Minggu, 09 Januari 2011

Keanekaragaman Nusa Tenggara Barat

POTENSI WISATA BUDAYA NUSA TENGGARA BARAT
Sebuah Analisis Penjelajahan Awal


Kali ini UAS yang saya bahas tentang kawasan Nusa Tenggara Barat. Beberapa situs-situs penting dan beberapa info menarik mungkin bisa bermanfaat untuk kalian, dan berikut ini adalah penjabarannya.

      1. Pendahaluan
Keberadaan status Provinsi, bagi NTB tidak datang dengan sendirinya. Perjuangan menuntut terbentuknya Provinsi NTB berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama. Meski begitu, tanggal 17 Desember 2008 yang lalu, NTB telah genap berusia 50 tahun atau usia emas. Pada usia emas NTB ini, NTB dipimpin pasangan K.H. M. Zainul Majdi, M.A, dan Ir. H. Badrul Munir, M.M. Dimana, sosok kedua pemimpin ini bertekad menjadikan NTB lebih baik, bersaing dengan daerah lain di Indonesia.
Provinsi NTB, sebelumnya sempat menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur dalam konsepsi Negara Republik Indonesia Serikat dan menjadi bagian dari Provinsi Sunda Kecil setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia. Seiring dinamika zaman dan setelah mengalami beberapa kali proses perubahan sistem ketatanegaraan pasca diproklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia, barulah terbentuk Provinsi NTB.
NTB, secara resmi mendapatkan status sebagai provinsi sebagaimana adanya sekarang, sejak tahun 1958, berawal dari ditetapkannya Undang-undang Nomor 64 Tahun 1958 tanggal 14 Agustus 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Bali, NTB dan NTT. Pada waktu itu, yang dipercayakan menjadi Gubernur NTB yang pertama adalah AR. Moh. Ruslan Djakraningrat.
Walaupun secara yuridis formal Daerah Tingkat I NTB yang meliputi 6 daerah Tingkat II dibentuk pada tanggal 14 Agustus 1958, namun penyelenggaraan pemerintahan berjalan berdasarkan Undang-undang Negara Indonesia Timur Nomor 44 Tahun 1950 dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Keadaan yang tumpang tindih ini berlangsung hingga tanggal 17 Desember 1958, ketika Pemerintah Daerah Lombok dan Sumbawa dilikuidasi. Hari Likuidasi inilah yang menandai resmi terbentuknya Provinsi NTB.
Zaman terus berganti, konsolidasi kekuasaan dan pemerintahan pun terus terjadi. Pada tahun 1968 dalam situasi yang masih belum menggembirakan sebagai akibat berbagai krisis nasional yang membias ke daerah, Gubernur pertama AR. Moh. Ruslan Djakraningrat digantikan HR. Wasita Kusuma. Dengan mulai bergulirnya Program Pembangunan Lima Tahun Tahap Pertama (PelitaI) langkah perbaikan ekonomi, sosial, politik mulai terjadi.
Pada tahun 1978 H.R. Wasita Kusuma digantikan H. Gatot Soeherman sebagai Gubernur Provinsi NTB yang ketiga. Dalam masa kepemimpinannya, usaha-usaha pembangunan kian dimantapkan dan Provinsi NTB yang dikenal sebagai daerah minus, berubah menjadi daerah swasembada beras di tingkat nasional. Bahkan sejak saat itulah, NTB dikenal sebagai daerah Bumi Gogo Rancah (Gora).
Pada tahun 1988 Drs. H. Warsito, S.H, terpilih memimpin NTB menggantikan H. Gatot Soeherman. Drs. H. Warsito, S.H, mengendalikan tampuk pemerintahan di Provinsi NTB selama dua periode. Pada masa H. Warsito fokus pengembangan pariwisata di NTB dimulai, sehingga pariwisata NTB seperti sekarang ini. Selain itu, ide menjadikan NTB bisa setara dengan daerah lain di Indonesia juga dilakukan. Salah satunya dengan membangun infrastruktur yang bias mendukung perkembangan NTB di masa mendatang. Seperti pembebasan tanah ratusan hektar tanah di Lombok Tengah untuk lokasi pembangunan Bandara Internasional di NTB. Tanggal 31 Agustus 1998. H.Warsito digantikan Drs. H. Harun Al Rasyid M, Si hingga 31 Agustus 2003. Drs. H. Harun Al Rasyid M.Si berjuang membangun NTB dengan berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui Program Gema Prima.
Tahun 2003 hingga 1 September 2008 Drs. H. Lalu Serinata dan Drs. H.B. Thamrin Rayes memimpin NTB. Pada masa ini berbagai macam upaya dilakukan dalam membangun NTB dan mengejar ketertinggalan di berbagai bidang dan sektor. Di zaman ini, sejumlah program diluncurkan, seperti Gerbang E mas dengan program Gerbang Emas Bangun Desa. Selain itu, pada masa ini pembangunan Bandara Internasional Lombok di Lombok Tengah mulai terealisasi dan ditergetkan rampung pertengahan 2009. Tidak hanya itu, ada kepastian investasi dari Emaar Properties, investor asal Dubai Uni Emirat Arab untuk mengembangkan eks Lombok Tourism Development Corporotion (LTDC) di Lombok Tengah bagian selatan.
Provinsi NTB dalam usianya yang ke 50 telah dipimpin 7 putra terbaik bangsa. Kini masyarakat NTB menitipkan amanah memimpin pembangunan daerah di pundak KH. M. Zainul Majdi, M.A dan Wakil Gubernur NTB , Ir. H. Badrul Munir, M.M. Di usia ke 50 tahun, pemerintah dan segenap komponen masyarakat NTB terus bergegas dan meretas jalan harapan menuju terwujudnya NTB Beriman dan Berdaya Saing. .
Dan berikut ini adalah beberapa kelompokan kabupaten dan Kota di NTB ini :


Letak dan Keadaan Alam
Nusa Tenggara Barat yang terdiri dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, memiliki luas wilayah 20.153,15 km2.Terletak antara 115° 46' - 119° 5' Bujur Timur dan 8° 10' - 9 °g 5' Lintang Selatan. Selong merupakan kota yang mempunyai ketinggian paling tinggi, yaitu 148 m dari permukaan laut sementara Raba terendah dengan 13 m dari permukaan laut. Dari tujuh gunung yang ada di Pulau Lombok, Gunung Rinjani merupakan tertinggi dengan ketinggian 3.775 m, sedangkan Gunung Tambora merupakan gunung tertinggi di Sumbawa dengan ketinggian 2.851 m.

I k l i m
Berdasarkan data statistik dari lembaga meteorologi, temperatur maksimum pada tahun 2001 berkisar antara 30,9° – 32,1° C, dan temperatur minimum berkisar antara 20,6° - 24,5&degC. Temperatur tertinggi terjadi pada bulan September dan terendah ada bulan Nopember. Sebagai daerah tropis, NTB mempunyai rata-rata kelembaban yang relatif tinggi, yaitu antara 48 - 95 %

Letak Geografis Daerah Nusa Tenggara Barat
A. Nusa Tenggara Barat Terletak Antara :
Barat - Timur 115° e46' Bujur Timur
Utara - Selatan 8° 10' Lintang Selatan
B. Batas Wilayah Sebelah Utara Dengan : Laut Jawa dan Laut Flores
Sebelah Selatan Dengan : Samudra Indonesia
Sebelah Barat Dengan : Selat Lombok / Prop. Bali
Sebelah Timur Dengan : Selat Sape / Propinsi NTT

  1. SITUS-SITUS SEJARAH

  1. a) Situs Eksitu
Tidak banyak benda-benda bersejarah yang masih terlihat keberadaannya di Mataram ataupun Lombok ini karena terbesit kabar bahwa benda sejarah yang ada selama bertahun-tahun lamanya sudah di ambil alihkan oleh UNESCO dan di pelihara baik disana. Di sini benda-benda yang bersejarah itu sudah tidak terawat lagi dan dianggap benda biasa padahal menurut unesco benda bersejarah itu mempunyai nilai history yang tinggi. Namun kesalahan ini segera ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Menurutnya barang yang memang milik kita haruslah menjadi hak kita, tetapi unesco memberikan syarat bahwa bilamana barang ini ingin di ambil lagi maka tempat yang bersangkutan harus membayar atas barang yang sudah unesco rawat selama ini (ganti rugi). Dan pada saat itu departemen kebudayaan dan pariwisata segera mengambil alih, benda bersejarah yang di ambil hanya sisa-sisa yang masih terawat seperti Yoni, nekara, naskah 1239 yang merupakan sejarah kuno tentang pulau lombok dan menulisnya dalam bahasa asli yang tidak lagi digunakan sebagaimana mestinya dan berikutnya ditulis di daun kelapa kering, kulit kayu dan bambu. Sekarang benda-benda di simpan di Museum Panji Tilar di Jalan Panji Tilar, Ampenan Lombok. Akses transportasinya mudah, bisa dilalui dengan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum (mini bus dan bus)






Map daerah ampenan dan sekitarnya

  1. b) Situs Insitu

Kereweng : adalah sebuah penemuan bersejarah di Lombok yang masih sangat asli keberadaannya dan tidak berpindah-pindah apalagi sampai dipindahkan. Kereweng adalah sejenis batu bata yang memiliki ketebalan berbeda-beda. Jenis batu bata ini konon sama dengan era Kerajaan Majapahit dulu. Dan pada saat itu semakin dalam penggalian, ditemukanlah susuan batubata berupa candi dan kereweng ini termasuk di dalamnya.
Kemiripan dengan Kerajaan Majapahit ini disimpulkan arkeolog, bahwa kebudayaan Majapahit tersebar juga hingga ke daerah Dorobata. Diterangkan, situs tersebut dibangun sekitar abad ke 13-14 masehi. Tempat itu dibangun sebagai tempat pemujaan oleh pemeluk Agama Hindu yang mencerminkan tradisi megalitik. Dorobata ini yang juga dijadikan sebagai nama daerah atau tempat, sangat bermanfaat bagi masyarakat. Pasalnya tempat itu menjadi saranan bagi masyarakat untuk meningkatkan kehidupan yang berbasis kebersamaan, tolong menolong, kerjasama dan gotong royong. Bangunan monumental tersebut merupakan realisasi dari suatu kebersamaan. Kebersamaan antara pemimpin dengan masyarakat. Dimana pada saat itu, kehidupan ditandai oleh budaya Hindu yang dipengaruhi oleh kerajaan besar Majapahit. Sistem kehidupan masyarakat jelas mengacu pada hubungan antar raja, pendeta dan masyarakat. Dan sekarang susanan batu bata itu sudah menjadi candi yang diberi nama Candi sanlai tangga. Lokasi Candi ini berada dikawasan Dorabata, Lombok.

  1. c) Kota Tua
Kota Tua Ampenan : Daerah ini dahulunya merupakan pusat kota di Pulau Lombok. Di sebelah baratnya berbatasan dengan Selat Lombok yaitu laut yang menghubungkan Pulau Lombok dengan Pulau Bali. Di kecamatan ini terdapat peninggalan kota tua karena dahulunya merupakan pelabuhan utama daerah Lombok, dan sekarang pelabuhan telah pindah ke Lembar
Di Ampenan ini terdapat banyak kampung yang merupakan perwujudan dari berbagai suku bangsa di Indonesia diantaranya
Kampung Tionghoa, Kampung Bugis, Kampung Melayu, Kampung Jawa, Kampung Arab, Kampung Bali dll, sehingga masyarakat yang ada di sini bersifat heterogen dan rukun. Deretan banguan tua berlanggam kolonial seolah ingin menyuarakan fungsinya di masa lalu pada zaman pelabuhan melakukan aktivitas dan dipenuhi pekerja. Hunian mereka dicirikan oleh ruang tamu sempit, dengan altar kecil dipenuhi potret anggota keluarga telah tiada, guci berisi abu jenazah, lilin merah, kembang dalam vas ditambah hio atau dupa yang merupakan ciri khas hunian Tionghoa. Ada beberapa oleh-oleh dari jalan-jalan menyusuri kota tua ampenan. Karang ujung juga merupakan salah satu kampung yg berada di kota ampenan. Karang ujung ini juga memiliki aneka budaya tersendiri,yang diakibatkan oleh banyaknya suku bangsa yang berbeda-beda yang menetap disana. Kota tua ampenan ini dapat di akses melalui kendaraan pribadi atau umum karena lokasinya tidak jauh dari Kota lombok dan berikut adalah gambar keadaan ampenan.





  1. d) Desa Tradisional
  • Dusun Sade “Desa satu-satunya di Lombok dengan kebudayaan lombok yang kental” :
Dusun Sade terletak di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat, berjarak kurang lebih 30 kilometer dari kota Mataram. Untuk menemukan dusun ini tidak lah sulit karena berada tepat di tepi jalan raya Praya – Kuta pada bagian luar dusun terdapat papan nama besar bertulisan dusun Sade.
Dusun Sade merupakan salah satu perkampungan suku sasak yang merupakan suku asli masyarakat Lombok, bangunan di dusun Sade ini masih sangat tradisional setiap bangunan terbuat dari kayu dan bilik bambu pada dindingnya serta beratapkan ijuk jerami.
Bentuk rumah penduduk sangat unik yaitu terdiri dari 2 ruang, ruang pertama bagian depan ruang yang terdapat setelah kita memasuki pintu utama rumah setelah itu terdapat ruang dalam yang letak lantainya lebih tinggi 2 anak tangga dari lantai ruang depan, untuk memasuki ruang dalam kita harus melewati pintu kayu yang berukuran kecil dengan tinggi sekitar 150 cm dan berbentuk oval.
Di ruang dalam ini terdapat 2 tungku untuk memasak yang terbuat dari tanah dan menyatu dengan lantainya. Masyarakat Sade memasak menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya, tidak jauh dari tungku terdapat ruang dengan dinding bilik bambu yang merupakan ruang tidur. Jarak antara lantai dengan atap sangat tinggi sehingga udara di dalamnya terasa sejuk. Rumah-rumah berjajar rapi dengan tinggi yang hampir sama antara satu rumah dengan rumah yang lainnya sehingga terkesan sangat rapih.
Pada bagian luar rumah tepatnya di depan rumah terdapat bagunan lumbung padi yang bentuknya sangat khas, pada bagian bawah lumbung terdapat bale-bale tempat penduduk berinteraksi sekaligus menjaga lumbung. Jalan penghubung antara rumah masih terbuat dari tanah tetapi ada beberapa bagian jalan yang sudah dibuat dengan semen dan ubin.
Mata pencarian penduduk adalah bertani sementara para wanitanya bertenun membuat kain sendiri dengan motif khas cicak, hasil tenun di pasarkan pada art shop dan juga di sekitar rumah dengan harga bervariasi tergantung ukuran dan tingkat kerumitan proses pembuatan kain tenun.
Selama di dalam dusun ini sangat terasa kenyamanan dan kedamaian lingkungan, kenyamanan yang sangat sulit didapat di kota besar, walaupun dusun Sade berada di tempat keramaian tepi jalan raya sungguh terasa sekali petualangan saat berada di dalamnya.
Dusun Sade merupakan salah satu dusun tradisional yang masih bertahan diantara ratusan dusun tradisional yang ada di Indonesia dan merupakan kekayaan budaya negara kita. Semoga tetap bertahan di tengah derasnya arus modern.

  • Desa Wisata Batu Besar Rintang :
Dari Kuta kita bisa pergi ke Batu Nampar dengan Sengkol, Mujur dan Ganti. Tak lama setelah pergantian Ganti ke Batu Nampar kita akan menemukan desa Batu besar Rintang. Di sini hanya rumah-rumah tradisional dan gudang beras. Hanya beberapa wisatawan datang ke sini, warga sangat tertarik dengan kebiasaan orang asing yang datang.

Desa di seberang jalan ini memiliki nama kecil yakni Mata Mailing ramah, 'pencuri mata'. Di beberapa bagian Tengah dan Selatan-Lombok pencuri yang dikagumi selama mereka mencuri dari desa-desa lain (sering sapi yang dicurinya) dan berbagi keuntungan. Mencuri tidak kembali dari waktu yang ada dan sering kelaparan. Pencuri yang pintar mencuri ternak bangga karena dapat diberi gelar 'master pencuri'.
Di luar Batu Nampar ada gudang garam besar dan di teluk ini adalah platform rumput laut yang banyak. Bugis dan Mandar migran, yang lebih suka menggunakan pilar-rumah dari tanah air mereka, lebih biasa daripada rumah tradisional Sasak. Beberapa rumah memiliki warna yang indah, motif geometris di dinding. Dalam Batu Nampar kita bisa membelah perahu ke sisi lain teluk, ke desa Ekas dan 1 jam perjalanannya.

  1. SITUS BUDAYA
  1. a) Tradisi yang masih berlangsung (warisan budaya)
Presean adalah merupakan salah satu dari sekian banyak warisan kekayaan budaya di Gumi Lombok Sileparang yang masih ada dan masih aktif ditampilkan. warisan budaya yang satu ini tergolong unik dan mempunyai daya tarik yang luar biasa dibidang pariwisata baik lokal maupun manca Negara.disamping unik presean juga terbukti dapat memacu adrenalin, bagaimana tidak? untuk mengikuti presean dibutuhkan cukup keberanian untuk menghadapi rasa sakit terkena pukulan lawan menggunakan senjata rotan yang berlapis aspal. tidak sedikit dari mereka yang ikut di ajang presean ini mendapatkan luka memar(bilet=sasak) dan bahkan mengeluarkan darah. presean berlangsung selama tiga ronde dengan pada masing-masing ronde berdurasi 3 menit. presean akan dihentikan dan pemain dikatakan kalah ketika mengluarkan darah dari kepala.
Presean bukan ajang pukul pukulan, adu berani, unjuk gigi, akan tetapi banyak pesan moril yang sangat dalam yang disampaikan terutama jiwa sportifitas yang tinggi dan persabatan. pertandingan antar pepadu hampir tidak pernah menyisakan dendam walaupun menyisakan bekas luka dimasing-masing badan, pertandingan presean biasanya berakhir dengan berpelukan dan mempererat persabatan, bahkan ketika selesai bertanding tidak jarang dari para pepadu saling mengundang untuk mendatangi rumah masing-masing sambil membicarakan tentang pertandingan mereka di arena dengan akrab dan senyum sembari menikmati segelas kopi.
  1. b) Arsitektur Tradisional (Rumah Adat)
Suku Sasak adalah penduduk asli dan suku mayoritas di Lombok, NTB. Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana terekam dalam kitab Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab tersebut, suku Sasak disebut “Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi.” Jika saat kitab tersebut dikarang suku Sasak telah mempunyai sistem budaya yang mapan, maka kemampuannya untuk tetap eksis sampai saat ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini mampu menjaga dan melestarikan tradisinya.
Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan Sasak adalah bentuk bangunan rumah adatnya. Rumah bukan sekadar tempat hunian yang multifungsi, melainkan juga punya nilai estetika dan pesan-pesan filosofi bagi penghuninya, baik arsitektur maupun tata ruangnya. Rumah adat Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5-2 meter dari permukaan tanah.
Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu, hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang induk) yang meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.
Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa empat persegi panjang. Selain itu ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem geser. Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau atau kuda, getah, dan abu jerami. Undak-undak (tangga), digunakan sebagai penghubung antara bale luar dan bale dalem.
Hal lain yang cukup menarik diperhatikan dari rumah adat Sasak adalah pola pembangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena konsep itulah, maka komplek perumahan adat Sasak tampak teratur seperti menggambarkan kehidupan harmoni penduduk setempat.
Bentuk rumah tradisional Lombok berkembang saat pemerintahan Kerajaan Karang Asem (abad 17), di mana arsitektur Lombok dikawinkan dengan arsitektur Bali. Selain tempat berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika, filosofi, dan kehidupan sederhana para penduduk di masa lampau yang mengandalkan sumber daya alam sebagai tambang nafkah harian, sekaligus sebagai bahan pembangunan rumah. Lantai rumah itu adalah campuran dari tanah, getah pohon kayu banten dan bajur (istilah lokal), dicampur batu bara yang ada dalam batu bateri, abu jerami yang dibakar, kemudian diolesi dengan kotoran kerbau atau kuda di bagian permukaan lantai. Materi membuat lantai rumah itu berfungsi sebagai zat perekat, juga guna menghindari lantai tidak lembab. Bahan lantai itu digunakan, oleh warga di Dusun Sade, mengingat kotoran kerbau atau sapi tidak bisa bersenyawa dengan tanah liat yang merupakan jenis tanah di dusun itu.
Konstruksi rumah tradisional Sasak agaknya terkait pula dengan perspektif Islam. Anak tangga sebanyak tiga buah tadi adalah simbol daur hidup manusia: lahir, berkembang, dan mati. Juga sebagai keluarga batih (ayah, ibu, dan anak), atau berugak bertiang empat simbol syariat Islam: Al Quran, Hadis, Ijma’, Qiyas). Anak yang yunior dan senior dalam usia ditentukan lokasi rumahnya. Rumah orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul anak sulung dan anak bungsu berada di tingkat paling bawah. Ini sebuah ajaran budi pekerti bahwa kakak dalam bersikap dan berperilaku hendaknya menjadi panutan sang adik.
Rumah yang menghadap timur secara simbolis bermakna bahwa yang tua lebih dulu menerima/menikmati kehangatan matahari pagi ketimbang yang muda yang secara fisik lebih kuat. Juga bisa berarti, begitu keluar rumah untuk bekerja dan mencari nafkah, manusia berharap mendapat rida Allah di antaranya melalui shalat, dan hal itu sudah diingatkan bahwa pintu rumahnya menghadap timur atau berlawanan dengan arah matahari terbenam (barat/kiblat). Tamu pun harus merunduk bila memasuki pintu rumah yang relatif pendek. Mungkin posisi membungkuk itu secara tidak langsung mengisyaratkan sebuah etika atau wujud penghormatan kepada tuan rumah dari sang tamu.
Kemudian lumbung, kecuali mengajarkan warganya untuk hidup hemat dan tidak boros sebab stok logistik yang disimpan di dalamnya, hanya bisa diambil pada waktu tertentu, misalnya sekali sebulan. Bahan logistik (padi dan palawija) itu tidak boleh dikuras habis, melainkan disisakan untuk keperluan mendadak, seperti mengantisipasi gagal panen akibat cuaca dan serangan binatang yang merusak tanaman atau bahan untuk mengadakan syukuran jika ada salah satu anggota keluarga meninggal.
Berugak yang ada di depan rumah, di samping merupakan penghormatan terhadap rezeki yang diberikan Tuhan, juga berfungsi sebagai ruang keluarga, menerima tamu, juga menjadi alat kontrol bagi warga sekitar. Misalnya, kalau sampai pukul sembilan pagi masih ada yang duduk di berugak dan tidak keluar rumah untuk bekerja di sawah, ladang, dan kebun, mungkin dia sakit.
Sejak proses perencanaan rumah didirikan, peran perempuan atau istri diutamakan. Umpamanya, jarak usuk bambu rangka atap selebar kepala istri, tinggi penyimpanan alat dapur (sempare) harus bisa dicapai lengan istri, bahkan lebar pintu rumah seukuran tubuh istri. Membangun dan merehabilitasi rumah dilakukan secara gotong-royong meski makan-minum, berikut bahan bangunan, disediakan tuan rumah.
Dalam masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profan duniawi) secara bersamaan. Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempat berlindung dan berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya ritual-ritual sakral yang merupakan manifestasi dari keyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang (papuk baluk) bale (penunggu rumah), dan sebaginya.
Perubahan pengetahuan masyarakat, bertambahnya jumlah penghuni dan berubahnya faktor-faktor eksternal lainya (seperti faktor keamanan, geografis, dan topografis) menyebabkan perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat. Hanya saja, konsep pembangunannya seperti arsitektur, tata ruang, dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya yang dilandasi oleh nilai-nilai filosofis yang ditransmisikan secara turun temurun.

Pemilihan Waktu dan Lokasi :
Untuk memulai membangun rumah, dicari waktu yang tepat, berpedoman pada papan warige yang berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq. Tidak semua orang mempunyai kemampuan untuk menentukan hari baik, biasanya orang yang hendak membangun rumah bertanya kepada pemimpin adat. Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun rumah adalah pada bulan ketiga dan bulan kedua belas penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan Zulhijjah pada kalender Islam. Ada juga yang menentukan hari baik berdasarkan nama orang yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan) untuk membangun rumah adalah pada bulan Muharram dan Ramadlan. Pada kedua bulan ini, menurut kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang dibangun cenderung mengundang malapetaka, seperti penyakit, kebakaran, sulit rizqi, dan sebagainya.
Selain persoalan waktu baik untuk memulai pembangunan, orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan membangun tumah di atas bekas perapian, bekas tempat pembuangan sampah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate atau susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, melanggar konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget).
Sementara material yang dibutuhkan untuk membangun rumah antara lain: kayu-kayu penyangga, bambu, anyaman dari bambu untuk dinding, jerami dan alang-alang digunakan untuk membuat atap, kotaran kerbau atau kuda sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai, getah pohon kayu banten dan bajur, abu jerami, digunakan sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai.



  1. c) Seni Pertunjukan
Pengaruh Bali memang sangat kental dalam kebudayaan Lombok hal tersebut tidak lepas dari ekspansi yang dilakukan kerajaan Bali sekitar tahun 1740 di bagian barat pulau Lomboq dalam waktu yang cukup lama. Sehingga banyak terjadi akulturasi antara budaya lokal dengan kebudayaan kaum pendatang hal tersebut dapat dilihat dari terjelmanya genre – genre campuran dalam kesenian. Banyak genre seni pertunjukan tradisional berasal atau diambil dari tradisi seni pertunjukan dari kedua etnik. Sasak dan Bali saling mengambil dan meminjam dan terciptalah genre kesenian baru yang menarik dan saling melengkapi. Sasak woven cloths Gumi sasak silih berganti mengalami peralihan kekuasaan hingga ke era Islam yang melahirkan kerajaan Islam Selaparang dan Pejanggik. Islam masuk ke Lombok sepanjang abad XVI ada beberapa versi masuknya Islam ke Lombok yang pertama berasal dari Jawa masuk lewat Lombok timur. Yang kedua pengIslaman berasal dari Makassar dan Sumbawa ketika ajaran tersebut diterima oleh kaum bangsawan ajaran tersebut dengan cepat menyebar ke kerajaan–kerajaan di Lombok timur dan Lombok tengah. Mayoritas etnis sasak beragama Islam, namun demikian dalam kenyataanya pengaruh Islam juga berakulturasi dengan kepercayaan lokal sehingga terbentuk aliran seperti waktu telu, jika dianalogikan seperti abangan di Jawa. Pada saat ini keberadaan waktu telu sudah tidak kurang mendapat tempat karena tidak sesuai dengan syariat Islam. Pengaruh Islam yang kuat menggeser kekuasaan Hindu di pulau Lombok, hingga saat ini dapat dilihat keberadaannya hanya di bagian barat pulau Lombok saja khususnya di kota Mataram.   Sasak is smiling people too like Balinese Silih bergantinya penguasaan di Pulau Lombok dan masuknya pengaruh budaya lain membawa dampak semakin kaya dan beragamnya khasanah kebudayaan sasak. Sebagai bentuk dari Pertemuan(difusi, akulturasi, inkulturasi) kebudayaan. Seperti dalam hal Kesenian, bentuk kesenian di lombok sangat beragam.Kesenian asli dan pendatang saling melengakapi sehingga tercipta genre-genre baru. Pengaruh yang paling terasa berakulturasi dengan kesenian lokal yaitu kesenian bali dan pengaruh kebudayaan islam. Keduanya membawa Kontribusi yang besar terhadap perkembangan ksenian-kesenian yang ada di Lombok hingga saat ini. Implementasi dari pertemuan kebudayaan dalam bidang kesenian yaitu, Yang merupakan pengaruh Bali ; Kesenian Cepung, cupak gerantang, Tari jangger, Gamelan Thokol, dan yang merupakan pengaru Islam yaitu Kesenian Rudad, Cilokaq, Wayang Sasak, Gamelan Rebana
Kesenian Cepung (kesenia musik dan teater) :
Seperti kebanyakan kesenian tradisional, Teater Tutur "Cepung" Sasak Lombok, NTB, terancam punah. Hal ini antara lain disebabkan generasi muda sulit mempelajari dan menguasai aspek teknis kesenian Cepung.
"Cepung" dimainkan berkelompok, lima enam orang, dan masing-masing bertugas memainkan suling, rebab, seorang pemaos (pembaca) "Lontar Monyeh" beraksara Jejawan, seorang punggawa (penerjemah) dan penyokong (pemain pendukung). Cerita dalam "Lontar Monyeh" disampaikan dengan tembang. Para pemain yang biasanya masyarakat Lombok Suku Sasak dan Bali, duduk bersila seraya menari dan begending - menyenandungkan irama gamelan dengan mulut.
Dengan sendirinya untuk menggelar teater tutur ini para pemain harus menguasai teknik dan mampu membaca huruf Jejawan - semacam aksara Jawa ha na ca ra ka. Untuk menguasai teknik tembang dan membaca huruf Jejawan butuh proses yang relatif lama.
Persoalan ini yang menyebabkan sulitnya regenerasi. Sementara pemain tua yang meninggal belum sempat menularkan keahliannya. Di pihak lain kalangan muda memilih mempelajari jenis kesenian lain yang lebih mudah, kata Suparman. Akibatnya kelompok seni Cepung berguguran dan hingga kini kelompok kesenian kurang dari 10 grup. Kelompok itu umumnya ada di Lombok Timur dan beberapa tempat di Lombok Barat seperti Kelompok Cepung Desa Jagaraga, Lombok Barat.
  • Tari Jangger : 
Kesenian tari jangger ini masih dipertahankan sebagai tontonan yang biasanya dipentaskan pada acara perkawinan, sunatan, ulang tahun dan Iain-lain. Kesenian ini merupakan tarian yang dilakukan oleh perempuan yang melantunkan tembang-tembang yang di iringi oleh musik gamelan Lombok.
Kesenian tari jangger ini sekarang pementasannya tidak hanya dilakukan pada acara tertentu saja melainkan sudah masuk dalam agenda yang dilakukan di kantor-kantor atau hotel-hotel dalam rangka menghibur para tamu.
  1. d) Seni Plastis
  1. e) Seni rupa dua dimensi (lukis)
Seni lukis Lombok dan percampuran oleh orang Bali setidaknya telah menyemai tiga kali mazhab pemetaan, yaitu zaman Lombok Kuno.
Mazhab pemetaan yang dimaksud adalah upaya konstruksi pemikiran, tidak saja berkenaan dengan pencatatan garis historis secara diakronik, tetapi juga berkenaan dengan kesadaran konstruksi definisi-definisi epistemologis. Hingga dapat pula dinyatakan konstruksi mazhab ini sebagai sebentuk museum pemikiran. Museum yang senantiasa melandasi lahirnya kecintaan mentalitet pada seni rupa Lombok di setiap kurun zaman.
Pemetaan oleh Raja Marakata, yaitu lewat prasasti Batuan, berangka tahun 944 caka atau 1012 masehi (Astra, 1997: 67). Pada prasasti Batuan No. 352 inilah dituliskan ‘’Citrakara’’ untuk menyebut profesi seniman lukis—fineart dalam terminologi Barat.
Istilah Citrakara yang dijejerkan dengan istilah undagi untuk profesi seorang arsitek, culpika untuk profesi pematung, dan lainnya (Mirsha dan Tim, 1986: 109). Beberapa sumber menyebutkan, teks seni lukis tertua adalah sebuah torehan pada lempeng tembaga bersubyek gambar wayang ditemukan di Pura, Mataram. berangka tahun 1126 caka (1204 masehi). Torehan gambar ini diperkirakan menggambarkan Raja yang memerintah Lombok pada waktu itu, yaitu Sri Kunti Ketana.
Artinya, di bawah pemerintahan Raja Marakata, keberadaan seni lukis ataupun seni gambar telah terpandang sebagai profesi yang diakui pihak kerajaan. Bahkan, penduduk Lombok memandang
orang yang memiliki keahlian ini juga diyakini sebagai ahli agama dan susastra. Hingga dapat dipastikan bahwa garis definisi merunut bidang profesi inilah yang menjadi peta awal, bagaimana seni lukis diamini sebagai pilihan profesi yang terpandang bagi masyarakat Lombok.
Semakin meluas
 

Sementara pemetaan kedua adalah pemetaan yang dilakukan oleh seorang pangeran dari Puri Karangasem, yaitu Dr Anak Agung Made (AAM) Djelantik, bukunya Lombok Paintings (Oxford University Press, 1986). Djelantik yang seorang dokter ahli malaria, tetapi sangat intens dalam pemahaman estetika timur itu, merunut seni lukis Bali ke dalam beberapa genre.
Di antara yang spesifik, Djelantik mengajukan pandangan bahwa seni lukis Pita Maha oleh pelukis Mataram dan desa-desa sekitar, juga Pita Maha oleh pelukis di Batuan, dan Young Artists di Penestanan sebagai seni lukis Lombok yang bukan tradisional. Djelantik lebih meyakini cabang seni lukis ini sebagai seni lukis modern Lombok; seni lukis bukan tradisional tapi berkarakter Lombok. Pandangan ini boleh jadi menguatkan apa yang diajukan GM Sudarta dalam bukunya Seni Lukis Lombok dalam 3 Generasi (PT Gramedia Jakarta, 1975), yang juga memberi label "Seni Lukis Lombok Modern" untuk seni lukis generasi Pita Maha tahun ’30-an tersebut.
Terhadap pencarian identitas kemodernan yang lebih personal, Djelantik memasukkan istilah seni lukis akademis—seni lukis buah karya para lulusan/mahasiswa yang menempuh pendidikan formal seni rupa—sebagai babak sejarah pasca-Pita Maha. Dan terakhir memasukkan pelukis Lombok dan Nusantara yang menetap di Lombok non-akademis, tetapi bekerja dengan nalar seni rupa modern Barat, sebagai pelukis-pelukis petualang (The Adventurers), yang dibedakan dari genre pelukis akademis.
Buku Lombok Paintings juga adalah buku sejarah seni lukis Lombok pertama yang ditulis oleh orang Lombok sendiri. Menggambarkan tidak saja bagaimana orang Lombok memandang seni moyangnya, tetapi juga memetakan secara tuntas bagaimana tiap watak kreasi seni lukis dibaca dan diposisikan dalam demarkasi sejarahnya masing-masing. Hingga memang, Djelantik yang telah berpulang dengan damai pada Selasa, 4 September tengah malam, yang juga berarti saat hari menunjuk esok hari, Rabu, 5 September lalu itu, selain harus dikenang sebagai sosok pejuang kemanusiaan, juga adalah pahlawan kesenian Lombok berkarisma.
Pemetaan berikut dilakukan tim perumus "Semiloka untuk Lombok Biennale 2005", setelah menyerap berbagai masukan dari komponen perupa, pengamat/kritikus, lembaga pendidikan, media, dan lain-lain, menetapkan pola pemetaan seni rupa Lombok ke arah yang lebih meluas, yaitu pada spirit Lombok terbuka, baik dalam hal tematik-medium ekspresi, akulturasi budaya-budaya, maupun sirkuit berbagai etnisitas perupa.
Maka dirunutlah delapan kategori pemetaan seni rupa Lombok kemudian dijadikan pijakan tim kurator Pra-Lombok Biennale dan Summit Lombok Biennale 2005, yaitu Pilgrimage sebagai ruang pencatatan perupa-perupa negeri manca yang berkenaan dengan Lombok , berikut mengajukan istilah Voyage untuk mencatat kreasi perupa-perupa Nusantara. Kata "berkenaan dengan Lombok " dimaksudkan untuk menjelaskan perupa-perupa yang secara sadar menjadikan Lombok baik hanya sebagai studio ataupun memilih Lombok sebagai bagian ide, inspirasi ataupun subyek karya.
Kemudian, Echo untuk mencatat ekspresi perupa yang menggemakan artistik tradisi, dan Embodiment untuk mewadahi ekspresi yang merepresentasikan ikonografi Lombok ke dalam bahasa artistik modern, serta De Javu untuk ekspresi kontemporer yang lebih bebas. Sedangkan untuk ekspresi seni patung (trimatra) dimasukkan ke dalam kategori Exploration dan ruang penjelajahan juga eksperimentasi media baru dimasukkan sebagai ekspresi Edifice. Dan terakhir Discourse dipakai memetakan ruang ekspresi seni rupa kolaborasi, dialog, dan juga wacana-wacana multikultur.
Pemetaan memanglah harus selalu berkembang seiring perkembangan seni rupa yang terus berjalan. Lombok tentu saja membutuhkan pemikir-pemikir berwawasan untuk menengarai tabiat kreatif seni rupa Lombok yang terus melaju itu. Sebagaimana Raja Marakata, Djelantik, dan Tim Perumus Lombok Biennale 2005 telah melakukannya.

  1. f) Kerajinan Rakyat
  • Banyumulek tempat pembuatan Tembikar dar tanah liat, Sukarara desa tenunan traditional.
  • Desa penenun selatan Cakranegara : Desa tradisional ini terletak 28 km tenggara Mataram ramai yang memiliki industri tenun ramai. Lombok terkenal dengan kain songket bermotif yang cerah. Orang-orang telah membuat di alat yang digerakkan tangan mereka dari generasi ke generasi. Penduduk desa ini dilatih secara tradisional menghasilkan array indah dari kain tenun halus, menggunakan kapas, sutra atau emas dan perak untuk membuat desain asli mereka, yang sekarang terkenal Lombok.
  • Desa art Beleka : Dari Batu Nampar kita juga dapat kembali ke jalan utama timur-barat melalui desa-art Beleka (pasar pada hari Rabu). Di tengah Gadin, Mas rotan dan keranjang bambu yang dibuat, obyek dengan gerabah dengan dekorasi dan kerang. Kalian dapat membeli banyak hal. Sebagian besar produksinya dikirim ke Bali, di mana orang membayar lebih banyak.
Tembakau terdapat di sekitar Beleka dan merknya adalah merk Selatan dan Timur-Lombok. Tembakau adalah tanaman yang paling penting, yang membutuhkan sedikit air. Ada beberapa bendungan, yang tampaknya tidak memiliki lebih untuk dilakukan daripada orang yang menawarkan tempat untuk mandi dan mencuci. Menjelang sore jalan tidak terlalu cepat, karena kerbau adalah dibawa pulang. Setelah Besun (pasar pada hari Kamis), Anda akan tiba di Kopang. Kedua desa, serta Ganti di selatan, adalah titik awal yang baik untuk kunjungan ke Timor-Lombok.

  1. g) Legenda / Mitologi
Legenda sumur Lokok :

legenda keberadaan sumur Lokok Kengkang,berawal dari sebuah upacara adat yang dikenal dengan sebutan acara “Alip Numbuk” yang dilaksanakan oleh Kerajaan Bayan yang dipimpin oleh Datu Bayan Agung, ratusan tahun silam. Pada upacara adat tersebut, berangkatlah beberapa tokoh menuju Lokok Bajo yang terletak di bawah. Dusun Karang Bajo-Bayan, membawa berbagai persiapan upacara untuk dicuci di lokok atau kali Bajo. Upacara Alip Numbuk ini biasanya dilaksanakan sewindu atau 8 tahun sekali dan tidak lupa pada saat itu dibawa berupa ayam dan kerbau. Namun ketika dilaksanakan pencucian bahan makanan, tiba-tiba ayam dan tali kerbaunya hilang. Dan tentu ini membuat para tokoh adat resah dan terus mencari ayam serta tali kerbau yang hilang. Setelah dicari ke beberapa tempat, lalu ditemukanlah ayam dan tali itu di sebuah sumur di dekat pantai Dusun Ruak Bangket Desa Sukadana yang jaraknya dari lokok bajo sekitar 10 km. Dan tempat penemuan ayam dan tali kerbau itulah yang dikenal dengan sumur “loang
ayam”. Selain ayam, juga ditemukan satu butir telur ayam, kemudian dieramkan, dan lahirlah ayam berbulu serawah, yang konon ayam itu diadu (digocek) sampai ke Bali dan tidak pernah kalah. Setelah sumur loang ayam ini tertutup banjir, maka muncul lagi sebuah sumur di dekatnya yang belakangan dikenal dengan sumur Lokok (kali) Kengkang. “Kengkang berasal dari kata kekang atau tali pengikat kerbau yang hilang.

Legenda Putri Mandalika di Pantai Kuta, Lombok :

Putri Mandalika adalah putri Raja Tonjang Beru yang cantik jelita dari suku sasak di Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat (NTB) bagian selatan. Konon karena kecantikannya, 7 orang Putra Mahkota ingin meminangnya dan mengancam jika di tolak maka akan menyerang kerajaan Tonjang Beru dan jika menerima nya Putri yang cantik dan pandai menenun serta memasak ini akan dijadikan Ratu di kerajaan nya. Raja menjadi bingung dan meminta pendapat sang Putri. Setelah bersemedi/berfikir selama 7hari di panggung bukit Seger dekat pantai Kuta yang dibuatkan khusus oleh ayahnya, akhirnya putri memberi keputusan. Para Putra Mahkota yang melamarnya diminta datang ke pantai Seger pada tanggal 19 bulan ke 10 kalender Sasak.
Pada malam keputusan itu dengan berpakaian serba putih Putri memberikan keputusan nya dari atas panggung. Putri menyatakan : "Bersabarlah semua pangeran, aku bukan milikmu. Tapi milik seluruh rakyat yang hadir di tempat ini. Terimalah; aku dalam wujudku yang lain. Setiap tahun aku akan datang bertepatan dengan malam ini. Aku datang membawa kemakmuran, untuk semuanya" Selesai mengucapkan pernyataan nya itu Putri Mandalika terjun kelaut, kilat saling menyambar, dan Putri hilang ditelan ombak.
Setiap tahun mulai akhir Febuari hingga awal Maret, masyarakat di Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, membanjiri Pantai Seger dekat Kuta  untuk melakukan Bau Nyale. Bau Nyale artinya menangkap cacing karang (nyale). Cacing nyale ini dipercayai masyarakat sebagai penjelmaan Putri Mandalika. Oleh masyarakat setempat cacing nyale ini dimakan mentah, digoreng atau dipepes kabarnya rasanya cukup lezat mirip ikan.
  1. h) Wisata Ziarah
Desa Bayan : Sebuah desa yang terletak di kawasan kaki Gunung Rinjani yang terkenal dengan Masjid tertua di Lombok atau sering di sebut juga Masjid Kuno dan sering menjadi tujuan wisata ziarah.

  1. i) Wisdom
Lokal Wisdom :

Kalau Anda di Lombok dan ingin menikah curilah anak gadis itu, bawa lari tanpa sepengetahuan keluarganya, bila sehari semalam tidak ada kabar maka dianggap gadis itu telah menikah! Mencuri untuk menikah lebih kesatria dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Namun ada aturan dalam mencuri gadis di suku asli di Pulau Lombok.
Memang cukup unik dari suku Sasak penduduk asli warga di Pulau Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat. Untuk urusan perjodahan suku ini menyerahkan semuanya pada anak, bila keduanya sudah saling suka, tidak perlu menunggu lama untuk menikah, curi saja anak gadis itu, pasti menikah. mencuri anak gadis itu lebih diterima keluarganya. Merarik istilah bahasa setempat untuk menyebutkan proses pernikahan dengan cara dicuri. Caranya cukup sederhana, jika keduanya saling menyukai dan tidak ada paksaan dari pihak lain, gadis pujaan itu tidak perlu memberitahukan kepada kedua orangtuanya. Bila ingin menikah langsung aja bawa gadis itu pergi dan tidak perlu izin.Mencuri gadis dengan melarikan dari rumah menjadi prosesi pernikahan yang lebih terhormat dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Ada rasa kesatria yang tertanam jika proses ini dilalui. Terlebih lagi kelas bangsawan yang di sana menyandang gelar Lalu dan Raden. Namun Jangan lupa aturan, mencuri gadis dan melarikannya biasanya dilakukan dengan membawa beberapa orang kerabat atau teman. Selain sebagai saksi kerabat yang dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu.
Dan gadis itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah lelaki, harus dititipkan ke kerabat laki-laki. Setelah sehari menginap pihak kerabat laki-laki mengirim utusan ke pihak keluarga perempuan sebagai pemebritahuan nahwa anak gadisnya dicuri dan kini berada di satu tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak boleh ketahuan keluarga perempuan. Nyelabar, Istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan itu dilakukan oleh kerabat pihak lelaki tetapi orangtua pihak lelaki tidak diboleh ikut. Rombongan Nyelabar terdiri lebih dari 5 orang dan wajib mengenakan berpakaian adat. Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga perempuan.Rombongan terlebih dahulu meminta izin pada Kliang atau tetua adat setempat, sekedar rasa penghormatan kepada kliang, datang pun ada aturan rombongan tidak diperkenankan masuk ke rumah pihak gadis. Mereka duduk bersila dihalaman depan, satu utusan dari rombongan itu yang nantinya sebagai juru bicara menyampaikan pemberitahuan. Memang unik budaya yang ada di Suku Sasak namun kini ada pergeseran budaya Merarik, seperti adanya prosesi meminta kepada orangtua dan bertunangan yang sebelumnya kurang dikenal oleh suku sasak. Tetapi seiring berkembangnya budaya luar dari masyarakat perantau yang datang dan menetap Akulturasi Budaya mulai terjadi. Lahirlah istilah sudah menikah tetapi belum nikah adat. Artinya prosesi menikah itu dilakukan dengan cara meminang tetapi belum menikah secara Merarik, mencurinya dari rumah si Perempuan. Ini Akulturasi Budaya yang muncul, meminang dan mencuri anak gadis prosesi nikan yang dujalankan bersamaan.
  1. SEBUAH ANALISIS
  1. 1) situs-situs sejarah potensial
Desa Sade :

Lebih selatan, kita akan sampai desa tua Sade setelah kita telah melewati Sengkol kota kecil. Ada rumah-rumah tradisional dan gudang beras di sini. Izin bangunan tidak memungkinkan pembangunan rumah-rumah modern dengan atap paned merah di sini. Anak laki-laki kecil, yang kadang-kadang bicara bahasa Inggris, pemandu wisata melalui desa dan menjelaskan segala sesuatu yang mereka pikir itu menarik. Pemerintah membangun jalan beton melalui desa di tahun 1980-an, mungkin karena terlalu banyak wisatawan jatuh di sini.

Sepanjang jalan yang kita sekarang dapat membeli ikat-kain. Para wanita, yang menjual, punya banyak pengalaman dan akan menipu kita jika kita tidak melihat melalui itu. Rumah-rumah tradisional di dalam platform yang dibangun satu meter di atas tanah, dan terbuat dari campuran tanah liat, kotoran dan jerami, yang dipoles menjadi lantai bersinar. Atapnya terbuat dari produk alami, dinding terbuat dari bambu atau daun kelapa. Sade, sebuah desa dengan hanya lebih dari 150 keluarga petani, memiliki sejumlah besar memiliki gudang beras berbentuk pada pilar (Lumbung), yang telah menjadi simbol dari Lombok.

Keunggulannya adalah desa ini adalah satu-satunya desa yang ada di Lombok dan masih terjaga keasliannya tanpa masuknya era modern kedalam desa ini. Desa ini kental dengan kebudayaan yang melekat dari nenek moyangnya terdahulu, dengan seperti ini maka desa ini bisa dijadikan sebagai pusat sejarah dan kebudayaan bangsa yang masih ada sampai sekarang tanpa terpengaruh era modern. Sebagai insan pariwisata, keunikan seperti inilah mampu membuat orang takjub dan ingin mengunjungi desa ini tentunya.

Kendala yang dihadapi : desa ini sangat terpencil tempatnya, aksesnya susah dan wisatawan diharuskan patuh terhadap peraturan disini. Banyak sekali wisawatan yang masih tidak paham tentang peraturannya sehingga wisatawan yang datang selalu di anggap mengancam bagi orang-orang di desa ini akibatnya wisatawan 'agak' terusik dengan orang asli sini dan kenyamanan saat berwisata pun menjadi salah satu faktor utamanya. Itulah sulitnya mengembangkan tempat ini karena faktor keasliannya budayanya masih sangat kuat sehingga orang asing yang datang dianggap ingin merusak/mengubah citra yang ada di desa ini.
  1. a) need and want
Banyak orang yang membutuhkan informasi dari desa ini, apalagi para wisatawan mancanegara, mereka pasti senang berkunjung kesini karena di anggap tempat ini adalah salah satu tempat yang unik yang lain dari biasanya. Terkadang tempat ini menjadi daerah tujuan wisata orang-orang yang berkunjung ke pulau lombok. Para wisatawan tentunya menginginkan suatu liburan yang berbeda dari biasanya. Wisatawan asing pastinya senang bila agenda liburannya dimasukan kedalam wisata edukasi dan kebudayaan.
  1. 2) Situs budaya/khasanah budaya
Rumah adat suku sasak :

Suku Sasak adalah penduduk asli dan suku mayoritas di Lombok, NTB. Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana terekam dalam kitab Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab tersebut, suku Sasak disebut “Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi.” Jika saat kitab tersebut dikarang suku Sasak telah mempunyai sistem budaya yang mapan, maka kemampuannya untuk tetap eksis sampai saat ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini mampu menjaga dan melestarikan tradisinya.
Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan Sasak adalah bentuk bangunan rumah adatnya. Rumah bukan sekadar tempat hunian yang multifungsi, melainkan juga punya nilai estetika dan pesan-pesan filosofi bagi penghuninya, baik arsitektur maupun tata ruangnya. Rumah adat Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5-2 meter dari permukaan tanah.
Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu, hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang induk) yang meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.
Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa empat persegi panjang. Selain itu ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem geser. Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau atau kuda, getah, dan abu jerami. Undak-undak (tangga), digunakan sebagai penghubung antara bale luar dan bale dalem.
Hal lain yang cukup menarik diperhatikan dari rumah adat Sasak adalah pola pembangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena konsep itulah, maka komplek perumahan adat Sasak tampak teratur seperti menggambarkan kehidupan harmoni penduduk setempat.
Bentuk rumah tradisional Lombok berkembang saat pemerintahan Kerajaan Karang Asem (abad 17), di mana arsitektur Lombok dikawinkan dengan arsitektur Bali. Selain tempat berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika, filosofi, dan kehidupan sederhana para penduduk di masa lampau yang mengandalkan sumber daya alam sebagai tambang nafkah harian, sekaligus sebagai bahan pembangunan rumah. Lantai rumah itu adalah campuran dari tanah, getah pohon kayu banten dan bajur (istilah lokal), dicampur batu bara yang ada dalam batu bateri, abu jerami yang dibakar, kemudian diolesi dengan kotoran kerbau atau kuda di bagian permukaan lantai. Materi membuat lantai rumah itu berfungsi sebagai zat perekat, juga guna menghindari lantai tidak lembab. Bahan lantai itu digunakan, oleh warga di Dusun Sade, mengingat kotoran kerbau atau sapi tidak bisa bersenyawa dengan tanah liat yang merupakan jenis tanah di dusun itu.
Konstruksi rumah tradisional Sasak agaknya terkait pula dengan perspektif Islam. Anak tangga sebanyak tiga buah tadi adalah simbol daur hidup manusia: lahir, berkembang, dan mati. Juga sebagai keluarga batih (ayah, ibu, dan anak), atau berugak bertiang empat simbol syariat Islam: Al Quran, Hadis, Ijma’, Qiyas). Anak yang yunior dan senior dalam usia ditentukan lokasi rumahnya. Rumah orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul anak sulung dan anak bungsu berada di tingkat paling bawah. Ini sebuah ajaran budi pekerti bahwa kakak dalam bersikap dan berperilaku hendaknya menjadi panutan sang adik.
Rumah yang menghadap timur secara simbolis bermakna bahwa yang tua lebih dulu menerima/menikmati kehangatan matahari pagi ketimbang yang muda yang secara fisik lebih kuat. Juga bisa berarti, begitu keluar rumah untuk bekerja dan mencari nafkah, manusia berharap mendapat rida Allah di antaranya melalui shalat, dan hal itu sudah diingatkan bahwa pintu rumahnya menghadap timur atau berlawanan dengan arah matahari terbenam (barat/kiblat). Tamu pun harus merunduk bila memasuki pintu rumah yang relatif pendek. Mungkin posisi membungkuk itu secara tidak langsung mengisyaratkan sebuah etika atau wujud penghormatan kepada tuan rumah dari sang tamu.
Kemudian lumbung, kecuali mengajarkan warganya untuk hidup hemat dan tidak boros sebab stok logistik yang disimpan di dalamnya, hanya bisa diambil pada waktu tertentu, misalnya sekali sebulan. Bahan logistik (padi dan palawija) itu tidak boleh dikuras habis, melainkan disisakan untuk keperluan mendadak, seperti mengantisipasi gagal panen akibat cuaca dan serangan binatang yang merusak tanaman atau bahan untuk mengadakan syukuran jika ada salah satu anggota keluarga meninggal.
Berugak yang ada di depan rumah, di samping merupakan penghormatan terhadap rezeki yang diberikan Tuhan, juga berfungsi sebagai ruang keluarga, menerima tamu, juga menjadi alat kontrol bagi warga sekitar. Misalnya, kalau sampai pukul sembilan pagi masih ada yang duduk di berugak dan tidak keluar rumah untuk bekerja di sawah, ladang, dan kebun, mungkin dia sakit.
Sejak proses perencanaan rumah didirikan, peran perempuan atau istri diutamakan. Umpamanya, jarak usuk bambu rangka atap selebar kepala istri, tinggi penyimpanan alat dapur (sempare) harus bisa dicapai lengan istri, bahkan lebar pintu rumah seukuran tubuh istri. Membangun dan merehabilitasi rumah dilakukan secara gotong-royong meski makan-minum, berikut bahan bangunan, disediakan tuan rumah.
Dalam masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profan duniawi) secara bersamaan. Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempat berlindung dan berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya ritual-ritual sakral yang merupakan manifestasi dari keyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang (papuk baluk) bale (penunggu rumah), dan sebaginya.
Perubahan pengetahuan masyarakat, bertambahnya jumlah penghuni dan berubahnya faktor-faktor eksternal lainya (seperti faktor keamanan, geografis, dan topografis) menyebabkan perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat. Hanya saja, konsep pembangunannya seperti arsitektur, tata ruang, dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya yang dilandasi oleh nilai-nilai filosofis yang ditransmisikan secara turun temurun.

Pemilihan Waktu dan Lokasi :

Untuk memulai membangun rumah, dicari waktu yang tepat, berpedoman pada papan warige yang berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq. Tidak semua orang mempunyai kemampuan untuk menentukan hari baik, biasanya orang yang hendak membangun rumah bertanya kepada pemimpin adat. Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun rumah adalah pada bulan ketiga dan bulan kedua belas penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan Zulhijjah pada kalender Islam. Ada juga yang menentukan hari baik berdasarkan nama orang yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan) untuk membangun rumah adalah pada bulan Muharram dan Ramadlan. Pada kedua bulan ini, menurut kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang dibangun cenderung mengundang malapetaka, seperti penyakit, kebakaran, sulit rizqi, dan sebagainya.
Selain persoalan waktu baik untuk memulai pembangunan, orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan membangun tumah di atas bekas perapian, bekas tempat pembuangan sampah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate atau susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, melanggar konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget).
Sementara material yang dibutuhkan untuk membangun rumah antara lain: kayu-kayu penyangga, bambu, anyaman dari bambu untuk dinding, jerami dan alang-alang digunakan untuk membuat atap, kotaran kerbau atau kuda sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai, getah pohon kayu banten dan bajur, abu jerami, digunakan sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai.
  1. a) need and want
Keunggulan situs budaya ini adalah bentuk rumah adat yang unik dapat mempertahankan budaya yang ada, hasilnya wisatawan jadi lebih banyak mengunjungi rumah adat dari suku sasak ada dan mungkin bisa ikut serta dalam mempertahankannya. Banyak sekali wisatawan asing yang tertarik pada kebiasaan di suku sasak ini apalagi sistem kebiasannya. Jadi yang dibutuhkan dan diinginkan untuk melestarikan ini semua adalah dengan tidak membawa dampak negatif kedalam suku sasak ini.



Dan berikut ini adalah peta/map Nusa Tenggara Barat dari berbagai situs/tempat-tempat yang sudah saya jabarkan dari awal sampai akhir ini.







  1. PENUTUP
NTB adalah sebuah pulau yang eksotis. Sebuah pulau yang tidak kalah hebatnya dengan pulau bali. Semua kebudayaan asli tanpa terkontaminasi kebudayaan asing tidak sembarangan masuk di daerah ini. Kebudayaan asli di NTB ini menjadi salah satu warisan dunia yang patut kita jaga. Indonesia bangga memiliki kebudayaan seperti di NTB ini. Semua kebudayaan yang ada benar-benar unik, semua kebudayaan yang ada mampu menarik perhatian orang banyak sehingga indonesia menjadi ramai dikunjungi karena kekayaan budayanya. NTB memang daerah kepulauaan tetapi tidak menutup kemungkinan NTB juga bisa mengalahkan pulau-pulau yang lain seperti pulau bali khususnya ataupun pulau jawa. NTB tidak seramai pulau bali maka itu NTB sering dijadikan sasaran utama/objek wisata untuk berlibur, terutama wisatawan mancanegara sangat senang berlibur disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar