Senin, 10 Januari 2011

Dulu Bali, Kini Babel ((:


POTENSI WISATA SEJARAH DAN BUDAYA
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
                                         Sebuah Analisis Penjelajahan Awal

1.     PENDAHULUAN
Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari dua pulau besar yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil. Sebelum Kapitulasi Tutang Pulau Bangka dan Pulau Belitung merupakan daerah taklukan dari Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram. Setelah itu, Bangka Belitung menjadi daerah jajahan Inggris dan kemudian dilaksanakan serah terima kepada pemerintah Belanda yang diadakan di Muntok pada tanggal 10 Desember 1816. Pada masa penjajahan Belanda, terjadilah perlawanan yang tiada henti-hentinya yang dilakukan oleh Depati Barin kemudian dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Depati Amir dan berakhir dengan pengasingan ke Kupang, Nusa Tenggara Timur oleh Pemerintahan Belanda. Selama masa penjajahan tersebut banyak sekali kekayaan yang berada di pulau ini diambil oleh penjajah.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi ke-31 oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang sebelumnya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. Ibukota provinsi ini adalah Pangkalpinang.
Hal menarik lainnya adalah cerita tentang latar belakang sejarah kemerdekaan. Para pendiri bangsa Indonesia dahulu ternyata sempat dibuang ke Bangka. Bung Karno, Bung Hatta dan kawan-kawan sempat menjalani hidup sebagai orang buangan di kota Muntok. Jejak perjuangan mereka masih terekam kuat di kalangan masyarakat dengan kehadiran dua bangunan bersejarah yaitu Wisma Ranggam dan Pesangrahan Menumbing. Di dua bangunan ini pengunjung dapat melihat peninggalan seperti kamar bekas Bung Karno serta mobil yang sering digunakannya ketika berada di Bangka.
Untuk melihat perkembangan penambangan timah terdapat museum Timah di Pangkalpinang dan Museum Geologi di Belitung yang juga menghadirkan koleksi aneka senjata dan budaya Belitung.

2.     SITUS-SITUS SEJARAH
2.a Situs Eksitu
§         Museum Timah Indonesia
Museum ini merupakan satu-satunya Museum Timah yang ada di Indonesia, berlokasi di Jalan Jenderal Ahmad Yani No.17, Pangkalpinang. Bangunannya lebih menyerupai rumah, sebelum menjadi museum, rumah ini merupakan tempat tinggal karyawan perusahaan BTW (Bangka Tin Winning). Dulunya berupa runah dengan beberapa kamar di dalamnya. Bangunan yang bertuliskan househill di atas di atas teras pintu masuk kini telah banyak berubah.
Museum Timah menyimpan koleksi peninggalan sejarah khususnya sejarah penambangan timah di Pulau Bangka Belitung, dimulai sejak Kesultanan Palembang abad 16 M. pada tanggal 6 Februari rumah ini menjadi tempat tinggal para pemimipin RI. Diantaranya Bung Karno dan Haji Agus Salim ketika mereka diasingkan ke Bangka sebelum dipindahkan ke Menumbing, Muntok, setelah Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta diduduki Belanda dengan Agresi Militer pada 19 Desember 1948.
Gedung ini juga pernah dijadikan tempat perundingan pra Roem-Royen oleh tokoh-tokoh penting diantaranya Bung Karno, Haji Agus Salim, dan pemimipin-pemimpin Indonesia yang diasingkan di Bangka. Awalnya perundingan juga dihadiri pejabat Komisi Tiga Negara (KTN) yang kemudian diganti menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia. Rumah ini kemudian diresmikan menjadi Museum Timah Indonesia sejak 2 Agustus 1997 dan disini dapat diketahui sejarah pertimahan di Indonesia.

§         Museum Pemkab Belitung
Museum ini berlokasi di Jalan Melati No. 41A, Tanjung Pandan. Buka setiap hari pukul 08.00-16.00 WIB, harga tiket masuk Rp 2.000,-. Sebelum dijadikan museum, gedung ini merupakan bekas rumah dinas Perwira Tinggi Belanda (hoofdambtenaar) yang ditugaskan di Belitung. Museum ini semula bernama Museum Geologi, dibangun atas prakarsa DR. Osberger seorang ahli geologi kebangsaan Belgia tahun 1963 saat beliau masih bertugas di Unit Penambangan Timah Putih.
Mulanya museum khusus menyimpan berbagai jenis bebatuan serta maket-maket yang menggambarkan sejarah perjalanan eksplorasi penambangan timah baik yang dikerjakan secara tradisional sampai dengan menggunakan perangkat modern. Kini museum juga menyimpan koleksi benda budaya peninggalan raja-raja yang pernah berkuasa di Pulau Belitung, diantaranya Kerajaan Balok, Badau, dan Belanto berupa tombak, pedang, keris, stempel, keramik, dan mata uang. Selain itu terdapat pula koleksi dari penemuan harta karun kapak china yang karam berupa porselen cina, alatrumah tangga perunggu, tembaga, seperti dulang, ketel, bokor.

§         Bangunan SD Muhammadiyah Gantung/Laskar Pelangi
Replika bangunan SD Gantong dengan bangunan kayu beratap seng ini berlokasi di halaman SD Negeri 9 Desa Selingsing, Kecamatan Gantong. Daya tarik SD Laskar Pelangi ini telah mengundang wisatawan dalam negeri dan luar negeri, hampir setiap hari banyak wisatawan datang untuk melihat secara langsung keberadaan replika SD Muhammadiyah yang dipakai untuk shooting film yang diangkat dari novel bestseller karangan Andrea Hirata.
Kondisi replika SD ‘Laskar Pelangi ini’ cukup memprihatinkan. Walau telah diperbaiki oleh perangkat desa dan masyarakat setempat menyusul sejumlah papan dindingnya yang hilang, bangunan ini masih tampak kotor dan rapuh. Selain kayu dan papan yang digunakan sudah lapuk, beberapa atap seng bangunan ini sudah lepas.



§      Museum Buding
Museum Buding berada di Desa Buding kecamatan Kelapa Kampit, Kabupaten Belitung Timur. Museum Buding merupakan museum yang banyak menyimpan benda-benda bersejarah peninggalan kerajaan kuno yang ada di Belitung.

§         Museum Pemda Belitung
Museum Pemda Belitung masih terletak di dalam Kota Tanjungpandan tak jauh dari Pantai Tanjung Pendam. Museum ini dahulu bernama Museum Geologi dan dibangun atas prakarsa DR. Osberger seorang ahli Geologi berkebangsaan Belgia tahun 1963 pada saat beliau masih bertugas di unit Penambangan Timah Belitung. Di Museum ini bisa melihat sejarah penambangan timah di Pulau  belitung dalam bentuk replika tambang dan peralatannya, barang-barang peninggalan bersejarah, dan juga sebuah kebun mini lengkap dengan sarana bermain anak.

2.b Situs Insitu
§         Monumen Proklamator Bangka Belitung
Monumen Proklamator adalah monumen patung Bung Karno dan Bung Hatta dengan latar belakang Burung Garuda yang sedang mengepakkan sayapnya. Monumen ini berbentuk persegi empat dengan tinggi 7 meter dan terbuat dari batu granit. Bangunan yang diresmikan olleh Wakil Presiden RI Megawati Soekarno Putri pada tanggal 22 Juli 2005 terletak di pusat Kota Muntok dan pemandangan langsung ke arah Selat Bangka.
Monumen ini membuktikan bahwa Kota Muntok Kabupaten Bangka Barat tidak dapat dilepaskan dari sejarah perjuangan bangsa. Menjadi saksi sejarah penambangan timah di Bangka yang kemudian dijadikan kawasan wisata yang dipenuhi bangunan bergaya China. Lokasinya berada di Belinyu, 57 km dari Sungailiat. Datang kesini seolah kita berada di Hongkong. Menurut cerita masyarakat setempat, Phak Khak Liang adalah nama sang pembuat danau. Di sekeliling danau terdapat perkampungan orang Tionghoa. Rumah penduduk pun masih menggunakan arsitektur bergaya oriental. Tak hanya di sekeliling Danau Phak Khak Liang, perkampungan orang Tionghoa juga bisa ditemui di Pari Tiga Jebus, Kuto Panji Belinyu, Kampung Bintang, Pangkalpinang, dan Desa Mengkuban Manggar.

§         Wisma Ranggam
Terletak di Kota Mentok. Di wisma ini terdapat kamar Presiden RI pertama. Wisma ini merupakan tempat bersejarah bagi Bangsa Indonesia, karena disinilah tempat pembuangan / pengasingan Proklamator RI dan tempat mereka mengadakan pertemuan-pertemuan menyusun strategi kemerdekaan.

§         Wisma Manumbing
Terletak di Kota Mentok, salah satu tempat yang menjadi rumah pengasingan Ir. Soekarno (Presiden RI Pertama) dalam perjuangan perintis kemerdekaan pada masa penjajahan Belanda. Rumah ini terletak di pupuncak Gunung Menumbing dengan panorama yang indah dan cuaca yang sejuk.

§         Benteng Toboali
Benteng Toboali dibangun pada tahun 1825, pernah dikuasai Jepang antara tahun 1942-1945. Kemudian pada masa kemerdekaan bangunan ini diperuntukkan untuk Kepolisian Distrik Toboali, yang kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Sektor Toboali pada tahun 1980-an, hingga akhirnya Polsek tersebut dipindahkan keluar benteng hingga sekarang. Pembangunan benteng Toboali dimaksudkan untuk menjaga kepentingan Belanda wilayah Bangka selatan berkaitan dengan penguasaan terhadap pertambangan timah. Berdasrkan fakta sejarah diketahui bahwa timah di Bangka ditemukan pertama kali pada tahun 1709 yaitu penggalian di Sungai Olin, Kecamatan toboali oleh orang-orang dari Johor, Malaysia. Kemudian pada tahun 1722 Belanda memperoleh hak istimewa untuk menguasai perdagangan timah dari Kerajaan Palembang Darrusalam secara monopoli.

§         Bendungan Pice
Bendungan Pice terletak di kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan bangka belitung, Indonesia. Bendungan Pice merupakan bendungan peninggalan kolonial Belanda yang dibangun pada tahun 1928. Fungsi utama dari bendungan pice ini adalah sebagai pengatur tinggi rendahnya permukaan air.

§         Mercusuar Tanjung Kalian
Mercusuar Tanjung Kalian terletak di Pantai Tanjung Kalian yang berada di Desa Pangek Kecamatan Simpang Teritip, kurang lebih 9 km dari Kota Muntok di provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia. Mercusuar ini merupakan sebuah sarana penyelamat lalu lintas kapal. Di waktu malam, sinar lampu mercusuar ini dapat terlihat dengan jelas dengan radius 5 km dari arah laut, sebagai markas jalur kapal-kapal yang melintas.
Mercusuar ini dibangun oleh Belanda pada tahun 1862 dan mempunyai ketinggian lebih kurang 65 m dan mempunyai 117 tangga batu yang berbentuk melingkar didalam menara. Dari atas kita bisa melihat ketinggian kita, dengan menyaksikan pohon-pohon kelapa yang jauh dibawah kita. Dan untuk ke luar menara kita bisa mencapai puncak dengan mengunakan tangga kecil, di sekeliling puncak menara dikelilingi pagar besi. Dari puncak Mercusuar kita dapat disaksikan seluruh kawasan Pantai Tanjung Kalian yang indah sepanjang 5 km. Dan ke sebelah timur, tampak pelabuhan tua kota Muntok.

2.c Kota Tua
§           Kota Muntok
Muntok atau Mentok adalah Kota Tua yang berdiri sejak berabad silam. Penjajah Belanda-lahyang membangun daerah ini, sekaligus menjadikannya sebagai kota pelabuhan. Melalui pelabuhan Muntok, hasil alam terutama lada putih Bangka yang terkenal diangkut kapal-kapal Belanda menuju ke daratan Eropa. Melalui pelabuhan Muntok pula timah yang digali dari bumi Bangka dikirim ke negara penjajah. Bekas kejayaan Muntok sekaligus kejayaan Belanda sampai kini masih jelas terlihat di kota yang kini ditetapkan menjadi ibu kota Kabupaten Bangka Barat tersebut. Ratusan gedung tua dengan mudah ditemui di seantero kota.
Dua di antara ratusan gedung tua yang masih kokoh berdiri bahkan memiliki nilai sejarah yang amat tinggi bagi negara ini yaitu Pesanggrahan Menumbing dan Wisma Ranggam. Kedua gedung tersebut pernah dijadikan tempat tinggal pendiri negara ini saat pengasingan oleh pemerintahan  Belanda pada tahun 1949. Salah satu bangunan tua yang masih kokoh adalah mercusuar Tanjung Kelian yang dibangun tahun 1862.

§           Kota Belinyu
Memasuki kota tua Belinyu, dari mulai pintu masuk di Dusun Sincong, Gunung Muda ke utara hingga berakhir di Tanjung Gudang, bangunan tua banyak terdapat di kiri kanan jalan. Mulai dari kawasan pasar Belinyu hingga pelabuhan Tanjung Gudang, bangunan rumah tua milik warga dan eks kantor milik PT Timah menunjukkan sisa-sisa kejayaan Belinyu masa lalu. Beberapa diantaranya tak terawat bahkan nyaris roboh.
Belinyu di masa lalu kota yang hidup dan menggeliat. Letaknya sangat strategis menghadang ke laut utara Bangka yang padat dengan lalu lintas kapal. Posisi pantai Belinyu di dalam teluk menbuat kapal-kapal aman saat memasuki Belinyu. Tak saja lautnya, darat Belinyu juga kaya akan bahan tambang. Jauh sebelum kemerdekaan RI ketika Pulau Bangka jatuh ke tangan Belanda, kota Belinyu dibangun oleh Belanda. Sebelumnya para penambang asal Tiongkok pun telah mendiami Belinyu. Perkampungan China di Kampung Gedong dan beberapa lokasi lainnya adalah saksi sejarah Belinyu.
Teknologi penambangan di Pulau Bangka awalnya diperkenalkan orang china karena terlebih dahulu mengeksploitasi timah di negara mereka. Belanda mendatangkan tenaga kerja asal china untuk mengeruk timah di Belinyu. Belanda pun membangun pelabuhan dan maskapai pelayaran di Tanjung Gudang untuk mengirim timah dan sebagai pemasok kebutuhan mereka di Pulau Bangka. Jalur-jalur kereta dibangun untuk membawa pasir timah ke gudang-gudang penampungan. Bahkan Belanda menbangun PLTU Mantung guna menyuplai kebutuhan listrik. Konon menjadi PLTU terbesar di Asia Tenggara. Dari PLTU inilah listrik mengalir  ke beberapa kota di Pulau Bangka.
Sayang era kejayaan Belinyu perlahan meredup bahkan seolah berhenti. Pelabuhan Tanjung Gudang yang dulu merupakan jalur utama kini lengang. Namun bagi para penikmat sejarah, Kota Belinyu menawarkan banyak objek wisata yang mengesankan.

2.d Desa Tradisional
§         Parit 3-Kampung China
Perkampungan masyarakat asli China terdapat di Jebus dab Parit Tiga, Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat. Dari Kota Muntok sekitar 1,5 jam mulai berkendara, melalui jalan aspal yang cukup mulus.
Pemukiman warga china asli seperti di Jebus dan Pari Tiga ini terdapat juga di daerah Koto Panji, Kampung Gedong, Kecamatan Belinyu, sekitar 15 km dari kota Belinyu.

§         Kampung Bali, Sijuk
Kampung Bali Giri Jati terletak di Kecamatan Sijuk sekitar 30 menit berkendara dari Tanjung Pandan. Kampung Bali adalah permukiman transmigrasi asal Bali yang telah menetap di Belitung dan masih mempertahankan budaya dan identitasnya sebagai orang Bali meskipun mereka juga telah membaur dengan baik dengan masyarakat Belitung.
Mata pencaharian masyarakat Kampung Bali mayoritas sebagai petani atau berkebun lada, walaupun ada juga yang telah beralih menjadi penambang timah. Sepanjang jalan di kampung Bali kita bisa menyaksikan bangunan khas Bali seperti Pura dan ukiran-ukiran khas Bali.

§         Desa Wisata Kampung Gedong
Kampung Gedong terletak di wilayah Lumut, masih kecamatan Belinyu. Desa Gedong aalah kampung cina tertua di Pulau Bangka yanh kini ditetapkan sebagai desa wisata. Warganya adalah generasi penambang terakhir di Bangka. Di sini kita bisa melihat rumah-rumah tua ala Tiongkok. Kampung Gedong merupakab perkampungan tua milik sekitar 50 kepala keluarga dari generasi pertama etnis Tionghoa yang datang ke Pulau Bangka untuk dipekerjakan sebagai buruh di pertambangan timah.
Terletak di Desa Lumut, Kecamatan Riau Silip, sekitar 45 menit perjalanan atau 50 km dari sungaliat. Lokasinya masuk ke dalam dari jalan raya, setelah tugu belok kiri. Setelah tiba di Desa Lumut, melewati jalan tanah, perbukitan dengan pemakaman warga china di kanan kiri jalan, akhirnya sampailah di Desa Wisata Gedong yang ditandai dengan gapura. Tampak beberapa rumah kayu yang sangat tua di sebelah kanan jalan dan masih terawat karena ditinggali penghuninya. Rumah lain di sekeliling ada yang sudah dibangun beton dan modern namun ada juga yang masih berupa bangunan lama dengan dinding kayu tanpa polesan cat. Suasana di kampung ini sangat tenang dan bersahaja. Kehidupan mereka rata-rata berdagang dan pembuat makanan khas Bangka seperti kerupuk, kemplang, getas dan lain-lain.

3.     SITUS-SITUS BUDAYA
3.a Tradisi Yang Masih Berlangsung
§         Kawin Masal
Salah satu adat istiadat peninggalan zaman Kerajaan Sriwijaya yang masih dapat disaksikan pada masyarakat Bangka adalah acara adat perkawinan. Acara ini diadakan pada hari-hari baik sesuai dengan kepercayaan masyarakat dan dinamakan musim kawin. Musim kawin adalah suatu pesta kawin massal, setelah panen lada. Di desa-desa daerah Toboali, acara ini amat populer. Biasanya 15-20 pasang pengantin dinikahkan dalam sehari.

§         Hikok Helawang
Tradisi ini merupakan tradisi turun temurun yang setiap tahun diperingati masyarakat Toboali. Perayaan tradisi Hikok Helawang merupakan ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas  hasil panen padi yang melimpah pada tahun berikutnya.
Tradisi yang diperkirakan sudah berlangsung selama satu abad ini, biasanya dilangsungkan setelah masa panen padi selesai. Biasanya menjelang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Perayaan puncak tradisi Hikok Helawang ini ditandai dengan acara ‘nganggung’ atau makan bersama yang diadakan di balai desa. Sebelum acara dimulai dilantunkan bacaan doa-doa serta pembacaan tahlillan. Dalam tradisi ini, tiap rumah diminta untuk menyumbangkan satu dulang nampan yang sudah diisi makanan dan dibawa ke balai desa untuk dimakan bersama.
Makanan yang wajib ada dalam dulang biasanya nasi ketan atau nasi kuning dan lauk berupa ayam panggang kue-kue beras atau ketan, dan buah-buahan. Perayaan ritual ini selalu dirayakan secara meriah oleh seluruh masyarakat desa. Setelah perayaan puncak, biasanya masyarakat setempat akan dikunjungi oleh sanak saudara dan para tamu dari berbagai desa di sekitarnya. Karena itu masyarakat desa biasanya menyiapkan hidangan berupa berbagai makanan dan minuman layaknya lebaran, bahkan lebih meriah dari Idul fitri.

§         Buang Jong
Buang Jong merupakan salah satu upacara tradisional yang secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat suku Sawang di Pulau Belitung. Suku Sawang adalah suku pelaut yang dulunya, selama ratusan tahun, menetap di lautan. Baru pada tahun 1985 suku Sawang menetap di daratan, dan hanya melaut jika ingin mencari hasil laut.
Buang Jong dapat berarti membuang atau melepaskan perahu kecil (Jong) yang di dalamnya berisi sesajian dan ancak (replika kerangka rumah-rumahan yang melambangkan tempat tinggal). Tradisi Buang Jong biasanya dilakukan menjelang angin musim barat berhembus, yakni antara bulan Agustus-November. Pada bulan-bulan tersebut, angin dan ombak laut sangat ganas dan mengerikan. Gejala alam ini seakan mengingatkan masyarakat suku Sawang bahwa sudah waktunya untuk mengadakan persembahan kepada penguasa laut melalui upacara Buang Jong. Upacara ini sendiri bertujuan untuk memohon perlindungan agar terhindar dari bencana yang mungkin dapat menimpa mereka selama mengarungi lautan untuk menangkap ikan.
Keseluruhan proses ritual Buang Jong dapat memakan waktu hingga dua hari dua malam. Upacara ini sendiri diakhiri dengan melarung miniatur kapal bersama berbagai macam sesaji ke laut. Pascapelarungan, masyarakat suku Sawang dilarang untuk mengarungi lautan hingga tiga hari ke depan.

§         Maras Taun
Maras Taun, yang diadakan setiap tahun oleh orang Belitung adalah sebagai tanda ungkapan untuk berterima kasih kepada Tuhan YME atas segala keberhasilan dalam panen padi. Ritual utama dalam upacara Maras Taun adalah: Doa Pembuka, Tari Sepen dan diakhiri dengan Doa Penutup. Dalam Festival Maras Taun kita bahkan dapat melihat pertunjukan tradisional Belitung seperti: Nutok Lesong Panjang atau Ngemping.

§         Sedekah Kampung Peradong
Sedekah kampung merupakan salah satu budaya peninggalan/warisan penduduk asli Desa Peradong Simpang Teritip. Perayaan sedekah kampung ini telah dilaksanakan secara turun temurun tidak ada yang tahu asal usulnya. Perayaan ini biasa dilaksanakan penduduk Desa Peradong tiap tahun bertepatan dengan bulan maulud dan biasanya acara ini berlangsung selama 3 (tiga) hari.
Pada hari yang telah ditetapkan, seorang dukun sebagai pawang desa dengan dibantu oleh dua orang asistennya memulai membuat batu pensucian (taber) dengan menggunakan bahan-bahan tradisional serta dedaunan dan garu (dupa) dari kayu bolo (bambu). Menurut sang dukun pada dahulu kala penggunaan dupa ini adalah sebagai alat untuk menarik orang-orang Cina yang berdiam didesa tersebut agar memeluk agama Islam.
Setelah semua persiapan telah dilaksanakan, sang dukun memulai dengan pembacaan mantera dan dilanjutkan dengan pemberian tangkal (jimat), dimulai dari gerbang pintu masuk ke desa sampai perbatasan akhir desa terdebut. Pemberian jimat ini dimaksudkan untuk menangkal segala bentuk gangguan dari luar yang tidak menginginkan acara ini berlangsung. Untuk diketahui pembaca, didalam pelaksanaan upacara ini terdapat beberapa pantangan yang harus dipatuhi oleh semua orang yang mengikuti jalannya upacara ritual ini. Pantangan-pantangan yang dimaksud adalah duduk diatas pagar, bermain-main dengan lampu senter, duduk didepan pintu dan penggunaan lampu blits camera. Apabila pantangan tersebut sampai dilanggar maka yang terjadi adalah datangnya makhluk-makhluk halus yang mengganggu penduduk dan mengubahnya menjadi kepulir (kepala dengan wajah menghadap ke belakang).
Setelah naber kampung dilaksanakan, upacara ini dilanjutkan dengan ceriah (pemanggilan orang-orang kampung sebagai pemberitahuan bahwa akan dilaksanakannya upacara adat. Setelah semua penduduk berkumpul, upacara dilanjutkan menuju stan (makam para leluhur, dengan diiringi alunan musik -musik tertentu. Tujuan mengunjungi acara ini adalah untuk meminta izin kepada leluhur bahwa akan dilaksanakannya upacara adat. Setelah sampai di sana, sang dukun kemudian duduk diatas makam bersamaan dengan dihidangkannya bermacam jenis makanan khas desa, uang serta hewan peliharaan seperti ayam dan bebek, lalu mulai pembacaan doa dan mantera. Setelah pembacaan mantera dan doa selesai, penduduk naik ke atas makam dan memperebutkan ayam serta uang yang ada diatas makam. Upacara kemudian dilanjutkan dengan silat yang dilakukan oleh 2 orang. Setelah selesai kemudian acara dilanjutkan kembali dengan makan bersama disekitar makan hasil dari sumbangan para penduduk.
Setelah selesai meminta izin dengan mengunjungi selama upacara awal telah selesai dan kemudian diselingi dengan acara musik Dambus dan Campak serta nyanyian lagu-lagu daerah dan diiringi dengan tarian yang dibawakan oleh ibu-ibu dan gadis-gadis penduduk.

§         Sedekah Kampung Kacung
Kacung adalah sebuah desa berjarak 57 Km dari ibukota Kabupaten Bangka Barat Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Desa Kacung dengan penduduk asli "Ketapik" dalam wilayah Kecamatan Kelapa terletak dilintasan jalan raya Pangkalpinang Muntok dan begitu strategis mudah. Kehidupan masyarakat desa Kacung terdiri dari petani dan sebagai mata pencaharian tahunan sebagai Pemusung (mengambil) madu manis dan madu pahit atau disebut madu pelawan, disamping itu pada musim penghujan masyarakat panen jamur (kulat) pelawan yang khas. Lebih dari itu masyarakat desa mempunyai keterampilan anyam-anyaman dari daun mengkuang dan kopiah resam. Kesenian daerah Kacung telah tumbuh dan berkembang yaitu seni budaya Campak, Dambus, Rodad dan Pencak Silat.
Pada bulan Dzulhijah taber kampong dilaksanakan setiap tahun sehabis hari raya idul adha, bertepatan dengan musim panen padi huma (lading). Pelaksanaan upacara dipimpin oleh sesepuh adat Suku Ketapik Kacung Bapak Rasidi dan dukun kampong Kacung Bapak Supardi.

3.b Arsitektur
§         Rumah Panggung
Secara umum arsitektur di Kepulauan Bangka Belitung berciri Arsitektur Melayu seperti yang ditemukan di daerah-daerah sepanjang pesisir Sumatera dan Malaka. Di daerah ini dikenal ada tiga tipe yaitu Arsitektur Melayu Awal, Melayu Bubung Panjang dan Melayu Bubung Limas. Rumah Melayu Awal berupa rumah panggung kayu dengan material seperti kayu, bambu, rotan, akar pohon, daun-daun atau alang-alang yang tumbuh dan mudah diperoleh di sekitar pemukiman.
Bangunan Melayu Awal ini beratap tinggi di mana sebagian atapnya miring, memiliki beranda di muka, serta bukaan banyak yang berfungsi sebagai fentilasi. Rumah Melayu awal terdiri atas rumah ibu dan rumah dapur yang berdiri di atas tiang rumah yang ditanam dalam tanah. Berkaitan dengan tiang, masyarakat Kepulauan Bangka Belitung mengenal falsafah 9 tiang. Bangunan didirikan di atas 9 buah tiang, dengan tiang utama berada di tengah dan didirikan pertama kali. Atap ditutup dengan daun rumbia. Dindingnya biasanya dibuat dari pelepah/kulit kayu atau buluh (bambu). Rumah Melayu Bubung Panjang biasanya karena ada penambahan bangunan di sisi bangunan yang ada sebelumnya, sedangkan Bubung Limas karena pengaruh dari Palembang.
Sebagian dari atap sisi bangunan dengan arsitektur ini terpancung. Selain pengaruh arsitektur Melayu ditemukan pula pengaruh arsitektur non-Melayu seperti terlihat dari bentuk Rumah Panjang yang pada umumnya didiami oleh warga keturunan Tionghoa. Pengaruh non-Melayu lain datang dari arsitektur kolonial, terutama tampak pada tangga batu dengan bentuk lengkung.
§         Masjid Sijuk
Pertama kali dibangun pada tahun 1817 di utara Sijuk. Dinding masjid berwarna cokelat dan memiliki atap berundak dua. Di samping masjid terdapat ruang aula pertemuan dalam bentuk menyerupai masjid. Sehingga Masjid Al-Ikhlas seakan memiliki dua masjid kembar.
Arsitektur masjid mencirikan bangunan khas daerah Belitung. Bentuk masjid bujur sangkar berukuran 8x8 m. semua bangunannya masig asli dan tetap dipertahankan hingga sekarang. Bagian mihrab agak menjorok dari bangunan utama. Bagian atas mihrab tertera tanggal perbaikan masjid dengan huruf arab Melayu, bertuliskab “diperbaiki 1 rajab 1370 H’’. Seluruh bagian masjid terbuat dari material kayu. Hanya lantainya yang sudah diganti keramik.

3.c Seni Pertunjukan
§         Tari Sepen

§         Tari Selamat  Datang

§         Tari Mutik Sahang

3.d Kerajinan Rakyat
§         Perajin Kain Cual
Sejarah kain cual dibawa ke Muntok, Bangka Barat pada awal abad ke 17 oleh Wan Abdul Hayat, orang Kanton China dengan nama asli Lim Tan Kian. Keberadaan kain cual kuno itu dengan mengadopsinya ke motif baru. Atau dengan cara mencopot benang emas pada kain cual yang berusia ratusan tahun itu kemudian menjahitkan kembali pada bahan sutra baru. Kain cual seperti ini harga jualnya mencapai 20 juta rupiah per lembar. Harga kain  cual menjadi, karena bahan kain yang digunakan berasal dari  sutra Jepang dan India, sementara benang emasnya didatangkan dari Prancis, Jepang dan India. Selain itu waktu yang dibutuhkan untuk menenun sehelai kain cual antara 1-3 bulan.

§         Perajin Kerang Laut
Belitung adalah kawasan wisata pantai, yang sarat dengan kekayaan aneka hasil laut, yang dapat dijadikan cinderamata. Cangkang kerang-kerang cantik dengan aneka warna yang menawan dimanfaatkan para perajin untuk dijadikan kerajinan khas Belitung. Kerang-kerang tersebut dimodifikasi sedemikian rupa, hingga menghasilkan beragam cinderamata yang unik, seperti gantungan kunci, penghias lampu, dan aneka kerajinan lain yang berlokasi di Desa Air Semar, Kecamatan Sijuk, Belitung.

§         Perajin Batu Satam
Batu satam adalah jenis batu berwarna hitam seperti batu-batu permata pada umumnya, batu satam banyak dicari kolektor dan digunakan sebagai bahan perhiasan. Keunikan batu ini adalah permukaannya yang bermotif seperti ukiran unik dan tidak beraturan. Ukiran alam pada batu ini adalah letak keindahannya. Istilah satam diambil dari bahasa warga keturunan  Cina yang berada di Pulau Belitung. SA artinya pasir, sedankan TAM artinya empedu. Jadi SATAM berarti empedu pasir. Sementara warga pribumi Belitung sendiri mengartikan satam adalah batu hitam.
Di kalangan masyarakat Belitung, batu satam dipercaya mempunyai kekuatan magis sebagai penangkal penolak racun dan unsur makhluk gaib. Banyak wisatawan selalu menyempatkan diri membeli batu satam untuk dijadikan kalung, anting, bros, cincin, tasbih, tongkat komando dan sebagainya.
Konon menurut cerita, batu ini berasal dari pecahan asteroid yang jatuh di Belitung pada masa silam kemudian terkubur di dalam tanah. Batu satam ditemukan ketika industri penambangan timah mulai beroperasi di Belitung. Batu-batu tersebut muncul ke permukaan bersamaan dengan tanah yang dikeruk dari dalam bumi oleh penambang timah. Secara tidak sengaja, batu-batu satam tersebut ditemukan oleh para penambang. Karena keunikan ukiran di permukaannya, batu ini menjadi menarik untuk dijadikan perhiasan.






3.e Wisata Ziarah
§         Kelenteng Kwan Tie Miaw
Kelenteng yang berlokasi di Jln. Mayor Syafrie Rachman, Pangkalpinang ini merupakan salah satu kelenteng tertua di Pulau Bangka, diperkirakan dibuat tahun 1841 Masehi. Pembangunannya sendiri dilakukan secara gotong royong oleh berbagai kelompok Kongsi penambangan timah yang ada di Pangkalpinang dan diresmikan tahun 1846. Nama klenteng sudah dua kali mengalami perubahan, pada masa Orde Baru kelenteng ini bernama Amal Bhakti. Pada 1986 bagian depan kelenteng terkena peebaran jalan sehingga pekarangan depan, pintu serta tembok depan mundur beberapa meter. Pada Februari 1998 terjadi kebakaran yang menghanguskan seluruh bangunan kelenteng. Sejak itu dilakukan pemugaran kembali dan diresmikan pada 1999 dengan nama kelenteng Kwan Tie Miau.
Kawasan kelenteng Kwan Tie Miaw ini, dikondisikan sebagai salah satu objek wisata budaya kota Pangkalpinang dan dijadikan sebagai pusat upacara hari Raya Imlek, puncak hari raya Cap Go meh, kegiatan Sembahyang Rebut dan kegiatan Pot Ngin Bun. Kegiatan Pot Ngin Bun merupakan satu-satunya ritual yang ada dinkelenteng Kwan Tie Miaw. Kegiatan ini dilakukan untuk menolak bala dan segala wabah penyakit yang mewabah di masyarakat seperti wabah beri-beri yang mewabah di Bangka sekitar tahun 1850-1860.

§         Kelenteng Kung Fuk Min
Berdiri tahun 1820 saat dinasti Ching. Setelah Kelenteng selesai dibangun, dilanjutkan dengan pembangunan masjid yang dimulai tahun 1838. Bangunan  kelenteng sudah dua kali direnovasi. Yang pertama tahun 1980, setelah 170 tahun berdiri, dan yang kedua tahun 1996.
Uniknya, kelenteng Kung Fuk Min selain memiliki bedug juga lonceng yang umumnya dimiliki gereja. Juga memiliki bedug juga lonceng yang umumnya dimiliki gereja. Juga memiliki ritual unik, setiap pukul 5 pagi penjaga kelenteng wajib memukul bedug 36 kali, pada saat yang sama juga membunyikan lonceng 5 kali. Ritual ini diulang lagi setiap jam 5 sore. Khusus hari raya Imlek tanggal 1 dan 15, ritual tersebut dilakukan tiga kali sehari.
Arsitekur kelenteng ini perpaduan dari gaya China dan Belanda. Bangunan dan pilar utama masih asli, demikian juga lantainya. Saat banjir  melanda dan menggenangi hampir seluruh Kota Muntok di awal tahun 2010, anehnya air sama sekali tidak masuk ke dalam kelenteng, melainkan hanya sampai di halaman.



§         Kelenteng Dewi Sin Mu
Tempat Wisata di Kelurahan Tanjung Ketapang Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan. Kelenteng yang berdiri sejak tahun 1800 ini dapat ditempuh dalam waktu 10 menit dari pusat Kota Toboali dengan menggunakan kendaraan bermotor.

§         Klenteng Sijuk
Kedekatan Klenteng Sijuk dengan Masjid Sijuk menggambarkan bahwa sejak dulu hingga sekarang kerukunan beragama warga di kepulauan Bangka Belitung sangat terjaga dengan baik. Demikian juga keakraban antara penduduk pribumi dan Tionghoa atau peranakkannya.

§         Masjid Jamik Pangkalpinang
Masjid Jamik yang berlokasi di Jalan Mesjid Jamik Pangkalpinang merupakan salah satu masjid terbesar dan tertua di Pangkalpinang. Dibangun pada 18 Desember 1936 H. luas masjid kurang lebih 900 m² dan dibangun di atas lahan seluas 5.662 m². salah satu keunikan masjid ini adalah antara tangga depan (berbentuk setengah lingkaran) dengan atapnya dihiasi oleh tiang penyangga (ukuran kecil) berjumlah 5 tiang, bisa diartikan sebagai Rukun Islam. Dan antara tembok dan atapnya dihiasi oleh tiang penyangga kecil sebanyak 6 buah (3 sebelah kanan dan 3 sebelah kiri), dapat diartikan Rukun Iman.
Masjid Jamik Pangkalpinang berada diantara sudut Jl. Masjid Jamik dan Jl. KH Abdul Hamid, di tengah kota Pangkalpinang, Masjid Jamik Pangkalpinang ini memiliki tiga lantai, dengan lantai pertama digunakan untuk bersembahyang yang mampu menampung 2.000 jamaah. Lantai kedua dipergunakan untuk perpustakaan dan untuk menyimpan benda lain, serta lantai ketiga digunakan oleh muazzin untuk mengumandangkan azan.
Keindahan dan kekayaan rancangan dan dekorasi sebuah mesjid, sebagaimana tempat ibadah yang lain, bisa menggambarkan kadar kecintaan dan pengabdian dari komunitas setempat dan kemajuan serta mutu karya budaya dan seni orang-orang di sekitarnya.

§         Masjid Jamik Muntok
Bangunan Masjid Jamik Muntok yang berlokasi di kelurahan Tanjung, kecamatan muntok, ini berdiri sejak tahun 1881 M, atas inisiatif Tumenggung Kartanegara II sebagai wakil Kesultanan Palembang. Lahan yang digunakan merupakan tanah wakaf dari Tumenggung Arifin dan H. Muhammad Nur seluas 7.500 m², sedangkan bangunan masjid keseluruhan 1.700 m². Lokasi masjid ini persis di sebelah Kelenteng Kuang Fuk Min, sedangkan di depannya adalah bekas terminal lama Muntok.
Ketika mesjid dibangun, warga china yang berdiam di Muntok juga turut membangun. Menurut kabarnya, Mayor China Tjong A Thiam, turut menyumbang batu bata putih pualam dari itali, sedangkan arsitektur masjid dirancang oleh arsitek china juga.



§         Makam Belanda Kerkhof
Tempat Wisata Pemakaman Balanda (kerkrof) ini berada di Jl. Sekolah, Kelurahan Melintang, Kecamatan Rangkui. Di kompleks ini ada sekitar 90 makam, yang tertua tahun 1902 dan yang termuda tahun 1950-an. Di sini juga terdapat makam tentara Belanda yang menjadi korban Perang Dunia Kedua.

§         Makam Pangeran Pakoeningprang
Pangeran Hario Pakoeningprang adalah salah satu pahlawan dari Yogjakarta yang diasingkan oleh Belanda di Kota Muntok pada tanggal 8 Februari 1897. Pengasingan Pangeran Hari Pakoeningprang berawal dari diutusnya beliau untuk meredam perlawanan rakyat Aceh terhadap pemerintahan Belanda. Tetapi Setibanya di Aceh Pangeran Hario malah berbalik melawan Belanda. Setelah tertangkap Beliau lalu diasingkan di Bangka (Muntok) pada tanggal 8 Februari 1897 hingga Wafat pada tanggal 18 Agustus 1897. Pangeran Hario Pakoeningprang adalah Cucu dari Sri Paduka Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam II.

§         Makam Temanggung Benteng Seribu
Makam keramat Kuta Seribu ini memiliki sejarah yang cukup besar. Pasalnya sejumlah makam-makan ornag penting seperti pemimpin Bangka di masa lalu di kubur di perkuburan keramat ini.

§         Pemakaman China Sentosa
Kuburan Cina Sentosa dibangun pada tahun 1935, terletak di jalan Soekarno Hatta Pangkalpinang. Luas kompleks sekitar 27 ha. Sampai saat ini terdapat 11.478 makam, yang tertua adalah makam keluarga Boen Pit Liem yang dipugar pada tahun ke-4 setelah pemerintahan Sun Yat Sen, jadi diperkirakan pada tahun 1915. Makam makam Cina ini dibangun dalam bentuk dan arsitektur yang unik dan meraik serta dihiasi dengan tulisan aksara Cina yang indah dan sangat jelas sekali menunjukkan status social ekonomi orang yang dimakamkan. Makam umumnya dibangun pada lokasi perbukitan, hal ini menujukkan penghargaan dan penghormatan yang tinggi orang Cina terhadap leluhur dan nenek moyangnya. Tanah Perkuburan Sentosa merupakan sumbangan dari Marga Boen, menurut tugu pendiri makam yang dibangun tahun 1935, makam ini didirikan oleh empat orang yaitu Yap Fo Sun tahun 1972, Chin A Heuw tahun 1050, Yap Ten Thiam tahun 1944 dan Lim Sui Cian.
Kompleks pemakaman ini sangat unik dan menarik dengan arsitektur yang berbeda-beda pad tiap makam, bahkan ada makam yang dibangun dengan batu granit seharga 500 juta rupiah. Selain itu dari 11.478 makam terdapat 1 (satu) makam yang beragama Islam yaitu makam Ny. Tjuriaty binti Kusumawidjaya berangka tahun 1994.
Setiap tahun di adakan tradisi Sembahyang Kubur (Ceng Beng atau Qing Ming), seluruh keluarga yang  ada di perantauan pulang dan sembahyang dan memberikan penghormatan terhadap leluhur. Puncak pelaksanaan Ceng Beng dilaksanakan pad tiap tanggal 5 April.

§         Gua Maria Belinyu
Bagi orang Katolik, berziarah ke Goa Maria adalah salah satu kegiatan rohani favorit. Goa Maria belinyu yang dibangun dari goa alamiah dan culup besar. Wisatawan rohani dari mana-mana datang mengunjungi tempat ini. Terletak di kecamatan Belinyu, tepatnya di sebuah bukit yang bernama bukit Moh Thian Liang yang berarti Bukit Menggapai Langit, yang dipenuhi dengan pepohonan hijau. Tempat ini ramai dikunjungi oleh umat beragama Katholik sebagia tempat memanjatkan doa kepada Bunda Maria. Selain itu di tempat ini juga dilakukan prosesi Jalab Saliv untuk mengenang kisah sengsara Yesus Kristus.

§         Tempat Ibadah Dewi Kuan Im
Tempat ibadah ini membuktikan adanya kerukunan antara etnis tionghoa dengan pribumi/melayu di Pulau Bangka. Di Desa Jeliti ini seorang tionghoa bernama Hermanto Wijaya mendirikan tiga rumah ibadah, yaitu Baiturahman, tempat ibadah Dewi Kuan Yin, dan gereja, yang masing-masing hanya berjarak sekitar 50 meter.
Ketiga rumah ibadah itu didirikan Hermanto dengan dukungan warga setempat. Hermanto mendirikan tempat ibadah  Dewi Kuan Im sebagai bentuk pemujaan terhadap dewi berparas  cantik dan punya sifat welas asih ini.
Berbeda dengan kelenteng atau vihara, tempat ibadah Dewi Kuan Im terbuka untuk semua bangsa, suku dan agama. Karena pendirinya meyakini, hanya ada satu Tuhan Sang Pencipta alam semesta. Kelenteng Dewi Kuan Im tak hanya dikunjungi umat Konghucu, tetapi juga penganut agama lain.

§         Vihara Hok Tek Che
Bangunan tua di Tanjung Pandan yang fungsinya tidak berubah adalah kelenteng Hok Tek Che, terletak di tengah kota Tanjung Pandan, kelenteng yang didominasi warna merah itu menjadi tempat bagi umat Tionghoa memeanjatkan doa. Bangunan ini dibangun pada tahun naga, 1868 bersamaan dengan mulai berkembangnya pasar kota.

§         Vihara Dewi Kwan Im
Kelenteng Dewi Kwan Im berada dekat pantai Sampur (atau Samfur), Air Itam, kecamatan Bukit Intan, Pangkalpinang, Bangka. Kelenteng ini adalah milik seseorang yang juga berprofesi sebagai tabib. Di dalam area kelenteng ini ada ruang khusus yang dipergunakan bagi sang tabib untuk berpraktek, yang menurut teman saya Petrus Sinpo Simanjuntak, akan kesurupan ketika tengah melakukan ritual pengobatannya. Suasana Kelenteng ini agak sepi, karena hanya kami yang berada di sana ketika itu. Barangkali saat itu bukan waktu kunjungan yang lazim, namun demikian pintu di dua atau tiga bangunan di dalam kompleks itu tetap terbuka lebar bagi para pengunjung tanpa ada penjagaan.
Dua naga di sebelah kiri mungkin dimaksudkan untuk memberi perlindungan bagi patung raksasa Dewi Kwan Im yang berada di sebelah kanan. Patung Dewi Kwan Im, yang berdiri di atas kelopak bunga teratai, tingginya mencapai 10 meter. Dua orang murid sang Dewi dan dua ekor kura-kura yang melambangkan umur panjang, terlihat berjaga di dekatnya. Dua naga dan bangunan utama kelenteng di latar belakang. Dewi Kwan Im, yang dikenal dengan nama Guanyin di Cina atau Kannon di Jepang, pada umumnya diterima di kalangan masyarakat Cina sebagai bentuk wanita dari Avalokitesvara. Namun demikian dalam mitologi Tao, Kwan Im tidak berkaitan langsung dengan Avalokitesvara.
Kelenteng Dewi Kwan Im berada dekat pantai Sampur (atau Samfur), Air Itam, kecamatan Bukit Intan, Pangkalpinang, Bangka. Kelenteng ini adalah milik seseorang yang juga berprofesi sebagai tabib. Di dalam area kelenteng ini ada ruang khusus yang dipergunakan bagi sang tabib untuk berpraktek.

3.g Wisdom
§      Welcome To Negeri ‘Sepintu Sedulang’
Kata ‘Sepintu Sedulang’ adalah semboyan dan motto masyarakat Bangka yang bermakna adanya persatuan dan kesatuan serta gotong royong. Ritual ini adalah satu kegiatan penduduk pulau Bangka pada waktu pesta kampung membawa dulang yaitu baki bulat berisi makanan untuk dimakan tamu siapa saja di balai adat. Dari ritual ini, tercermin betapa masyarakat Bangka menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan serta gotong royong, bukan hanya dilaksanakan penduduk setempat melainkan juga para pendatang.
Jiwa gotong royong masyarakat Bangka cukup tinggi. Warga masyarakat akan mengulurkan tangannyamembantu jika ada anggota warganya memerlukan. Semua ini berjalan dengan dilandasi jiwa Sepintu Sedulang. Jiwa ini dapat disaksikan, misalnya pada saat panen lada, acara-acara adat, peringatan hari-hari besar keagamaan, perkawinan dan kematian.

3.h Peta


3.i Akses Transportasi
Akses menuju Bangka Belitung dapat ditempuh via udara menuju Bandara HAS Hanandjoeddin di Tanjung Pandan selama 45 menit dari Ibukota Jakarta, berikut jadwal penerbangannya:
Dari Jakarta-Tanjung Pandan
Sriwijaya Air         :                       setiap hari pukul 06.45
Sriwijaya Air         :                       setiap hari pukul 14.05
Batavia Air           :                       setiap hari pukul 10.10

Dari Tanjung Pandan-Jakarta    
Sriwijaya Air         :                       setiap hari pukul 08.10
Sriwijaya Air         :                       setiap hari pukul 15.35
Batavia Air           :                       setiap hari pukul 11.35

4.     SEBUAH ANALISIS
4.a Situs Sejarah
Sejarah Bangka Belitung tak lepas dari masuknya kekuasaan Melayu, China, Belanda dan perjuangan bangsa Indonesia di wilayah ini. Kabupaten Bangka Barat, khususnya Kota Muntok banyak memiliki tempat bersejarah seperti pesanggrahan Menumbinh dan Ranggam tempat pengasingan Bung Karno dan Hatta di zaman revolusi. Bangunan tua dengan arsitektur ala Tiongkok, Eropa dan Melayu dapat dijumpai di seantero Kepulauan ini.
Kota Tua Muntok misalnya, salah satu hambatan utama wisata disana adalah sulitnya transportasi di daerah itu. Agar bisa ke Bukit Manumbing, alat transportasi yang bisa digunakan hanya dengan mobil, atau sepeda motor sewaan dengan biaya relatif mahal 50ribu hingga 75ribu sekali jalan. Sementara mobil sewaan memasang tarif 250ribu rupiah. Mahalnya biaya disebabkan medan yang berat harus dilalui jika hendak ke Manumbing. Jalan menanjak yang lebarnya hanya dua meter menjadi alasan mahalnya tarif. Belum lagi perjalanan menuju Menumbing yang harus melalui hutan perawan sejauh 5 kilometer.
Karena itu alangkah baiknya jika pemerintah setempat beserta dinas terkait mau meninjau keadaan ini dan membangun akses transportasi menuju Menumbing dalam upaya meningkatkan jumlah wisatawan.
Objek wisata lain yang juga butuh perhatian khusus yaitu replika SD ‘Laskar Pelangi’ yang kondisinya cukup memprihatinkan. Walau telah diperbaiki oleh perangkat desa dan masyarakat setempat menyusul sejumlah papan dindingnya yang hilang, bangunan ini masih tampak kotor dan rapuh. Selain kayu dan papan yang digunakan sudah lapuk, beberapa atap seng bangunan ini sudah lepas. Dinas terkait perlu menindaklanjuti keadaan ini mengingat Bangka Belitung kian melambung seiring dengan adanya Film Laskar Pelangi.
Sarana jalan raya di Kepulauan Bangka Belitung lumayan mulus, tanpa kemacetan arus lalu lintas, hal ini memang bisa jadi kelebihan provinsi tersebut. Namun minimnya transportasi dan panduan bagi wisatawan membuat turis was-was saat menginjakkan kaki di Kepulauan Bangka Belitung. Sehingga penjelajahan ke sana mau tak mau memakai jasa biro perjalanan. Bagi wisatawan kelas backpackers, ketiadaan taksi dan minimnya kendaraan umum, akan mengurangi keleluasaan gerak. Kekurangan lain adalah minimnya MCK (mandi-cuci-kakus) atau toilet di beberapa objek wisata. Kalaupun ada, keadaannya kotor dan tidak terawat.
Ke depannya Bangka Belitung diharapkan dapat meningkatkan kualitas sarana dan prasarana (ATM Center, SPBU, Rumah Sakit, Souvenir Shop, dll) yang ada, agar eksotika provinsi ini dapat dinikmati oleh para wisatawan dengan sepenuh hati.

4.b Situs Budaya
Upacara adat seperti Kawin Massal, Hikok Helawang, Nganggung, Rebo Kasan adalah bagian dari ritual yang merupakan agenda tahunan di hampir semua wilayah. Sepintu sedulang yang artinya kebersamaan, persatuan, dan gotong royong terimplementasikan dalam semua tata cara tradisional masyarakatnya.
Sejarah kelenteng tua di Bangka pun tak bisa dipisahkan dari sejarah pertambangan timah. Imigran china yang bekerja sebagai kuli tambang timah di Bangka membangun kelenteng-kelenteng tersebut pada tahun 1800-an. Tak heran jika dari ujung ke ujung Pulau Bangka berdiri sejumlah kelenteng. Memang data pastinya tidak ada, tetapi sedikitnya ada 200 kelenteng besar dan kecil.
Sejatinya yang terpenting dari semua hal diatas menurut saya adalah Informasi, dan bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut. Demi memudahkan wisatawan untuk mendapatkan informasi mengenai budaya Bangka Belitung, dinas terkait hendaknya selalu mengupdate situs web resmi Bangka Belitung, karena sejujurnya saat pengerjaan tulisan ini saya pun sulit mengakses informasi melalui web www.visitbangkabelitung.com dan www.babelprov.go.id  karena akun sedang non-aktif. Melalui media web diharapkan dapat menjadi ajang promosi yang menarik bagi provinsi kepulauan Bangka Belitung.

5.     PENUTUP
Pulau Belitung sangat kaya akan tempat tujuan wisata yang sangat mempesona dan menakjubkan, keanekaragaman budaya, kesenian daerah, atraksi wisata serta atraksi budaya yang menyatu dalam kehidupan masyarakat secara turun–temurun. Karena itulah saya yakin potensi wisata tersebut dapat dikembangkan secara maksimal dimulai dari wisata sejarah dan budayanya yang melimpah, agar dapat bersaing dengan pulau-pulau lain di Indonesia seperti Pulau Bali.
Kiranya Visit Bangka Belitung 2011 ke depannya juga bukanlah hanya sekedar slogan belaka, tetapi dengan penuh harapan semoga semua pihak dapat membuka mata akan potensi besar yang tersembunyi di provinsi ini. Babel hanya butuh perhatian dan keseriusan pemerintah serta dinas terkait untuk menjadi Ikon Baru bagi pariwisata Indonesia.
Dulu Bali, Kini Babel. Ungkapan yang dirasa pas untuk penutup kita kali ini. Setiap memasuki musim liburan, atau jelang akhir tahun, nantinya Anda tidak perlu sibuk merancang tujuan wisata pilihannya pasti tidak jauh-jauh dari Bali.  Tapi kini, pastikan Bangka Belitung menjadi tujuan wisata baru yang patut dicatat dalam agenda liburan Anda.


SUMBER:
Ulung, Gagas. 2010. Amazing Bangka Belitung. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.