Menelusuri sedikit jejak sejarah di Linggarjati, Kuningan
Bertepatan libur lebaran tahun 2009, seperti biasanya kami sekeluarga pergi berkunjung ke rumah Uwa Euis (Kakak perempuan dari ibu) yang ada di Majalengka, untuk saling meminta maaf dan mengunjungi makam Nini Momoh (Nenek saya) berada di daerah Maja. Menginap sehari disana, keesokan paginya kami pergi ke daerah Kuningan bersama tante saya (adik dari bapak) yang menyusul ke Majalengka. Tujuan awal perjalanan kita adalah Kuningan yang berdekatan dengan kota Cirebon.
Awalnya saya dan keluarga berniat untuk ke Kolam renang Cibulan yang konon disana ada ikan yang dianggap masyarakat sekitar kramat dan ada 7 pancuran air yang menurut mitosnya dapat membuat awet muda dan segala apa yang kita minta dapat dikabulkan. Namun sayangnya saat saya ingin menuju sana sudah menjelang malam, dan akses menuju ke lokasi tersebut gelap tidak ada penerangan. Maka dari itu kami sekeluarga memutuskan untuk mencari penginapan di sekitar daerah Linggarjati. Awalnya saya tidak tahu kalo di daerah inilah sebuah perjanjian yang penting bagi bangsa Indonesia dibuat.
Keesokan paginya, saya dibangunkan oleh papi saya untuk bergegas mandi dan ingin mengajak saya ke Museum Linggarjati yang berada di desa yang tidak jauh dari hotel tempat saya menginap. Desa Linggarjati merupakan sebuah Desa kecil yang berada di salah satu wilayah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Perjanjian Linggarjati dilaksanakan, pada tanggal 10-13 November 1946. Perjanjian ini dianggap sebagai perjanjian yang sangat penting, karena berhubungan erat dengan eksistensi Pemerintah Indonesia dimata dunia pada waktu itu, baik secara De Facto dan De Jure dipertaruhkan dan menghasilkan Naskah Linggarjati sehingga gedung ini sering disebut Gedung Perundingan Linggarjati diantaranya isi pokok persetujuan Linggarjati adalah :
- Belanda mengakui secara De Facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura
- Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk negara Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
- Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
*Bagian depan - Pintu Masuk Museum
Peristiwa yang berlangsung 59 tahun silam tersebut, masih dapat kita saksikan melalui peninggalan-peninggalan yang ada di Gedung Linggarjati, sekaligus dijadikan sebagai salah satu bangunan cagar budaya oleh Pemerintah sesuai dengan UU.No.5 tahun 1992. Desa Linggarjati berada di wilayah Blok Wage, Dusun Tiga, Kampung Cipaku, kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Desa berada di ketinggian 400 meter. Untuk mencapai lokasi ini tidaklah terlalu sulit, karena akses jalan aspal yang mulus, sehingga mudah sekali dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Dari arah Cirebon kurang lebih 25 km sedangkan dari arah Kuningan kurang lebih 17 km.
Hawa sejuk dapat saya rasakan saat sampai di Museum ini, sebuah rumah yang sudah 3 kali berubah fungsi, berada di lahan hijau seluas 2,4 ha, dengan luas bangunan 800 m2. Berawal dari rumah milik Ibu Jasitem tahun 1918, kemudian pada tahun 1921 oleh seorang bangsa Belanda bernama Tersana dirombak menjadi rumah semi permanen, pada tahun 1930-1935 setelah dibeli keluarga Van Ost Dome (bangsa Belanda) dirombak menjadi rumah tinggal seperti sekarang, kemudian pada tahun 1935 -1946 dikontrak Heiker (bangsa Belanda) dijadikan Hotel yang bernama Rus "Toord".
Keadaan ini berlanjut setelah Jepang menduduki Indonesia dan diteruskan setelah kemerdekaan Indonesia. Pada zaman pendudukan Jepang, hotel tersebut berubah namanya menjadi Hotel Hokay Ryokan. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945 hotel ini diberi nama Hotel Merdeka. Jika diperhatikan, pembagian ruangan dalam Museum Perundingan Linggajati sekarang masih menyerupai pembagian ruangan untuk bangunan hotel.
Pada tahun 1946 di gedung ini berlangsung peristiwa bersejarah yaitu Perundingan antar Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda yang menghasilkan Naskah Linggarjati sehingga gedung ini sering disebut Gedung Perundingan Linggajati. Sejak aksi militer tentara Belanda ke-2 1948-1950 gedung dijadikan markas Belanda, kemudian pada tahun 1950 - 1975 difungsikan menjadi Sekolah Dasar Negeri Linggajati, selanjutnya pada tahun 1975 Bung Hatta dan Ibu Sjahrir berkunjung dengan membawa pesan bahwa gedung ini akan dipugar oleh Pertamina, tetapi usaha ini hanya sampai pembuatan bangunan sekolah untuk Sekolah Dasar Negeri Linggajati yang selanjutnya pada tahun 1976 gedung ini oleh diserahkan Kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk dijadikan Museum Memorial.
Saat saya datang ke tempat ini, tidak ada biaya masuk hanya mengisi buku tamu dan membayar seiklasnya untuk perawatan museum ini. Bangunan ini terdiri dari beberapa ruang, yaitu ruang tamu, ruang tengah, kamar tidur, kamar mandi dan ruang belakang. Ruang tamu dipergunakan sebagai ruang untuk melakukan lobi dan meeting informal. Ruang tengah merupakan ruang utama, dimana perjanjian Linggarjati dilaksanakan. Dan posisi kursi yang diduduki oleh para anggota perundingan masih sama seperti dulu waktu perundingan dilangsungkan. diantara para peserta perundingan tersebut adalah, delegasi Indonesia terdiri dari Sutan Sjahrir, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, Dr.A.K.Gani, Mr.Muhammad Roem dan delegasi Belanda terdiri dari Prof.Ir. Schermerhorn, Mr.Van Poll , Dr.F.DeBoe, Dr.Van Mook. Dan sebagai notulensi adalah Dr.J.Leimena, Dr.Soedarsono, Mr.Amir Sjarifuddin, Mr.Ali Budiardjo. Kamar-kamar tidur yang bersebelahan dengan ruang perundingan merupakan tempat tidur yang dipergunakan oleh delegasi Indonesia dan Belanda selama mengikuti jalannya perundingan.
Pada saat saya kesana, tempat ini sangat sepi dikunjungi hanya beberapa orang yang datang untuk melihat sedikit memorial sejarah terpenting bagi bangsa Indonesia, namun kata seorang penjaga disana, pada hari libur sekolah juga banyak anak – anak sekolah yang datang ke tempat ini. Namun museum ini sangat terawat, dan jika anda berkesempatan berkunjung ke tempat ini dapat merasakan kedamaian dan kesejukan yang tidak pernah anda dapatkan di Jakarta.
Obyek | - Pendakian gunung ceremai, - Kolam renang cibulan - Linggarjati Indah |
Agenda Wisata | |
Transportasi | Mobil Pribadi |
Kuliner | Tahu gejrot dengan harga 4.000/porsi |
Jarak | Untuk menuju ke lokasi ini dapat ditempuh dengan mobil dengan jarak 35 km dari Cirebon dan 17 km dari Kuningan. |
Hotel | - Hotel Ayong - Villa Lingarjati Indah - Hotel Mata Air |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar