Dalam Satu Wujud kebuduyaan terdapat 7 Unsur yang sangat erat Hubungannya. Berikut ini yang akan saya bahas adalah tentang Unsur- unsur yang dimiliki pada jaman Generasi Tua, berikut penjelasannya.
Saya Dwitiya Dyah Kirana adalah anak dari Edi Widaryanto, Beliau lahir pada 20 tanggal Januari 1958 di Semarang dan Ibu saya bernama Nur Hermiastuti, Lahir pada 17 Agustus 1965 di Sorong namun walaupun ibu saya lahir di Sorong, Papua tetapi beliau bukan orang papua melainkan orang jawa asli. Dan wujud kebudayaan yang terkandung adalah sebagai berikut
kedua orang tuaku tersayang :)
Wujud :
- Bahasa :
Karena kedua orang tua saya adalah orang jawa asli jadi sejak kecil mereka sudah terbiasa dengan bahasa jawa. Bahasa yang digunakan sehari harinya adalah bahasa jawa. Kalau dari ibu saya terkadang masih sering menggunakan bahasa indonesia karena tempat ia tinggal tidak semuanya bisa berbahasa jawa namun pada saat jaman ayah saya kecil beliau menggunakan bahasa jawa asli dan jarang sekali menggunakan bahasa indonesia. Di daerah ayah saya tinggal dahulunya banyak sekali orang yang tidak bisa berbahasa indonesia, mereka lebih akrab menggunakan bahasa jawa ataupun malah bahasa belanda, hal ini disebabkan karena masih terpengaruhnya bangsa belanda yang dulu sempat menjajah indonesia akan tetapi yang kerap menggunakan bahasa belanda dicampur bahasa jawa adalah golongan orang-orang tua seperti nenek saya (ibu dari ayah) atau mbah buyut saya. Kalau di bandingkan dengan masa sekarang sangatlah jauh berbeda, jaman sekarang jarang sekali orang yang menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari mungkin ada namun untuk di kota besar seperti Jakarta bahasa yang digunakan sudah mulai kebarat-baratan. Jaman sekarang semua orang dituntut bisa berbahasa Inggris tetapi jaman dahulu orang masih menggunakan bahasa daerah masing-masing. Di dalam bahasa Jawa ada dua bahasa yang membedakan, yang dikenal dengan sebutan “Jawa Halus” dan “Jawa Kasar”. Biasanya jawa halus seringkali digunakan oleh kaum-kaum bangsawan atau darah biru dan jawa kasar sangat-sangat dilarang dikalangan ini. Sebalinya orang-orang biasa (Rakyat biasa) seringkali menggunakan bahasa jawa kasar untuk percakapan sehari-hari malahan mereka tidak terbiasa dengan bahasa jawa halus yang katanya bilamana mereka kerap menggunakan jawa halus mereka malah akan diejek-ejek seperti ini “buat apa menggunakan logat keraton kalau saja kita tetap tidak ada darah bangsawannya”. Berikut ini adalah contoh jawa halus dengan jawa kasar :
Makan = Dahar (Jawa Halus) dan Mangan (Jawa Kasar)
Tidak Tahu = Mboten Ngertos (Jawa Halus) dan Orak Tau, Mboh (Jawa Kasar)
Sudah Makan = Sampun Dahar (Jawa Halus) dan Owes Mangan (Jawa Kasar)
itulah contoh yang membedakan jawa halus dan kasar.
- Sistem Ekonomi :
Perekonomian di Jaman dahulu tidak seperti sekarang, dulu apa apa masih tergolong murah dan bisa dijangkau kalau jaman sekarang semua serba mahal dan perekonomian morat marit luar biasa. Ketika Ibu saya masih sekolah di sekolah dasar uang jajannya masih Rp 25,- uang seperti itu jaman dulu bisa membeli makanan dan buku tetapi sekarang? Uang Rp 500,- saja dianggap tidak ada harganya, sungguh jauh berbeda bukan? Jaman dahulu tidak ada orang yang membedakan dengan kelas ekonominya, mungkin ada tetapi tidak banyak seperti sekarang. Kalau jaman sekarang apa apa dihitung dengan uang semua bisa dibeli dengan uang sampai kedudukan dan harga diri seseorang bisa dibeli dengan uang tetapi kalau jaman dulu? Tidak sekeras sekarang. Jaman dulu tidak terlalu mencolok golongan orang kaya dan miskin karena dulu masih gampang sekali mencari lapangan pekerjaan jadi semua orang sama kedudukannya. Jaman dulu masih banyak orang yang bisa makan dan menghidupi anaknya dengan beasiswa disekolahnya kalau sekarang tidak lagi seperti itu walaupun ingin mendapat beasiswa tetapi harus ada duit yang harus sedikit-sedikit dikeluarkan dengan alasan ini itu. Kebanyakan mata pencarian di jaman dulu adalah sebagai petani dan guru, semua kakek saya adalah seorang guru dan jaman dulu gaji guru tergolong tidak banyak namun kakek saya tetap bisa menyekolahkan anak-anaknya. Itulah yang membedakan jaman dahulu dan sekarang.
- Sistem Teknologi :
Sama halnya dengan sistem teknologi, jaman dahulu bisa dibilang teknologi sangat kurang tidak update dan berkembang terus seperti sekarang. Jaman dahulu pada saat ayah saya sekolah masih jalan kaki dan terkadang naik sepeda, dan yang mempunyai sepeda pun dulu tidak begitu banyak. Sekarang? Semua menjadi mudah karena adanya motor dan mobil atau angkutan umum yang dimana semua itu tidak lagi mengguanakan tenaga manusia seperti sepeda. Tidak hanya itu saja, jaman dahulu saat ayah saya bermain dengan teman-temannya mereka sering sekali bermain dengan menggunakan alat-alat yang ada disekitarnya yang berhubungan dengan alam, Seperti pistol-pistolan jaman dulu terbuat dari pelepah pisang dan dirakit dengan karet namun pada saat itu ayah saya sudah sangat menikamti permainan seperti itu, sekarang? Game-game elektronik sudah banyak dipasarkan yang hanya dengan santai saja duduk dikursi lalu sudah asik bermain sendiri dengan alat yang dimainkannya, seperti playstation dan lain lain. Terkadang sistem teknologi seperti sekarang sangat membawa dampak buruk kepada lingkungan sosial contohnya alat game tadi dengan alat itu anak-anak sudah terhibur sendiri tanpa harus bersosialisasi dengan teman-temannya tapi jaman dahulu? Jarang sekali permainan yang bisa dimainkan sendiri saja tanpa bergantung pada orang lain atau teman-temannya. Namun tidak hanya dampak negatifnya saja, dampak positifnya juga dapat kita lihat seperti kendaaran sepeda dengan sepeda motor, dengan menggunakan sepeda waktu tempuh yang digunakan sangatlah lama dan menguras tenaga kita namun dengan motor hidup serasa lebih mudah, semua akses bisa gampang dilalui dengan waktu yang tidak cukup lama dan dengan sepeda motor orang-orang sudah tidak usah capek lagi mengendarainya.
- Sistem Sosial :
Dari keturunan Ibu saya masih terdapat golongan darah biru atau bangsawan, karena kakek saya masih keturunan dari keraton Solo. Ditandainya keturunan tersebut karena pada nama depan ibu saya terdapat singkatan yaitu Rr (Raden Roro) raden roro ini adalah nama khusus wanita, lain halnya dengan pria kalau pria nama depannya ditambahkan dengan Rm (Raden Mas). Tetapi walaupun ibu saya adalah keturunan dari keraton namun itu hanya sebuah keturunan saja yang diwariskan dari masa ke masa bukan berarti kehidupannya harus tinggal di keraton. Karena ibu saya yang mewariskan garis keturunan ayahnya (kakek saya) maka keturunan selanjutnya tidak dapat diteruskan lagi ke saya ataupun kakak saya, itu disebabkan karena keturunan saya berasal dari ayah saya dan ibu saya menikah dengan ayah saya jadi keturunan kakek saya habis di ibu saya dan tidak bisa lagi diteruskan ke saya karena di dalam darah ayah sayah tidak melahirkan garis keturunan bangsawan. Jadi saya dan kakak saya adalah golongan biasa bukan golongan dari ibu saya dahulunya.
- Sisi Realigi :
Sisi realigi jaman dahulu tidak berbeda dengan sekarang, jaman dahulu banyak yang menganut agama islam dan non islam juga tetapi yang menarik adalah dikawasan ayah saya tinggal, dikawasan ayah saya tinggal orang-orangnya masih menganut agama 'kejawen' apa itu kejawen? Kejawen adalah agama yang 'hanya' percaya dengan tuhan sang maha pencipta namun mereka tidak menyembah kepadanya. Dalam diri mereka mereka hanya percaya saja dan tidak beribadah sebagai mana mestinya. Namun yang mereka tahu, bilamana mereka meminta mereka yakin bahwa sang maha pencipta dapat mengabulkan keinginan mereka. Kalau kata ayah saya di jaman sekarang ini agama seperti itu disebut dengan agama 'kepercayaan'. Agama ini tidak jelas islam atau non islamnya yang pasti mereka hanya percaya dan ritualnya hanya mereka dan pengikutnya yang mengerti.
- Seni :
Jaman dahulu seni pertunjukan wayang adalah seni yang paling khas di daerah ayah saya. Selain hiburan makna yang disampaikan pun bermacam-macam sesuai dengan alur ceritanya. Wayang disini adalah wayang kulit yang sering dipentaskan, jarang sekali wayang orang sering dipertunjukan. Wayang kulit biasanya dipertunjukan pada malam minggu atau sabtu malam dan ayah saya sangat gemar menonton pentas wayang, sampai buktinya sekarang ini ayah saya masih suka mengkoleksi vcd-vcd wayang kulit karena kegemarannya sedari dulu. Beda dengan jaman sekarang, jaman sekarang lebih mempertunjukan pentas band band musik yang sedikit-sedikit kebarat-baratan yang dimana malah seperti itu yang dinikmati oleh anak muda jaman sekarang tetapi apa yang bisa di ambil dari seni budayanya? Jawabannya itu tergantung masing-masing seniman muda sekarang bagaimana mengAplikasikan musik dengan seni tradisional supaya seni tradisional tidak luntur seiring dengan berjalannya waktu.
- Sistem Pengetahuan :
Pendidikan ayah dan ibu saya diakhiri sampai jenjang SMA saja. Kalau Jaman dulu pendidikan SMA masih disebut dengan caturwulan I,II,III dan itu sepertinya terasa lama sekolahnya kata ayah saya padahal sebenarnya hanya penyebutannya saja yang berbeda, kalau sekolah-sekolah sekarang disebutnya dengan semesteran. Jaman dulu untuk bisa lulus dari jenjang SMP ke SMA atau bahkan SMA akan ke perguruan tinggi ditentukan dengan nilai NEM (sebutan dijaman itu) tetapi walaupun ditentukan dengan nilai nem nilai UAN juga sama menentukannya. Hanya saja nilai NEM lebih berpengaruh karena dengan nilai NEM itu nanti akan ditentukannya kita bisa masuk ke sma sesuai dengan nilai tersebut. Jadi UAN hanya ujian Akhirnya saja dan nilai UAN bukan penentu utama untuk bisa masuk ke sekolah favorit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar