Senin, 10 Januari 2011

POTENSI WISATA BUDAYA GORONTALO
Sebuah Analisis Penjelajahan Awal


1.    PENDAHULUAN

Gorontalo adalah provinsi yang ke-32 di Indonesia. Sebelumnya Gorontalo merupakan wilayah Kabupaten Gorontalo dan Kota Madya Gorontalo di Sulawesi Utara. Seiring dengan munculnya pemekaran wilayah berkenaan dengan otonomi daerah, provinsi ini kemudian dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000, tertanggal 22 Desember 2000.


Kota Gorontalo atau dalam bahasa setempat disebut “Hulondhalo” ternyata memiliki landsekap yang menarik, terletak di Teluk Tomini, lahan kota terdari dari kawasan datar dan perbukitan, antara bandar udara “Djalaludin” dan kota terdapat danau Limboto. Dari pagi sampai malam jalanan dipenuhi oleh kendaraan khas “Bentor”. Sejarah budaya yang kuat nampak terefleksi antara lain pada bangunan adat, masjid tua, benteng Otanaha.

Provinsi Gorontalo terletak di pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian barat Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini 11.257,07 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 930,060 jiwa (berdasarkan data pemilihan gubernur tahun 2006), dengan tingkat kepadatan penduduk 83 jiwa/km². Penjabat Gubernur Gorontalo yang pertama adalah Drs. Tursandi Alwi yang dilantik pada peresmian Provinsi Gorontalo pada tanggal 16 Februari 2001. Tanggal ini selanjutnya, sekalipun masih kontroversial, diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Provinsi Gorontalo hingga sekarang (2010).



2.    SITUS-SITUS SEJARAH

2. a Situs Eksitu

  • Museum Perjuangan Rakyat Gorontalo - Pahlawan Nani Wartabone.

           
            Terletak di Jalan Jembatan Merah, Kabupaten Bone Bolango, sekitar 20 km dari Kota Gorontalo. Museum ini tampak sederhana. Sebuah bangunan tua yang terlihat telah mengalami peremajaan. Di dalamnya terdapat rumah yang dahulu adalah tempat tinggal Nani Wartabone. Bangunan yang lebih baru mengelilingi rumah lama berfungsi sebagai ruang pamer museum ini. Dari pintu utama, di bagian kiri terdapat serangkaian foto yang bertutur tentang seputar andil Nani Wartabone dalam perjuangan kemerdekaan. Ke arah berlawanan pengunjung bisa menemukan foto-foto serta lukisan yang lebih pribadi. Di sisi museum terdapat makam Nani Wartabone beserta istrinya, Aisa Wartabone. Gerbang makam dibentuk dari 2 pilar berbentuk bambu runcing mengapit bendera merah putih lengkap dengan Garuda Pancasila di atasnya.

            Nani Wartabone adalah putra Gorontalo sekaligus tokoh perjuangan dari provinsi ini. Lahir pada 30 Januari 1907, wafat pada umur 78 tahun tanggal 3 Januari 1986. Pada masa perjuangan kemerdekaan beliau aktif melakukan 'perlawanan' terhadap pendudukan Belanda dan Jepang. Pada 23 Januari 1942, Nani Wartabone bersama masyarakat setempat beliau memproklamasikan kemerdekaan Gorontalo. Sebuah upacara pengibaran bendera Merah Putih diiringi lagu "Indonesia Raya" dilangsungkan di halaman Kantor Pos Gorontalo dipimpin oleh Nani Wartabone dan Kusno Danupoyo di hari itu.

            Tiga tahun sebelum proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Fakta yang mencengangkan dan terlupakan. Setidaknya bagi kami. Ingin rasanya mengetahui lebih dalam hubungan antara proklamasi kemerdekaan Gorontalo dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

2. b Situs Insitu
Benteng Otanaha


Adalah obyek wisata sejarah bangunan  peninggalan monumen kuno warisan pada masa lalu dari suku gorontalo dibangun sekitar 1525 letaknya diatas bukit di Kelurahan Dembe I Kecamatan Kota Barat dengan jarak 8 Km dari pusat Kota Gorontalo. Benteng ini dibangun sekitar abad ke-15 oleh Raja Ilato untuk mencapai benteng ini kita harus menapaki anak tangga sebanyak 351 buah dan dan dapat pula melalui jalan melingkar dengan kenderaan roda empat dan roda dua. Benteng ini tempat perlindungan dan pertahanan Raja-raja Gorontalo ketika melawan kolonial Portugis yang ingin menjajah. Keunikan dari benteng ini bangunanya terbuat dari campuran kapur dan putih burung aleo.
 Karena letaknya yang berada dipuncak bukit maka dari benteng ini dapat dilihat pemandangan danau limboto Selain benteng Otanaha didekatnya pula dua buah benteng yaitu benteng Otahiya dan Ulupahu.






Benteng Otanaha terdiri dari 3 bangunan benteng yang masing-masing dinamakan: 
1.    Benteng Otanaha. Ota artinya benteng. Naha adalah orang yang menemukan benteng tersebut (putra Raja Ilato). Otanaha berarti benteng yang ditemukan oleh Naha
2.    Benteng Otahiya. Ota artinya benteng. Hiya akronim dari kata Ohihiya, istri Naha Otahiya
3.    Benteng Ulupahu. Ulu akronim dari kata Uwole,artinya milik dari Pahu adalah putera Naha.Ulupahu berarti benteng milik Pahu Putra Naha.

Akses menuju lokasi

Menuju lokasi benteng dapat ditempuh selama 20 menit dari kota Gorontalo menggunakan mobil. Atau selama 20 menit dari bandara Jalaluddin, Gorontalo menuju kelurahan Dembe I. 



Benteng Otahiya

TELAPAK KAKI LAHILOTE
Lokasinya terdapat ditepi Pantai Indah 2 Km dari pusat Kota Gorontalo tepatnya di Kelurahan Pohe Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo dapat dijangkau dengan kenderaan roda empat roda dua dan bentor, menurut legenda telapak kaki tersebut adalah bekas telapak kaki seorang pemuda yang menikah dengan bidadari dan jatuh dari kayangan kemudian meninggalkan bekas telapak kaki diatas batu.
2. c Kota Tua

1.      Pra-Kolonial

            Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.





Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut  Sulawesi (bagian utara). Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe kota Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.

Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan Bolaang Mongondow. Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohala'a". Menurut Haga (1931) daerah Gorontalo ada lima pohala'a :
  • Pohala'a Gorontalo
  • Pohala'a Limboto
  • Pohala'a Suwawa
  • Pohala'a Boalemo
  • Pohala'a Atinggola
            Pohala'a Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol diantara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.

2. Zaman Kolonial

            Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada di bawah kekusaan seorang asisten Residen disamping Pemerintahan tradisonal. Pada tahun 1889 sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan istilah "Rechtatreeks Bestur".
Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder Afdeling yaitu
  • Onder Afdeling Kwandang
  • Onder Afdeling Boalemo
  • Onder Afdeling Gorontalo
Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi lima distrik yaitu :
  • Distrik Kwandang
  • Distrik Limboto
  • Distrik Bone
  • Distrik Gorontalo
  • Distrik Boalemo
Pada tahun 1922 Gorontalo ditetapkan menjadi tiga Afdeling yaitu :
  • Afdeling Gorontalo
  • Afdeling Boalemo
  • Afdeling Buol

3. Pasca-Kolonial

            Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan. Pada dasarnya masyarakat Gorontalo mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Indikatornya dapat dibuktikan yaitu pada saat "Hari Kemerdekaan Gorontalo" yaitu 23 Januari 1942 dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya.

            Padahal saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia. Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu dengan Negara Republik Indonesia dengan semboyan "Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja" sebagaimana pernah didengungkan pertama kali oleh Ayuba Wartabone di Parlemen Indonesia Timur ketika Gorontalo menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.

2. d Desa Tradisional
Desa Wisata Suku Bajo

            
 Suku Bajo adalah suku pengembara laut. Pada awalnyanya mereka hidup diatas perahu, berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Meski saat ini banyak warga suku Bajo yang tinggal di daratan, kehidupan mereka tidak bisa dipisahkan dari laut. Di Indonesia, permukiman suku Bajo dapat ditemukan di beberapa daerah. Suku Bajo di pulau Lombok ditemukan disebuah kampung di kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur sedangkan di Pulau Sumbawa, mereka dapat dijumpai di Pulau Moyo dan sekitarnya, serta kawasan Bima di sebelah Timur Sumbawa.

 Di Pulau Flores Nusa Tenggara Timur terdapat kota bernama Labuhan Bajo salah satu tempat orang bajo yang dapat dijumpai sepanjang pesisir Kabupaten Manggarai Barat hingga Flores Timur. Di Sulawesi, suku bajo menyebar di beberapa propinsi yaitu Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara serta Sulawesi Selatan. Di Gorontalo, suku Bajo terdapat di sepanjang pesisir teluk tomini yaitu di Torosiaje, Kabupaten Pohuwato dan di Tanjung Bajo, Kabupaten Bualemo.

            Perkampungan suku Bajo Torosiaje laut ini menawarkan panorama indah. Matahari terbit dan tenggelam yang menimbulkan warna jingga di langit dapat disaksikan dengan indahnya. Perairan di sekitar perkampungan ini juga sangat jenih. Maka tidak heran jika kita dapat dengan mudah melihat ikan-ikan yang berwarna-warni berseliweran dengan indahnya tanpa harus menyelam. Bagi penggemar memancing, perairan di sekitar perkampungan suku Bajo Torosiaje merupakan surga. Ikan baronang yang seolah-olah menawarkan diri tampak jelas berenang-renang disekitar tiang-tiang penyangga rumah. Hanya dengan umpan secuil pisang, ikan bisa dengan sangat mudah didapatkan.
            Dibandingkan dengan permukiman suku Bajo di daerah lain, permukiman suku Bajo di Torosiaje memiliki keunikan tersendiri yaitu permukiman tersebut dibangun di atas laut yang benar-benar terpisah dari daratan. Torosiaje terletak di Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, kurang lebih 300 km ke arah barat kota Gorontalo. Terdapat jalan darat relatif mulus yang menghubungkan Kota Gorontalo dengan Desa Torosiaje. Ada dua perkampungan suku Bajo di Torosiaje. Pertama yaitu perkampungan suku Bajo di Torosiaje Jaya yang terletak di daratan, dan yang kedua perkampungan suku Bajo yang terletak di atas laut yaitu Desa Torosiaje laut.

            Perkampungan suku Bajo di Torosiaje memiliki bentuk menyerupai huruf U yang terbuka ke arah laut, yang dapat dicapai dari dermaga penyeberangan di Desa Torosiaje Jaya dengan menggunakan perahu selama kurang lebih 15 menit. Cikal bakal perkampungan Suku Bajo di Torosiaje telah dimulai sejak tahun 1901. Pada awalnya mereka adalah sekumpulan pengembara yang tinggal di atas rumah perahu atau Soppe. Karena timbul keinginan untuk menetap akhirnya mereka membangun rumah panggung dari kayu di atas laut. Seiring dengan berjalannya waktu, populasi orang Bajo di Torosiaje semakin meningkat. Saat ini Desa Torosiaje laut memiliki jumlah penduduk mencapai 1027 jiwa.
            Sebagai sebuah wilayah perkampungan, perkampungan suku Bajo di Torosiaje laut memiliki fasilitas cukup lengkap meski letaknya di laut. Di wilayah perkampungan tersebut terdapat klinik pengobatan, masjid, taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan gedung serba guna yang dapat dimanfaatkan sebagai lapangan bulu tangkis. Jadi bukan hanya mereka yang tinggal di darat saja yang bisa bermain bulu tangkis, mereka yang tinggal di laut pun bisa memainkan olah raga ini. Meski tidak begitu nyaman tentunya karena menimbulkan suara berdebam yang cukup keras pada lantai papan. Antar rumah warga di perkampungan ini dihubungkan dengan jembatan kayu, yang di beberapa tempat dilengkapi pula dengan atap.
            Sebagai desa wisata, perkampungan suku Bajo juga dilengkapi dengan fasilitas penginapan. Ada dua penginapan di perkampungan ini. Satu buah penginapan dibangun oleh Dinas Pariwisata, dan satu lagi milik perseorangan. Pada waktu-waktu tertentu seperti hari raya ketupat, yaitu tujuh hari setelah hari raya Idul Fitri, disini diadakan perayaan dengan aneka perlombaan yang digelar.

Desa Bongo
           
Desa Bubohu atau lebih dikenal dengan Desa Bongo Kecamatan Batudaa Pantai, Kabupaten Gorontalo merupakan sebuah desa yang terletak di pesisir teluk tomini. Berbatasan langsung dengan wilayah Kelurahan Tanjung Kramat Kota Gorontalo. Desa yang berpenduduk lebih kurang dari 3.200 jiwa atau 850 kk yang menyebar di 5 (lima) dusun, dusun timur, dusun tengah, dusun barat, dusun tenilo dan dusun wapalo pada tahun 2004 di tetapkan oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo sebagai Desa Wisata Religius dengan pesona wisata budayanya yang spektakuler. Selain memiliki keunikan budaya, Desa Bubohu memiiki aset pariwisata alam dan religius lainnya. Desa Wisata Religius Bubohu, menyimpan banyak sejarah dan terkenal dengan wisata budayanya. Untuk mendukung program pemerintah provinsi gorontalo dalam bidang pariwisa, maka di Desa Bubohu ini telah dibangun beberapa aset pariwisata sebagai daya tarik pengunjung, baik domestik maupun mancanegara, di antaranya : 1.Masjid Walima Emas yang terletak di puncak bukit. Dengan kubah masjid berbentuk Walima yang terang dan bersinar ketika menjelang malam. 2.Kalender Islam atau Kalender Hijriah terbesar di dunia yang terdapat di Masjid Walima Emas. 3.Kolam Miem, Sebuah kolam dengan air pegunungan alami, yang dingin dan sejuk. Kolam yang terletak di puncak bukit dan bersebalahan dengan Masjid Walima Emas. 4.Kolam renang santri gratis dengan air mancur tanpa mesin. 5.Pesona Gunung Tidur, pas buat pengunjung yang punya hobby out bond. 6.Pantai Dulanga yang mempunyai potensi alam yang indah.

3.    SITUS-SITUS BUDAYA

3. a Tradisi yang masih berlangsung

            Suku Bajo yang ada di Kabupaten Boalemo saat ini terdapat di Desa Baji Kecamatan Tilamuda dan Desa Torosiaje Kecamatan Papayato. Dalam perkembangannya, suku Bajo terbagi menjadi dua kelompok yang tetap mempertahankan tradisi nenek moyang mereka. Mereka bertempat tinggal di atas perahu dan kelompok bertempat tinggal di atas air dan mereka telah membangun rumah-rumah panggung yang sederhana untuk di tempati. Kelompok Bajo yang hiudp di atas perahu dikenal dengan sebutan "Bangau". Walaupun mereka berpindah dari satu pulau ke pulau lainnya, pada akhirnya mereka tetap kembali ke Pulau Toro Pantai.

            Pulau-pulau yang mereka tempati antara lain Pulau Bonde Siaje, Pulau Pajoge Daa dan Pulau Tangkoba, berada sekitar perairan Lemito Kecamatan Popayato. Pemandangan bawah laut di sekitar pulau-pulau itu sangat menarik karena kondisi alam pulau-pulau itu yang masih utuh. Perairan di sekitar pulau-pulau tersebut sangat jernih, memberikan kesan yang sangat menarik untuk menikmati pemandangan di bawah laut.

            Pada beberapa bagian tertentu dari kawasan ini dijadikan tempat pembudidayaan mutiara dan rumput laut oleh masyarakat setempat.
Tak hanya keindahan alam, terutama lautnya yang ditawarkan. Gorontalo juga memiliki berbagai adat tradisi yang sangat menarik. Antara klain Tumbilo Tohe yakni tradisi memasang lampu yang dilaksanakan setiap bulan puasa tepatnya tanggal 27 Ramadhan selama tiga malam berturut-turut menjelang Lebaran Idul Fitri.

            Pada saat ini, Tumbilo Tohe telah jadi suatu kegiatan budaya yang dikembangkan terus menerus. Sehingga dalam penataannya semakin indah dan menarik tetapi tetap berpegang pada nilai-nilai dan nuansa Islam. Karena sikap dinamis dan antusias masyarakat untuk memeriahkan setiap malam Tumbilo Tohe, maka saat ini sering diadakan lomba Tumbilo Tohe di wilayah-wilayah tertentu.

   3. b Arsitektur tradisonal

Rumah Adat Dulohupa



            Rumah adat Dulohupa adalah gambaran Rumah Adat Gorontalo yang berbentuk panggung dengan bentuk atap yang artistik dan pilar-pilar kayu sebagai hiasannya. kedua tangganya terletak di sisi kiri dan kanan adalah gambaran tangga adat di sebut totihu. 


Dimana Rumah Adat ini berfungsi sebagai Balai Musyawarah Adat Bandayo Dulohupa. Nama Dulohupa berarti mufakat untuk memprogramkan rencana pembangunan daerah dan mengatasi setiap permasalahan. Di dalam Rumah Adat ini digelar perlengkapan upacara adat perkawinan berupa pelaminan, busana adat pengantin dan hiasan lainnya.

·         Dulohupa
·         Bandayo Po Boibe
·         Bele li Mbui
  
4. c Legenda/Mitologi
1. Keperkasaan Limonu
2. Piilu Le Lahilote
3. Bulalo Lo Limutu
4. Janjia Lo U Duluwo (Pertengkaran antara kerajaan Gorontalo dan Limboto)

4. d Wisata Ziarah

MAKAM KRAMAT DU PANGGOLA

Adalah makam seorang Raja Gorontalo yang bernama Ilato yang bergelar Du Panggola (Bapak Tua) dan Ta'Aulia (Waliyulla), Du Panggola dalam memerintah sangat adil, bijak penuh kearifan serta mengayomi rakyatnya, disamping itu pula beliau adalah orang yang sangat mendalami agama. Wafat pada tahun 1689, makam ini berada dilereng bukit berjarak 500 meter dari Benteng Otanaha.

MAKAM KRAMAT TA'JAILOYIBUO
Letaknya diatas bukit di Kelurahan Donggala Kecamatan Kota Barat yang berjarak 2 Km dari pusat Kota Gorontalo, makam ini adalah makam seorang Aulia Ta'Jailoyibuo yang artinya tidak memiliki pusar, inilah keunikan dari beliau.

MAKAM KRAMAT TA ILAYABE
Berada di atas bukit sekitar kompleks pelabuhan Gorontalo, keunikan makam kramat ini sempat berpindah tempat, makam tersebut ditandai bendera putih yang artinya makam orang suci yang bernama Tulutani Male dan Gelar Ta Ilayabe. Konon Almarhum adalah seorang Hulubalang kerajaan Gorontalo dimasa lalu, Gelar adat Ta Ilayabe ini diberikan karena atas jasanya menaklukan hati Raja Ternate melepaskan Gorontalo dari jajahannya, Ta Ilayabe artinya orang yang dikipas, kipaslah diriku, demikian permintaannya untuk meredam amarahnya saat bersitegang dengan Raja Ternate karena diremehkan saat menyampaikan upeti. Pada waktu itu ia marah besar dan mengeluarkan ilmu kesaktiannya menancapkan ujung jari kaki ketanah, maka menyemburlah air dan ia berkata "Bila Paduka Raja masih menjajah Gorontalo maka tanah ternate akan kutengelamkan. Nah pada saat itu pula Raja Ternate berjanji dan menyatakan melepaskan Gorontalo dari daerah jajahannya.

MAKAM KRAMAT HAJI BUULU
Letaknya dipusat Kota Jl. Teuju Umar. Hi Buulu artinya Haji Rusa. Konon kenapa beliau di beri gelar Haji Rusa karena pada saat melaksanakan ibadah Haji ke Tanah Suci beliau terbang dengan mengenderai seekor rusa. Disana beliau sempat melanggar satu aturan yakni memasuki Ka'bah tanpa ijin dan melihat sesuatu didalamnya. Karena keingutahuannya beliau menengadah ke langit-langit Ka'Bah perbuatan ini diketahui oleh seorang syekh dan ia dikutuk untuk tujuh turunan tidak diperkenankan menunaikan Ibadah Haji. Dan apabila memaksakan diri maka akan berlaku kutukan yang diberkan kepada beliau yakni semacam daging yang tumbuh di kepala menyerupai tanduk rusa. menurut kepercayaan masyarakat Gorontalo bahwa Gorontalo senantiasa luput dari bencana alam maupun bencana laiinya adalah berkat roh-roh para aulia-aulia tersebut.

MAKAM KRAMAT PULUBANGA
Letaknya di kelurahan Tanjung Kramat sekitar 4 Km, Almarhum adalah seorang peberani yang memiliki ilmu yang tinggi yang dihidayahi oleh Tuhan. Hidayah ini dipergunakan beliau dalam menegakkan keadilan dan kebenaran serta melindungi rakyat yang tertindas.

4.  Seni Pertunjukan





Polopalo


Kebanyakan alat musik tradisional Indonesia terbuat dari kayu atau bambu. Jika Manado punya kolintang, Gorontalo punya polopalo. Ini adalah alat musik yang terbuat dari bambu. Untuk mengeluarkan bunyi-bunyian, pemain polopalo memukulkan alat musik ini pada lutut mereka.
Namun sekarang, polopalo telah berkembang sedemikian rupa. Masyarakat Gorontalo membuatkan pemukul atau memberi polopalo lapisan karet. Sehingga lutut para pemainnya tidak perlu merasa sakit lagi. Bahkan polopalo dapat berbunyi lebih nyaring.

Sekarang, bunyi polopalo juga lebih variatif. Jika dulu alat musik ini hanya mengeluarkan dua jenis bunyi, sekarang memiliki tangga nada. Polopalo zaman dulu hanya dimainkan oleh satu orang atau solo. Sekarang dimainkan oleh berkelompok dengan komposisi dan aransemen.


Polopalo biasanya dimainkan pada waktu-waktu tertentu untuk memeriahkan sebuah pesta adat. Misalnya pada saat masyarakat Gorontalo usai melaksanakan panen raya atau memeriahkan suasana saat bulan purnama. Biasanya antara pukul 22.00 hingga menjalang pagi.

Menurut masyarakat di sana, alat musik tradisional polopalo adalah asli berasal dari Gorontalo. Namun kemudian diketahui ada alat musik dari daerah lain yang nyaris serupa, yaitu Sasaheng dari Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Bonsing dari Kabupaten Bolaang Mongondow.

Bunggo

Sebagian warga Sumedang, Jawa Barat, memiliki tradisi tersendiri membangunkan warga untuk sahur, yakni dengan cara obrog. Mereka keliling desa sambil menabuh berbagai alat musik. Dulu, bunyi obrog berasal dari kaleng atau ember. Namun sekarang obrog dilengkapi dengan gendang, organ, bahkan gitar listrik. 

Lain lagi dengan warga Gorontalo. Mereka memilih meriam untuk membangunkan sahur. Tentu saja bukan meriam sungguhan, tapi bunggo alias meriam bambu. Meski terbuat dari bambu yang disulut dengan minyak tanah dan api, dentuman meriam ini cukup keras. Apalagi jika bambu yang dipakai berkualitas, hasil dentumannya dijamin sangat dahsyat. Warga setempat sangat antusias membuat bunggo karena biasanya di akhir Ramadan meriam-meriam bambu ini akan dilombakan.

4.    SEBUAH ANALISIS

·        Situs Sejarah

Museum Perjuangan Rakyat Gorontalo - Pahlawan Nani Wartabone


a.    Need and Want

Pemerintah Provinsi Gorontalo meresmikan Museum Pahlawan Nasional Nani Wartabone di Kabupaten Bone Bolango. Pendirian museum tersebut bertujuan untuk menghargai jasa Nani Wartabone yang telah membebaskan Gorontalo dari penjajahan serta memberi pendidikan sejarah kepada masyarakat untuk lebih mengenal sosok pahlawan nasional tersebut. Terletak di Jalan Jembatan Merah, Kabupaten Bone Bolango, sekitar 20 km dari Kota Gorontalo. Museum ini tampak sederhana. Sebuah bangunan tua yang terlihat telah mengalami peremajaan. Di dalamnya terdapat rumah yang dahulu adalah tempat tinggal Nani Wartabone. Bangunan yang lebih baru mengelilingi rumah lama berfungsi sebagai ruang pamer museum ini. Dari pintu utama, di bagian kiri terdapat serangkaian foto yang bertutur tentang seputar andil Nani Wartabone dalam perjuangan kemerdekaan. Ke arah berlawanan pengunjung bisa menemukan foto-foto serta lukisan yang lebih pribadi.

Di sisi museum terdapat makam Nani Wartabone beserta istrinya, Aisa Wartabone. Gerbang makam dibentuk dari 2 pilar berbentuk bambu runcing mengapit bendera merah putih lengkap dengan Garuda Pancasila diatasnya. Nani Wartabone adalah putra Gorontalo sekaligus tokoh perjuangan dari provinsi ini. Lahir pada 30 Januari 1907, wafat pada umur 78 tahun tanggal 3 Januari 1986. Pada masa perjuangan kemerdekaan beliau aktif melakukan 'perlawanan' terhadap pendudukan Belanda dan Jepang. Pada 23 Januari 1942, Nani Wartabone bersama masyarakat setempat beliau memproklamasikan kemerdekaan Gorontalo. Sebuah upacara pengibaran bendera Merah Putih diiringi lagu "Indonesia Raya" dilangsungkan di halaman Kantor Pos Gorontalo dipimpin oleh Nani Wartabone di hari itu.

Tiga tahun sebelum proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Fakta yang mencengangkan dan terlupakan. Setidaknya bagi kami. Ingin rasanya mengetahui lebih dalam hubungan antara proklamasi kemerdekaan Gorontalo dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kelemahan Gorontalo adalah bahwa budaya kita lebih kepada budaya bertutur dibanding mendokumentasikan, sehingga kita kesulitan untuk mengumpulkan seluruh sejarah yang ada untuk digunakan dalam rangka pembangunan Provinsi Gorontalo ke depan. Pemerintah akan mengumpulkan seluruh benda-benda sejarah yang masih terdapat di Provinsi Sulawesi Utara, yang kemudian akan ditempatkan pada museum tersebut. Dengan adanya museum tersebut, semua benda-benda bersejarah pahlawan Nani Wartabone dan Komite 12 bisa dikumpulkan dan dipelajari masyarakat Gorontalo dan wisatawan.

Seluruh siswa, pelajar, dan mahasiswa akan diwajibkan untuk datang ke museum, untuk melihat dari dekat sejarah perjuangan, sehingga bisa memetik nilai perjuangan dan membangkitkan spirit perjuangan mereka untuk mengisi pembangunan. Pemerintah juga berencana untuk mengundang penulis nasional untuk melakukan penelusuran kembali kiprah dari bapak Nani Wartabone baik di Gorontalo, Jakarta maupun daerah-daerah lain. Nani Wartabone pernah di penjara di daerah lain kurang lebih lima tahun dan tak pernah terungkap bagaimana suka duka yang dialami sang pahlawan tersebut.  Sementara itu, salah seorang putra Nani Wartabone yakni Fauzi Wartabone mengatakan museum tersebut sebenarnya telah lama direncanakan.
Dengan kehadiran sebuah museum kecil itu dapat melestarikan nilai-nilai juang dan menjadi suri tauladan yang tidak pernah putus bagi generasi muda selanjutnya. Semoga buku tamu museum Nani Wartabone ini terisi penuh daripada yang sekarang.

b.    Must to Have

Dengan adanya Museum Perjuangan Rakyat Gorontalo, Pahlawan Nani Wartabone diharapkan dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk para wisatawan asing yang ingin berkunjung ke daerah Gorontalo dan dapat menaikkan devisa daerah tersebut untuk lebih memperkaya lagi Museum Perjuangan Rakyat Gorontalo Pahlawan Nani Wartabone agar daerah Gorontalo tidak tertinggal oleh daerah-daerah besar lainnya. Daerah Gorontalo harus lebih banyak memiliki tempat bersejarah yang lain, tidak hanya museum tersebut yang dijadikan objek wisata daerah Gorontalo tersebut. Museum tersebut dibuat agar mengingatkan masyarakat Gorontalo akan peristiwa bersejarah 23 Januari 1942, dengan harapan hasil perjuangan itu akan tumbuh dalam jiwa generasi sesudahnya untuk membangun Indonesia tercinta ini dalam mengisi kemerdekaan.

c.    Nice to Have

Museum Perjuangan Rakyat Gorontalo Pahlawan Nani Wartabone baik dimiliki oleh Daerah Gorontalo karena museum tersebut dapat memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada siswa maupun mahasiswa tentang sejarah-sejarah daerah Gorontalo. Dengan berdirinya Museum tersebut orang-orang yang belum terlalu mengenal secara detail daerah Gorontalo menjadi kenal daerah tersebut dan dapat mengetahui bagaimana sejarah perjuangan Pahlawan Nani Wartabone.

d.    Shadow Need Cost

Untuk membangun Museum Perjuangan Rakyat Gorontalo Pahlawan Nani Wartabone membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Museum tersebut dibangun dibiayai oleh Pemerintah Daerah Gorontalo. Semua dibiayai hingga bangunan museum tersebut jadi dan dapat dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun wisatawan asing.

·      Situs Budaya
RUMAH ADAT DULOHUPA


a. Need and Want

Rumah adat Dulohupa adalah gambaran Rumah Adat Gorontalo yang berbentuk panggung dengan bentuk atap yang artistik dan pilar-pilar kayu sebagai hiasannya. kedua tangganya terletak di sisi kiri dan kanan adalah gambaran tangga adat di sebut totihu. Rumah adat Dulohupa ini terletak di Kelurahan Limba U2. Rumah Adat ini berfungsi sebagai Balai Musyawarah Adat Bandayo Dulohupa. Nama Dulohupa berarti mufakat untuk memprogramkan rencana pembangunan daerah dan mengatasi setiap permasalahan. Di dalam Rumah Adat ini digelar perlengkapan upacara adat perkawinan berupa pelaminan, busana adat pengantin dan hiasan lainnya. Memiliki luas tanah kurang lebih lima ratus meter persegi. Gaya arsitektur rumah adat ini  menunjukkan nilai-nilai budaya masyarakat Gorontalo yang islami.

b. Must to Have

Rumah adat Dulohupa harus bisa lebih dimanfaatkan lagi fungsinya selain untuk Balai Musyarawah Adat Bandayo Dulohupa, rumah adat tersebut bisa dipakai untuk tempat wisata Gorontalo. Karena dengan dijadikan tempat wisata, Rumah Adat Dulohupa dapat dikenal oleh orang-orang dari daerah lain. 

            c. Nice to Have

Rumah Adat Dulohupa dianjurkan sebagai bentuk rumah-rumah masyarakat Gorontalo lainnya. Karena jika masyarakat Gorontalo membangun rumah seperti Rumah Adat Dulohupa akan menjadi daya tarik tersendiri dari keunikan adat Gorontalo tersebut dan dapat menjadi ciri khas dari Daerah Gorontalo tersebut. Ini akan menjadi nilai tambah untuk daerah Gorontalo.

d.Shadow Need Cost

Untuk membangun Rumah Adat Dulohupa memang membutuhkan biaya yang banyak. Karena dilihat dari ukuran rumah tersebut yang sangat lebar dan panjang akan memakan biaya yang tidak sedikit. Rumah Adat tersebut akan dibangun dengan berbentuk panggung akan lebih banyak memakan biaya. Masyarakat yang akan membangun rumah dengan bentuk seperti rumah adapt Dulohupa tersebut harus mempunyai uang yang banyak untuk membangunnya. 
Situs-situs sejarah yang potensial

Benteng Orange



Benteng Oranye yang terletak di sebelah utara Kota Gorontalo. Benteng Oranye (Orange Fortress) merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang terdapat di Kecamatan Kwandang, kurang lebih 61 km ke arah utara dari Kota Gorontalo. Benteng ini dibangun oleh bangsa Portugal pada abad ke-17 (tahun 1630); dengan berukuran panjang 40 meter, lebar 32 meter, dan tinggi 5 meter (40x32x5 meter). Benteng ini memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan Benteng Otanaha dan memiliki 178 buah anak tangga. Tempat pembangunan Benteng Orange cukup strategis, dan tersebunyi disebuah bukit sekitar 600 meter dari jalan Trans Sulawesi. Setelah memasuki areal benteng, disana terpampang papan nama benteng yang bertuliskan ‘Cagar Budaya Benteng Orange’ oleh kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Tampak, papan ini itu belum lama terpasang didepan tangga pertama benteng. Untuk menembus benteng, harus meniti 139 anak tangga terbuat dari batu gunung berukuran 1x setengah meter. Setelah melalui tangga ke 78, ditemui ada sebuah pos penjagaan. Kemudian, ketika mencapai tangga ke 120 ada satu lagi pos penjagaan. Sayangnya, pos jaga tentara Portugis ini sudah rusak, sehingga yang terlihat hanya beton bersegi empat ukuran 2x2 meter. Perjalanan belum sampai disitu, untuk memasuki pintu gerbang benteng masih ada 29 anak tangga lagi. Disamping kanan, ada post penjagaan lagi yang ukurannya cukup besar. Meski terlihat kumuh namun masih berdiri kokoh. Nampaknya, pejagaan dulu oleh Portugis sangat ketat.

Suasana hangat dan sejuk menyambut siapapun yang mengunjungi situs sejarah ini karena areal benteng dipenuhi pohon ketapang yang rimbun. Dari pos induk ini, terlihat satu benteng besar yang kokoh disebelah kiri, dan ada lagi satu pos pengintai dibagian kanan, dengan 45 anak tangga untuk berada dipuncak pos pengintai. Diduga, pos pengintai musuh digunakan oleh Portugis untuk melihat dari jarak jauh kapal-kapal bajak laut atau musuh yang datang menyerang karena dari pos pengintai ini terlihat jelas hamparan laut luas. Di pos pengintai, ada sebuah benteng perlindungan berbentuk bundar dengan ukuran sekitar 10x10 meter dan ketebalan dinding hampir setengah meter. Sayangnya, kini benteng yang satu ini sudah tertimbun tanah, dan sudah ditumbuhi rumput liar karena tak dirawat. “Dulu ada orang dari museum Sulut pernah menggali benteng ini tapi tak sampai di dasar benteng,” ujar Lagani Lamala, penjaga benteng yang saat itu menemani crew Gorontalo Post.
Untuk memasuki benteng utama, harus melalui satu pos penjagaan kecil. Benteng utama ini konon dibuat untuk menjadi sarang pertahanan seluruh tentara Portugis. Betapa tidak, benteng utama ini berukuran 50 x 40 meter persegi dengan ketebalan dinding 60 centi meter. Dibagian kanan benteng, ada lagi satu ruangan terbuka untuk ditempati meriam. 13 anak tangga harus dilalui untuk berada di tempat meriam ini. Dibagian ujung benteng, terdapat dua ruangan. Satu ruangan yang langsung mengarah ke laut sebagai tempat meriam dan satunya lagi sebagai ruang pelindung.
Menariknya dimasing-masing ruangan ini, ada tangga terowongan menuju tempat perlindungan bawah tanah. Dibawah tempat penempatan meriam, ada sebuah tangga menjulur kebawah yang menghubungkan dengan ruangan bawah tanah yang terletak dibagian tengah benteng utama ini. Karena, tangga ruang bawah tanah ini sudah tertimbun maka tidak bisa diprediksi berapa luas ruang bawah tanah tersebut. Konon, tempat itu menjadi ruang perlindungan bagi pejabat Portugis juga untuk prajurit jika situasi perang. Sementara, untuk tangga terowongan yang berada bawah tempat perlindungan menuju ke laut. Sayangnya, terowongan ini sudah tertimbun tanah. “Terowongan bawah tanah ini sekitar 100 meter menuju kelaut. Digunakan Portugis untuk memasuki benteng dari arah laut. Pernah ada yang coba gali tapi tidak berhasil,” terang Opa Gani panggilan akrab penjaga benteng.
Menurut Opa Gani warga Sulawesi tenggara yang sudah 18 tahun menjaga benteng ini menuturkan, nama asli benteng Orange belum diketahui. Namun, ketika bangsa Belanda memasuki kawasan Gorut pada abad ke 18, mereka kemudian menamakan benteng peninggalan Portugis dengan nama Orange. “Kenapa dinamakan Benteng Orange, karena saat itu ada beberapa orang Belanda yang bermain volli ball di benteng utama yang saat ini saya ditanami tanaman jagung dan ubi jalar. Kala itu, orang-orang Belanda yang main volli menggunakan baju warna orange sehingga pimpinan Belanda berinisiatif menamakan benteng ini Benteng Orange,” tutur Lagani, sambil mengingat-ingat sejarah keberadaan benteng tersebut. Pemugaran benteng baru dilakukan tiga kali. Pertama, saat Belanda menduduki wilayah Gorut 350 tahun silam dan kedua pada tahun 1980 dipugar oleh bagian kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Dan baru-baru ini, dilakukan perbaikikan. Itupun hanya beberapa bagian benteng misalnya, pagar benteng serta jalan menuju benteng.
Kondisi Benteng Orange cukup memprihatinkan. Tak diurus, akibatnya beberapa bagian benteng sudah rusak. Bahkan, tidak ada lagi ditemukan benda-benda peninggalan Protugis maupun bangsa Belanda yang lama memanfaatkan benteng sebagai pertahanan. Padahal, benteng orange ini bisa jadi salah satu icon wisata yang dapat diandalkan dan lokasi benteng dulunya digunakan untuk pertahan pertempuran bangsa Portugis pada abad 15 dan kemudian bangsa Belanda pada abad ke 18.

situs budaya





Keberadaan rumah adat atau sering disebut bantayo poboide di Kabupaten Gorontalo dibangun oleh Kolonel A.U MI Liputo selaku tauwa lo lahuwa yang diresmikan pada 23 Robiul 1405 Hijriah atau 15 Januari 1985 menjadi kebanggaan dari masyarakat Gorontalo.

Rumah adat merupakan lambang kebanggaan suatu daerah yang perlu dijaga dan dilestarikan. Bahkan bila perlu menjadi satu sumber obyek wisata yang bisa menggenjot pendapatan daerah. Demikian halnya Bantayo Poboide di Limboto, Kabupaten Gorontalo perlu dipoles guna mengembalikan ke tataran semula.

Pembangunan rumah adat itu sendiri konon berfungsi sebagai tempat berkumpulnya para tetua adat untuk membahas sebuah prosesi adat. Salah seorang budayawan Gorontalo Irwan Hamzah mengatakan, rumah adat untuk Gorontalo pada umumnya sama meski nama di tiap-tiap daerah berbeda, tetapi yang jelas fungsi dari rumah adat itu semuanya sama. ''Itu berfungsi untuk musyawarah adat oleh pemuka adat,'' jelas Irwan.

Selain itu, rumah adat juga berfungsi sebagai tempat semua kegiatan adat seperti pagelaran budaya atau pemberian adat dan sejenisnya. ''Semua aktifitas itu dilakukan di rumah adat,'' paparnya.

Namun disayangkan saat ini rumah adat tersebut tinggallah sebuah bangunan yang terlihat sunyi dan hanya menyimpan beberapa peralaan adat serta benda benda sejarah dan tak ada lagi kegiatan prosesi adat yang dilakukan di lokasi tersebut. Sehingga diharapkan pemerintah bisa membenahi rumah adat tersebut dan bisa menjadikan fungsi rumah adat tersebut kembali pada tataran semula.

Meskipun saat ini pemerintah daerah tetap memelihara keberadaan rumah adat tersebut, namun diharapkan upaya pemerintah dalam hal lebih memperkenalkan dan menjadikan rumah adat ini sebagai salah satu lokasi tempat pagelaran adat sehingga menarik kunjungan wisata.

Risman Adam salah seorang warga Limboto mengharapkan rumah adat ini bisa dijadikan sebagai pusat kegiatan budaya seperti yang dilakukan di daerah-daerah lainnya. “Kesenian yang bernafaskan budaya-budaya Gorontalo perlu di giatkan di rumah adat tersebut tidak seperti saat ini yang terkesan diabaikan,” jelas Risman.

Risman lebih lanjut mengatakan, sudah sebaiknya rumah adat ini diramaikan dan menjadi pusat dari segala bentuk kesenian, agar nantinya generasi muda sebagai generasi penerus bisa lebih mengenal budaya Gorontalo yang kaya akan beragam makna. Namun kenyataannya generasi muda saat ini justru tak banyak mengetahui sejarah dan budaya daerah, sebaliknya lebih banyak mengadopsi budaya luar. “Padahal generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang sudah sewajarnya banyak mengetahui akan sejarah dan budaya dari daerah ya sendiri,” ungkap Risman.

Bukan itu saja Risman mengharapkan dengan adanya kegiatan di rumah adat selain menjadi salah satu daya tarik wisatawan, diharapkan juga bisa menghapus pandangan orang tentang adanya daya mistis yang terpendam di rumah data tersebut.

5.    PENUTUP

Berdirinya Provinsi Gorontalo meletakkan program pengembangan ke depan atas dua strategi, program jangka pendek dan panjang. Program jangka pendek didasarkan pada sasaran pertumbuhan ekonomi jangka pendek (tahunan) yang direfleksikan oleh besarnya produk domestik regional bruto (PDRB). Para perancang Provinsi Gorontalo memprediksi, PDRB Provinsi Gorontalo sebesar Rp 1,3 trilun, dan diharapkan bakal mampu memotivasi investasi pemerintah dan swasta. Investasi pun diarahkan berdasarkan potensi wilayah dengan harapan dapat menghasilkan pengembalian sebesar-besarnya dan secepat-cepatnya. Untuk mencapai sasaran itu, para perancang memprediksikan investasi per tahun besar-nya Rp 400 miliar dengan investasi infrastruktur pada tahun pertama Rp 40 miliar yang diusahakan dari pemerintah, sedangkan sisanya Rp 360 miliar dari swasta. Jika nilai investasi swasta itu diarahkan untuk membangun industri jagung, tiga pabrik berkapasitas 1.000 ton per bulan menjadi minyak jagung mentah (CCO, crude corn oil) diperkirakan akan mampu menghasilkan CCO 36.000 ton per tahun atau senilai Rp 540 miliar. Sedangkan nilai kebutuhan bahan baku berkisar Rp 360 miliar dengan luas areal tanam yang dibutuhkan berkisar 50.000 hektar. Kegiatan ini, menurut perhitungan bakal menghasilkan nilai tambah bagi petani sebesar Rp 250.000 per ton jagung.

Juga dari kegiatan bongkar muat di pelabuhan otomatis bertambah sebanyak 36.000 ton per tahun. Hal ini tentunya membutuhkan penambahan luas dermaga pelabuhan seluas 1.440 meter persegi dari total dermaga yang tersedia dan penambahan fasilitas gudang 1.200 meter persegi. Dengan demikian, akan terjadi beragam kegiatan ikutan lain yang sekaligus berdampak terjadinya pergerakan ekonomi masyarakat di tingkat strata terbawah. Pada gilirannya akan menaikkan kemampuan atau daya beli masyarakat, termasuk kemampuan membayar pajak dari masyarakat. Tentu pendapatan asli daerah (PAD) ikut berkembang. Dana investasi sektor swasta yang diproyeksikan itu dapat pula diarahkan ke kegiatan ekonomi lainnya, seperti perikanan dan peternakan. Gorontalo memang pantas berbicara dalam pertanian jagung karena daerah dan masyarakat di sana sudah berpengalaman dalam penanaman dan ekspor jagung. Potensi lahan jagung pun cukup tersedia di wilayah itu. Pembangunan infrastruktur yang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam jangka pendek dibutuhkan untuk membuka dan melancarkan orientasi ekonomi ke Sulawesi Tengah, khususnya ke Kabupaten Buol dan Tolitoli. Ketiga daerah itu, Gorontalo, Buol, dan Tolitoli dapat berkembang secara bersama, tetapi hal itu bergantung kepada sejauh mana pemerintah merancang jalan-jalan darat yang dapat menghubungkan ketiga daerah yang berbasis pertanian itu. Pembangunan infrastruktur jalan, pelabuhan, dan pergudangan serta otomatis sektor transportasi darat dan laut di ketiga wilayah itu sekaligus akan berdampak positif terhadap pengembangan sektor pendidikan yang tentunya akan membuat mutu SDM meningkat.

Program jangka menengah dan panjang diarahkan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber-sumber alam mineral, seperti batu gamping yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku semen, kimia, pupuk, dan sebagainya. Potensi emas dan tembaga yang dikandung Bumi Gorontalo, menurut buku Profil Provinsi Gorontalo diarahkan untuk program jangka panjang. Demikian halnya dengan potensi hutan konversi yang mencapai luas 1,5 juta hektar perlu dikembangkan dari menjual kayu gelondongan menjadi industri kayu ekspor.

Dalam program jangka panjang, perbaikan dan rehabilitasi hutan-hutan kritis yang selama ini telah menjadi penyebab terjadinya banjir, kekeringan dan kekerdilan tanah diarahkan dengan menanam kembali pepohonan yang produktif. Salah satunya yaitu penanaman hutan jati yang telah terbukti mampu hidup subur di Gorontalo. Sedikitnya sudah disurvei, di Provinsi Gorontalo tersedia lahan seluas 8.000 hektar yang cocok untuk tanaman jati. Selain tanaman jati, tanaman produktif dan bernilai ekonomi tinggi lainnya yang diincar yaitu tanaman kopi dan kayu manis. Kekayaan alam Gorontalo memang tidak sehebat Irianjaya atau Kalimantan, tetapi berdasarkan laporan dan hasil survei, masih terdapat sejumlah kawasan berpotensi ekonomi yang hingga kini belum tersentuh secara intensif. Di antaranya kawasan Marisa, Tolinggula, Sumalata, hampir seluruh kawasan pantai utara dan selatan. Di sinilah relevansinya investasi sektor pemerintah berupa pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, baik jalan-jalan utama maupun jalan-jalan kabupaten.  

Melihat kenyataan potensi yang belum tergarap, dapat disimpulkan obsesi pembentukan Provinsi Gorontalo yang kini sudah menjadi kenyataan bukanlah sebuah mimpi atau angan-angan tanpa dasar.  Kesungguhan orang Gorontalo membentuk provinsi sendiri juga bisa tampak melalui peletakan proyeksi RAPBD 2001 yang sudah dibuat jauh sebelum Provinsi Gorontalo diresmikan oleh Mendagri dan Otonomi Daerah Surjadi Soedirdja tanggal 16 Februari 2001. RAPBD pertama provinsi untuk tahun 2001 diprediksikan berimbang pada angka Rp 65 miliar. Memang tidak sebanding dengan provinsi-provinsi lain yang APBD-nya mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan terdapat satu dua provinsi APBD di atas Rp 1 triliun. Akan tetapi, angka Rp 65 miliar yang diprediksikan itu, kata seorang panitia pembentukan provinsi, didasarkan pada perhitungan riil, mendekati kebenaran. Angka itu pada kenyataannya mungkin saja, lanjutnya, bisa lebih besar setelah pejabat gubernur dilantik dan DPRD terbentuk. Para perancang memprediksikan PAD dalam RAPBD 2001 sebesar Rp 12,5 miliar (bandingkan dengan angka koleksi dua tahun lalu dari seluruh dati II se-Gorontalo, hampir Rp 5 miliar, sementara angka target PAD Provinsi Sulut tahun 2001 minus Gorontalo Rp 40 miliar. 

Kenaikan lebih 100 persen dari total perolehan PAD seluruh Gorontalo dua tahun lalu bukan spekulasi, tetapi berdasarkan kenyataan, apalagi jika melihat angka perolehan dari sumber kehutanan yang memiliki delapan HPH pada tahun-tahun sebelumnya hanya berkisar satu sampai dua miliar. Artinya, dengan terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan yang mendelegasikan kewenangan perizinan HPH ke daerah, otomatis terbuka peluang bagi daerah untuk mengoreksi kekeliruan-kekeliruan perhitungan pendapatan daerah dari kayu atau hutan. Di sektor ini, Gorontalo dapat memasang target lebih besar dari sekadar satu dua milyar rupiah yang bisa masuk ke kas daerah.

Gorontalo yang sekarang sudah mempunyai banyak daerah wisata yang dapat kita kunjungi. Wisata-wisata bersejarahlah yang lebih ditonjolkan daerah Gorontalo untuk Visit Pariwisatanya. Penduduk Gorontalo juga mengembangkan kebudayaan pariwisata dengan Kebudayaan Adat-adat daerah Gorontalo tersebut. Oleh karena itu, Gorontalo sudah lebih maju dibandingkan daerah lain.Berwisatalah ke Daerah Gorontalo karena kita akan lebih banyak mengetahui tentang Kebudayaan Adat Daerah Gorontalo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar