel. Bila ada berita-berita penting dapat menggunakan telegram. Untuk transportasi masih mengutamakan sepeda. Dan untuk jarak jauh masih menggunakan kereta api.
Namun di jaman sekarang tekhnologi sudah sangatlah maju. Tidak perlu repot-repot mengirim surat. Karena skarang sudah ada SMS dan telepon yang dengan mudah bisa langsung menghubungi orang yang dituju. Melalui handphone saja sekarang sudah bisa berselancar di dunia maya. Dan berkomunikasi tatap muka bisa dilakukan karena fasilitas 3G. tivi juga bukanlah hal yang mewah jaman sekarang. Setiap rumah telah memiliki TV bahkan lebih dari satu. 

6.    Sistem Seni
Seni tradisional masih sangat menonjol kala itu. Walaupun mama saya tinggal di Sumatra, tapi kakek saya tetap mengajarkan dan menunjukan berbagai kesenian Jawa. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak kakek dan mbah tidak kehilangan budaya aslinya. Saat itu bila ada orang jawa yang mengadakan hajatan, dan menampilkan kesenian wayang kulit, pasti kakek saya sangat bersemangat untuk mengajak anak-anaknya termasuk mama untuk menonton kesenian wayang kulit tersebut. Wayang kulit dipertunjukan biasanya mulai pukul Sembilan sampai menjelang subuh. Mama paling senang menonton wayang sekitar pukul 3 pagi saat cerita yang dimainkan oleh tokoh Petruk, Bagong dan Semar. Karena ceritanya sangatlah lucu. Walaupun mengantuk, tetapi mama dan saudara-saudaranya tetap semangat menyaksikan kesenian Jawa itu. Untuk soal musik, yang digunakan saat itu adalah piringan hitam. Lagu-lagu yang didengarkan juga sangatlah beragam mulai dari music Indonesia hingga barat seperti The Beatles. 

7.    Sistem Bahasa
Nah..kalau soal bahasa. Memang mama saya kurang bisa berbahasa Jawa. Tapi beliau mengerti arti bila ada orang berbicara Jawa. Kenapa bisa sampai begitu? Hal itu terjadi karena Kakek saya selalu berbahasa Jawa untuk berbicara kepada anak-anaknya. Tapi mama tidak bisa membalas ucapan Kakek dengan bahsa Jawa yang halus. Bila ingin membalas ucapan dengan ucapan Jawa kasar takut tidak sopan. Karena beliau sedang berbicara dengan orang tuanya. Jadi tiap kakek mengajak mama berbicara Jawa, pasti mama menjawab nya menggunakan bahasa Indonesia. Sedikit-sedikit mama juga menggunakan kata-kata yang digunakan orang-orang Sumatra. Bahkan Tante saya yang di Lampung masih sering susah mengucapkan huruf “R”. karena terbiasa berbicara bahasa Lampung. Orang lampung akan susah sekali mengucapkan “R”.
Itulah ke tujuh system yang terjadi di kehidupan Mama saya sekitar umur 14 tahun. Banyak hal-hal yang sudah berganti dimasa sekarang. Bersyukurlah kita hidup di masa sekarang dengan semua kemudahan yang kita dapat. Tapi bersedihlah kita telah kehilangan berbagai macam kebudayaan dan kesederhanaan jaman dulu. Barang-barang jaman dulu sekarang dinilai antik dan banyak dikoleksi oleh para kolektor seperti piringan hitam, radio dan TV jaman dulu, sepeda ontel dll. Baiknya kita selalu bersyukur dan menjaga apa yang telah kita punya sekarang. =D