Sebuah Analisis Penjelajahan Awal
MALUKU Mutiara Indonesiaku
1. PENDAHULUAN
A. KENALI MALUKU
Maluku dengan ibukota Ambon adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di bagian Timur antara Pulau Sulawesi dan Pulau Papua. Daerah ini juga dijuluki "Daerah Seribu Pulau", karena terdiri dari kurang lebih 1027 pulau.
Penduduk Maluku merupakan percampuran dari suku-suku bangsa yang pernah mendiami kepulauan tsb. dan berdomisili sejak berabad-abad. Sistem sosial masyarakat adat di Maluku menganut dua faham yakni Pata Siwa dan Pata Lima. Pata Siwa adalah Persekutuan Sembilan sedangkan Pata Lima adalah Persekutuan Lima yang semula mendiami Pulau Seram. Kelompok-kelompok persekutuan tersebut bermigrasi keluar Pulau Seram, baik ke wilayah Maluku Utara, terutama di Tidore dikenal dengan istilah Uli Siwa dan di Ternate dengan istilah Uli Lima maupun ke Lease, Banda dan Ambon di Maluku Tengah bahkan sampai ke Maluku Tenggara, khususnya di Kei dikenal dengan istilah Ur Siw (a) dan Lor Lim (a). Pengertian Siwa dan Lima telah menjadi pengertian universal yakni Milik Kita Bersama, menjadi simbol Persatuan dan Persaudaraan di Maluku, bahkan menjadi lambang Pemerintah Provinsi Maluku.
Sejak dahulu kala Maluku dikenal sebagai penghasil rempah-rempah yakni cengkih dan pala. Akibat perdagangan cengkih dan pala maka Maluku menjadi daya tarik sampai ke dunia internasional. Dewasa ini kekayaan peradaban Maluku yang memiliki keragaman etnis dan budaya telah menjadi ciri kearifan lokal dan adat istiadat masyarakat sebagai tradisi yang tetap dipelihara dan dilestarikan
2. SITUS –SITUS SEJARAH
A. SITUS EKSITU
Museum Siwalima terdiri atas dua bangunan yang terpisah jarak beberapa ratus meter.
Museum 1 adalah Museum Kelautan, berisi sejarah kelautan masyarakat Ambon, benda-benda dan binatang-binatang laut, serta berbagai properti yang berkaitan dengan kehidupan laut.
Di museum ini terdapat 3buah kerangka ikan paus, yg panjangnya 9m, 17m dan 19m (ditemukan terdampar di pantai Ambon pada 1987)
Museum 2 adalah museum etnografi. Disini disimpan segala benda yg berkaitan dengan budaya orang Maluku. Tepat di depan pintu masuk kita disambut dengan tulisan “Usu Mae Upu”, yang artinya “Mari Silahkan Masuk”. Di dalam museum terdapat berbagai bangunan asli Maluku, pakaian adat, alat-alat pertanian, perlengkapan upacara adat, uang lama, guci-guci pada masa penjajahan Jepang, dan sebagainya.
B. SITUS INSITU
Ø Benteng Amsterdam
Terletak di desa Hila, kira-kira 1 jam dengan mobil dari Ambon. Benteng Amsterdam merupakan bangunan tua yang sudah berusia ratusan tahun, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah penguasaan VOC di Ambon. Benteng ini terletak di tepi pantai yang sangat tenang dan indah, atapnya sudah terpasang rapi. Warna merahnya mencorok. Kontras dengan laut biru di belakang benteng. Itu bukan atap asli. Yang masih asli peninggalan Belanda dalam benteng ini adalah lantai batunya, tembok semen, dan kayu-kayu penopang beserta tangga menuju lantai atas. Juga teras kayu di lantai dua. Benteng Amsterdam ini dibangun oleh Portugis pada tahun 1512 kemudian diambil alih oleh Belanda pada abad ke-17.
Ø Benteng Belgica
Yaitu benteng yang dibangun oleh Portugis tapi kemudian diduduki Belanda pada abad ke 17. Benteng ini berada di atas perbukitan Tabaleku di sebelah barat daya Pulau Naira dan terletak pada ketinggian 30,01m dari permukaan laut.
Benteng yang dibangun pada tahun 1611 di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Pieter Both ini memiliki suatu keunikan. Dibangun dengan gaya bangunan persegi lima yang berada di atas bukit, namun apabila dilihat dari semua penjuru niscaya hanya akan terlihat 4buah sisi, tetapi kalau dilihat dari udara nampak seperti bintang persegi atau mirip dengan Gedung Pentagon di Amerika Serikat. Bahkan benteng ini dijuluki The Indonesian Pentagon. Konstruksi benteng terdiri atas 2 lapis bangunan dan untuk memasukinya harus menggunakan tangga yang aslinya berupa tangga yang dapat diangkat (semacam tangga hidrolik). Di bagian tengah benteng terdapat sebuah ruang terbuka luas untuk para tahanan. Di tengah ruang terbuka tersebut terdapat 2 buah sumur rahasia yang konon menghubungkan benteng dengan pelabuhan dan Benteng Nassau yang berada di tepi pantai. Pada setiap sisi benteng terdapat sebuah menara. Untuk menuju puncak menara tersedia tangga dengan posisi nyaris tegak dan lubang keluar yang sempit. Dari puncak menara ini wisatawan dapat menikmati panorama sebagian daerah Kepulauan Banda, mulai dari birunya perairan Teluk Banda, sunset, puncak Gunung Api yang menjulang, sampai rimbunnya pohon pala di Pulau Banda Besar.
Ø Benteng Victoria
terletak di Kecamatan Sirimau, Kotamadya Ambon, Provinsi Maluku.
Karena terletak tepat di tengah kota, maka pengunjung dapat langsung jalan kaki ke arah timur sejauh 300 meter dari Terminal Mardika.
Karena terletak tepat di tengah kota, maka pengunjung dapat langsung jalan kaki ke arah timur sejauh 300 meter dari Terminal Mardika.
Benteng Victoria merupakan tempat bersejarah yang terletak tepat di pusat kota Ambon. Benteng tertua di Ambon ini dibangun oleh Portugis pada tahun 1775, yang selanjutnya diambil alih oleh Belanda. Belanda kemudian menjadikan benteng ini sebagai pusat pemerintahan untuk mengeruk harta kekayaan masyarakat pribumi, berupa rempah-rempah yang melimpah di bumi Maluku.
Di dalam benteng dapat ditemui sisa-sisa meriam berukuran raksasa. Di beberapa kamar terdapat patung berukir terbuat dari kayu pilihan, peta perkembangan kota Ambon dari abad XVII hingga abad IX, dan beberapa koleksi lukisan para administratur Belanda di Maluku. Dengan melihat peninggalan ini pengunjung dapat merekam sejarah lahir dan berkembangnya kota Ambon.
Sedangkan ruas jalan di sisi depan benteng atau yang disebut “Boulevard Victoria” menghubungkan langsung ke arah bibir Pantai Honipopu. Tepat di depan benteng, dapat langsung menyaksikan Teluk Ambon yang sangat indah di saat senja hari, khususnya ketika matahari mulai tenggelam.
Ø Gereja Tua Imanuel
Lokasi: Desa Hila, Kec. Leihitu, 42 Km dari kota Ambon.
Gereja ini dibangun pada tahun 1780 dan selesai tahun 1781 pada pemerintahan Belanda dengan Gubernurnya Bernadus Van Pleunren.
Gereja ini dibangun pada tahun 1780 dan selesai tahun 1781 pada pemerintahan Belanda dengan Gubernurnya Bernadus Van Pleunren.
Pada tahun 1919 menara dan bangunan gereja mengalami kerusakan karena gempa bumi. Pada tahun 1919 dibawah pimpinan Arnold Pattiwael gereja diperbaiki dengan meniadakan menara.
Gereja Imanuel memiliki 7 buah kusen jendela tapi tidak memiliki daun jendela dan hanya dipasang trali kayu menyilang , dan 2 buah pintu masing-masing pintu depan dan pintu belakang pada ruang induk. Didalam ruangan terdapat 2 buah mimbar.
Gereja tua ini menjadi obyek wisata yang ditawarkan pada turis mancanegara yang berkeliling kota Ambon.
Ø Mesjid Tua Wapauwe
menyimpan sejarah peradaban agama-agama dunia, Provinsi Seribu Pulau, Maluku juga menyimpan peninggalan sejarah Islam yang masih ada dan tidak lekat dimakan zaman. Di utara Pulau Ambon, tepatnya di Negeri (desa) Kaitetu Kecamatan, Leihitu Kabupaten, Maluku Tengah, berdiri Masjid Tua Wapauwe. Umurnya mencapai tujuh abad. Masjid ini dibangun tahun 1414 Masehi. Masih berdiri kokoh dan menjadi bukti sejarah Islam masa lampau.
Masjid yang masih dipertahankan dalam arsitektur aslinya ini, berdiri di atas sebidang tanah yang oleh warga setempat diberi nama Teon Samaiha. Letaknya di antara pemukiman penduduk Kaitetu dalam bentuk yang sangat sederhana. Konstruksinya berdinding gaba-gaba (pelepah sagu yang kering) dan beratapkan daun rumbia tersebut, masih berfungsi dengan baik sebagai tempat ber-shalat Jumat maupun shalat lima waktu, kendati sudah ada masjid baru di desa itu.
Bangunan induk Masjid Wapauwe hanya berukuran 10 x 10 meter, sedangkan bangunan tambahan yang merupakan serambi berukuran 6,35 x 4,75 meter. Typologi bangunannya berbentuk empat bujur sangkar. Bangunan asli pada saat pendiriannya tidak mempunyai serambi. Meskipun kecil dan sederhana, masjid ini mempunyai beberapa keunikan yang jarang dimiliki masjid lainnya, yaitu konstruksi bangunan induk dirancang tanpa memakai paku atau pasak kayu pada setiap sambungan kayu.
Hal lainnya yang bernilai sejarah dari masjid tersebut yakni tersimpan dengan baiknya Mushaf Alquran yang konon termasuk tertua di Indonesia. Yang tertua adalah Mushaf Imam Muhammad Arikulapessy yang selesai ditulis (tangan) pada tahun 1550 dan tanpa iluminasi (hiasan pinggir). Sedangkan Mushaf lainnya adalah Mushaf Nur Cahya yang selesai ditulis pada tahun 1590, dan juga tanpa iluminasi serta ditulis tangan pada kertas produk Eropa.
3. SITUS BUDAYA
A. WARISAN BUDAYA
Ø Kora-kora warisan budaya dari banda
Pada awal abad ke-17, kora-kora merupakan perahu perang yang dilengkapi dengan meriam kecil untuk menghancurkan kapal-kapal Belanda. Perahu ini sempit tetapi panjang, mampu meluncur cepat tetapi rawan terbalik.
Kora-kora telah menuntaskan tugas utama sebagai perahu perang. Namun, kebanggaan atas kora-kora tetap langgeng di hati masyarakat Banda. Setiap kampung adat di Kepulauan Banda memiliki perahu kora-kora lengkap dengan ”pasukan” dayung. Upacara ritual dalam pembuatan perahu hingga persiapan turun ke laut juga masih dipegang teguh.
Warisan budaya bahari kora-kora kini berevolusi menjadi atraksi wisata di Banda, melengkapi keindahan alam bawah lautnya. Bagi wisatawan, balap kora-kora menjadi hiburan yang menyenangkan.Namun, bagi masyarakat Banda kemenangan dalam balapan kora-kora merupakan kebanggaan luar biasa yang tak bisa dibandingkan dengan nilai hadiah perlombaan. Kora-kora adalah akar budaya bahari masyarakat Banda.
Ø Pela
adalah suatu sistem hubungan sosial yang dikenal dalam masyarakat Maluku berupa suatu perjanjian hubungan antara satu Negri (kampung) dengan kampung lainnya yang biasanya berada di pulau lain dan kadang juga menganut agama lain di Maluku, biasanya satu Negri memiliki satu atau dua Pela. Sistem perjanjian ini diperkirakan telah dikenal sebelum kedatangan bangsa Eropa ke Maluku, dan digunakan untuk memperkuat pertahanan terhadap bangsa Eropa pada waktu itu.
Pada prinsipnya dikenal tiga jenis Pela yaitu Pela Karas (Keras), Pela Gandong (Kandung) atau Bongso (Bungsu) dan Pela Tampa Siri (Tempat Sirih).
Pela Karas adalah sumpah yang diikrarkan antara dua Negri (kampung) atau lebih karena terjadinya suatu peristiwa yang sangat penting dan biasanya berhubungan dengan peperangan antara lain seperti pengorbanan, akhir perang yang tidak menentu (tak ada yang menang atau kalah perang), atau adanya bantuan-bantuan khusus dari satu Negri kepada Negri lain.
Pela Gandong atau Bongso didasarkan pada ikatan darah atau keturunan untuk menjaga hubungan antara kerabat keluarga yang berada di Negri atau pulau yang berbeda.
Pela Tampa Siri diadakan setelah suatu peristiwa yang tidak begitu penting berlangsung, seperti memulihkan damai kembali sehabis suatu insiden kecil atau bila satu Negri telah berjasa kepada Negri lain. Jenis Pela ini juga biasanya ditetapkan untuk memperlancar hubungan perdagangan.
Pela Karas dan Pela Gandong ditetapkan oleh sumpah yang sangat mengikat dan biasanya disertai dengan kutukan untuk Pelanggaran terhadap perjanjian Pela ini. Sumpah dilakukan dengan mencampur tuak dengan darah yang diambil dari tubuh pemimpin kedua pihak kemudian diminum oleh kedua pihak tersebut setelah senjata-sejata dan alat-alat perang lain dicelupkan kedalamnya. Alat-alat tersebut nantinya digunakan untuk melawan dan membunuh siapapun yang melanggar perjanjian. Penukaran darah memeteraikan persaudaraan itu. Pela Tampa Siri dilakukan tanpa sumpah dengan menukar dan mengunyah Sirih bersama. Pela Tampa Siri merupakan suatu perjanjian persahabatan sehingga perkawinan antar pihak yang terkait diperbolehkan dan tolong menolong lebih bersifat sukarela tanpa ada ancaman hukuman nenek moyang.
Ø Perkawinan Adat
ialah suatu bentuk kebiasaan yang telah dilazimkan dalam suatu masyarakat tertentu yang mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan suatu perkawinan baik secara seremonial maupun ritual menurut Hukum Adat setempat.
Perkawinan Adat di Ternate mengenal beberapa bentuk yang sejak dahulu sudah dilazimkan dalam masyarakat dan telah berlangsung selama berabad-abad hingga saat ini. Bentuk-bentuk perkawinan tersebut adalah :
a) . LAHI SE TAFO atau WOSA LAHI (=Meminang/Kawin Minta)
Lahi se Tafo atau meminang merupakan bentuk perkawinan adat yang sangat populer dan dianggap paling ideal bagi masyarakat setempat, karena selain berlaku dengan cara terhormat yakni dengan perencanaan yang telah diatur secara matang dan didahului dengan meminang juga karena dilakukan karena dilakukan menuruti ketentuan yang berlaku umum di masyarakat dan juga dianggap paling sah menurut Hukum Adat.
Pelaksanaan rukun nikah dilakukan menurut syariat Islam dan setelah itu dilaksanakan acara ; Makan Adat, Saro-Saro, Joko Kaha (Lihat Artikel sebelumnya), dan disertai dengan acara-acara seremonial lainnya. Sebagian masyarakat Ternate memandang bahwa semakin megah dan meriah pelaksanaan seremonial sebuah perkawinan, maka status/strata sosial dalam masyarakat bisa terangkat.
b) WOSA SUBA (=Kawin Sembah)
Bentuk perkawinan Wosa suba ini sebenanrnya merupakan suatu bentuk penyimpangan dari tata cara perkawinan adat dan hanya dapat disahkan dengan terlebih dahulu membayar/melunasi denda yang disebut “Bobango”. Perkawinan ini terjadi karena kemungkinan untuk menempuh cara meminang/wosa lahi sangatlah sulit atau bahkan tidak bisa dilakukan karena faktor mas-kawin ataupun ongkos perkawinan yang sangat mahal dsb.
Perkawinan bentuk Wosa Suba ini terdiri atas 3 cara, yakni :
a. Toma Dudu Wosa Ino, Artinya dari luar (rumah) masuk ke dalam untuk menyerahkan diri ke dalam rumah si gadis, dengan tujuan agar dikawinkan.
b. Toma Daha Wosa Ino, Artinya dari serambi masuk menyerahkan diri ke dalam rumah si gadis agar bisa dikawinkan.
a. Toma Dudu Wosa Ino, Artinya dari luar (rumah) masuk ke dalam untuk menyerahkan diri ke dalam rumah si gadis, dengan tujuan agar dikawinkan.
b. Toma Daha Wosa Ino, Artinya dari serambi masuk menyerahkan diri ke dalam rumah si gadis agar bisa dikawinkan.
c. Toma Daha Supu Ino, Artinya dari dalam kamar gadis keluar ke ruang tamu untuk menyerahkan diri untuk dikawinkan karena si pemuda telah berada terlebih dahulu di dalam rumah tanpa sepengatahuan orang tua si gadis.
Bentuk perkawinan “Wosa Suba” ini sudah jarang dilakukan oleh muda-mudi Ternate saat ini karena mereka menganggap cara yang ditempuh dalam bentuk perkawinan ini kurang terhormat dan menurunkan martabat keluarga pihak laki-laki.
Bentuk perkawinan “Wosa Suba” ini sudah jarang dilakukan oleh muda-mudi Ternate saat ini karena mereka menganggap cara yang ditempuh dalam bentuk perkawinan ini kurang terhormat dan menurunkan martabat keluarga pihak laki-laki.
c) SICOHO (=Kawin Tangkap)
Bentuk perkawinan ini sebenarnya hampir sama dengan cara ke tiga dari bentuk Wosa Suba di atas hanya saja kawin tangkap bisa saja terjadi di luar rumah, misalnya di tempat gelap dan sepi, berduaan serta berbuat diluar batas norma susila.
Dalam kasus seperti ini, keluarga pihak gadis menurut adat tidak dibenarkan melakukan tindak kekerasan atau penganiyaan terhadap si pemuda walaupun dalam keadaan tertangkap basah. Maka untuk menjaga nama baik anak gadis dan keluarganya terpaksalah mereka dikawinkan juga menurut hukum adat secara islam yang berlaku pada masyarakat Ternate.
Perkawinan bentuk ini dianggap sah menurut adat apabila si pemuda atau pihak keluarga laki-laki terlebih dahulu meminta maaf atas perbuatan anaknya terhadap keluarga si gadis dan membayar denda (Bobango) kepada keluarga si gadis. Bentuk perkawinan ini masih sering ditemui di Ternate.
d) KOFU’U (=Dijodohkan)
Bentuk perkawinan ini terjadi apabila telah terlebih dahulu terjadi kesepakatan antara orang tua atau kerabat dekat dari masing-masing kedua belah pihak untuk mengawinkan kedua anak mereka.
Bentuk perkawinan dijodohkan ini tidak terlalu jauh berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia, hanya saja perbedaan yang paling prinsipil adalah; Kalau di Ternate, terjadi antara anak-anak yang bapaknya bersaudara dekat/jauh atau ibunya bersaudara dekat/jauh. Kebanyakan bentuk perkawinan ini tidak disetujui oleh anak muda jaman sekarang sehingga jalan yang mereka tempuh adalah bentuk “Masibiri” atau Kawin Lari. Bentuk perkawinan Kofu’u ini sudah jarang terjadi dalam masyarakat Ternate.
B. ARSITEKTUR TRADISONAL (Rumah Adat)
· RUMAH ADAT MALUKU (Baeleo)
Jika anda memasuki satu desa atau kampung di Maluku, salah satu hal yang segera nampak menonjol adalah satu bangunan yang berbeda dengan kebanyakan rumah penduduknya. Bangunan ini biasanya berukuran lebih besar, dibangun dengan bahan-bahan yang lebih baik, dan dihias dengan lebih banyak ornamen. Karena itu, bangunan tersebut biasanya sekaligus juga merupakan marka utama (landmark) kampung atau desa yang bersangkutan, selain mesjid atau gereja.Bangunan itu adalah rumah adat yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda suci, tempat upacara adat, sekaligus tempat seluruh warga berkumpul membahas masalah-masalah yang mereka hadapi. Di Maluku, disebut sebagai “Baileo”, secara harafiah memang berarti “balai”. Baileo Maluku menggunakan istilah “baileo” sebagai namanya, karena memang dimaksudkan sebagai “balai bersama” organisasi rakyat dan masyarakat adat setempat untuk membahas berbagai masalah yang mereka hadapi dan mengupayakan pemecahannya.
Batu Pamali, sebuah batu besar tempat meletakkan sesaji di muka pintu sebuah bangunan di Maluku merupakan tanda bahwa bangunan tersebut adalah Balai Adat. Baileu atau Balai Adat inilah yang menjadi bangunan induk Anjungan. Sembilan tiang di bagian depan dan belakang, serta lima tiang di sisi kiri dan kanan merupakan lambang Siwa Lima, simbol persekutuan desa-desa di Maluku yang telah ada sejak berabad-abad yang lalu.
Dalam memperkenalkan daerahnya menampilkan bangunan Bailem dan rumah Latu atau rumah raja. Bertindak sebagai sreitek adalah Kepala adat di seluruh daerah Maluku, dan dibangun pada tahun 1974 dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 17 April 1975. Bangunan Bailem ini merupakan satu-satunya bangunan peninggalan yang menggambarkan kebudayaan siwa-lima, karena itulah dipilih sebagai bangunan yang dapat mewakili daerah propinsi Maluku. Di samping kedua bangunan tradisional tersebut, anjungan Maluku dilengkapi dengan dua buah patung pahlawan wanita Martha Christina Tiahahu dan patung pahlawan Pattimura atau Thomas Matulessy, sebuah kolam yang menggambarkan kebon laut Maluku, dan patung proses pengolahan sagu.
Bangunan bailem sebagai bangunan induk aslinya tidak berdinding dan merupakan rumah panggung, yakni lantainya tinggi di atas permukaan tanah. Adapula bailem yang lantainya di atas batu semen dan bailen yang lantainya rata dengan tanah. Di antara ketiga macam bailen ini yang paling lazim dan paling khas adalah yang lantainya dibangun di atas tiang. Jumlah tiangnya melambangkan jumlah klen-klen yang ada di desa tersebut. Bailen ini tidak berdinding mengandung maksud roh-roh nenek moyang mereka bebas masuk keluar bangunan tersebut. Sedang lantai bailen dibuat tinggi dimaksudkan agar kedudukan tempat bersemayam roh-roh nenek moyang tersebut lebih tinggi dari tempat berdiri rakyat di desa itu. Selain rakyat akan mengetahui bahwa permusyawaratan berlangsung dari luar ke dalam dan dari bawah ke atas.
Di depan bailen di dekat pintu masuk dan beilen terdapat pamali yang berfungsi sebagai tempat persembahan dan bilik pamali sebagai tempat penyimpanan atau tempat meletakkan barang-barang yagn dianggap suci pada saat diadakan upacara. Bentuk bailen yang ada di Taman Mini Indonesia Indah adalah bentuk bailen yang terakhir atau yang baru yang melambngkan persatuan atau persekutuan antara dua klen besar di Maluku yaitu Pata Siwa dan Pata Lima. Hal ini melambangkan jumlah pada tiang bailen di bagian muka dan belakang berjumlah 9 yang sama dengan siswa dan samping kiri dan kanan berjumlah 5 yang sama dengan lima. Akhir kata siwa lima mampunyai arti baru yaitu: Kita semua punya dan menjadi lambang persatuan daerah Maluku.
Fungsi dari Bailen adalah untuk tempat bermusyawarah dan pertemuan rakyat dengan dewan rakyat seperti saniri negeri, Dewan adat dan lain-lain. Jadi sistem demokrasi sudah dikenal oleh rakyat lima-siwa sejak dulu. Yang boleh disimpan dalam bailen berupa benda-benda yang dianggap suci dan ada hubungan dengan upacara adat. Selain itu juga terdapat satu buah atau musyawarah antara rakyat dan saniri neheri dan tua-tua adat.
C. Seni Pertunjukan
· MUSIK
Alat musik yang terkenal adalah Tifa (sejenis gendang) dan Totobuang. Masing-masing alat musik dari Tifa Totobuang memiliki fungsi yang bereda-beda dan saling mendukung satu sama lain hingga melahirkan warna musik yang sangat khas. Namun musik ini didominasi oleh alat musik Tifa. Terdiri dari Tifa yaitu, Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas, ditambah sebuah Gong berukuran besar dan Toto Buang yang merupakan serangkaian gong-gong kecil yang di taruh pada sebuah meja dengan beberapa lubang sebagai penyanggah. Adapula alat musik tiup yaitu Kulit Bia (Kulit Kerang).
Dalam kebudayaan Maluku, terdapat pula alat musik petik yaitu Ukulele dan Hawaiian seperti halnya terdapat dalam kebudayaan Hawaii di Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat ketika musik-musik Maluku dari dulu hingga sekarang masih memiliki ciri khas dimana terdapat penggunaan alat musik Hawaiian baik pada lagu-lagu pop maupun dalam mengiringi tarian tradisional seperti Katreji.
Musik lainnya ialah Sawat. Sawat adalah perpaduan dari budaya Maluku dan budaya Timur Tengah. Pada beberapa abad silam, bangsa Arab datang untuk menyebarkan agama Islam di Maluku, kemudian terjadilah campuran budaya termasuk dalam hal musik. Terbukti pada beberapa alat musik Sawat, seperti rebana dan seruling yang mencirikan alat musik gurun pasir.
Diluar daripada beragamnya alat musik, orang Maluku terkenal handal dalam bernyanyi. Sejak dahulu pun mereka sudah sering bernyanyi dalam mengiringi tari-tarian tradisional. Tak ayal bila sekarang terdapat banyak penyanyi terkenal yang lahir dari kepulauan ini. Sebut saja para legenda seperti Broery Pesoelima dan Harvey Malaihollo. Belum lagi para penyanyi kaliber dunia lainnya seperti Daniel Sahuleka, Ruth Sahanaya, Monica Akihary, Eric Papilaya, Danjil Tuhumena, Romagna Sasabone, Harvey Malaihollo serta penyanyi-penyanyi muda berbakat seperti Glen Fredly, Ello Tahitu dan Moluccas.
· TARIAN
Tari Tifa selalu dipersembahkan untuk menyambut para tamu di Maluku Tenggara. Gerakan-gerakan yang ditampilkan penarinya sangat menarik.
Tari Saureka-reka adalah tarian yang mempertunjukkan kelincahan kaki untuk menginjak bagian tengah empat bilah "gaba-gaba" (pelepah sagu) yang ditabuh secara bersilangan.
Tarian dabus sering kali dikaitkan dengan pertunjukan yang memperlihatkan kekebalan penari dengan mencoba melukai diri. Tarian ini adalah tarian yang mempunyai unsur keagamaan. Pada mulanya tarian dipersembahkan untuk memperlihatkan kehebatan dan kekebalan orang Syiah. Dengan usaha itu mereka berharap musuh-musuh mereka daripada kalangan pihak yang lain akan takut dan tidak mengganggu mereka lagi.
Tari Poco Poco adalah sejenis tarian yang populer diawal tahun 2000-an. Tarian ini diiringi oleh lagu yang berasal dari Maluku yang bernama Poco Poco juga. Gerakan tarian Poco Poco adalah mundur ke belakang satu dua langkah dan maju ke depan satu dua langkah dan badan berputar di tempat sebanyak 360 derajat.
Tari Kipas Kai Maluku (Sosoy Kibas) adalah tarian lembut yang lazim ditarikan oleh kaum wanita. Tari ini berasal dari Kepulauan Kai, yang termaksud dalam Proponsi Maluku. Pada sesi ini tari tersebut ditarikan oleh 5 orang penari dan diiringi oleh Lagu "Api Injil"
Tari Timba Ulur/Tari Obor adalah Tarian dari suku dayak kenyah, tarian ini pada prinsipnya sama dengan tarian Hudoq dari kutai kartanegara tarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang buas serta menggunakan daun pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian ini erat hubungannya dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang. Tari Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
Tari Katereje Lompat Gaba-Gaba ,tarian ini dilakukan oleh para muda mudi dan para wanitanya membawa sapu tangan.
Tari Katreji adalah tarian asal Portugis dipakai untuk acara ramah tamah
Tari dansa tali merupakan tarian dansa yang menggunakan tali. Tarian tersebut merupakan peninggalan seni budaya dari penjajah bangsa Portugis.
Tari orlapei merupakan salah satu peninggalan seni budaya dari Portugis yang berfariasi
Tari sau reka- reka atau disebut juga tari gaba-gaba. Menggunakan gaba-gaba yang berjumlah 4 buah yang dipukul sebagai alunan musik dalam tari ini, mulai dari tempo yang lambat sampai cepat.
Tari bambu gila sebenarnya diangkat dari permainan tradisional yang mempunyai kesakralan dan magis yang nyata terjadi dalam memainkannya, kemudian gerekan-gerakan pada permainan tersebut dirangkai menjadi suatu bentuk tarian yang menarik
· SASTRA
Dalil Tifa. (Bernilai Religius)
Dalil Tifa berbentuk peribahasa yang merupakan pernyataan pendapat umum (warisan leluhur) yang bersifat petunjuk dan nasihat yang diungkapkan dalam bentuk dalil. Isi yang terkandung di dalamnya kebanyakan bernafaskan dalil yang bersifat keagamaan (nilai religius). Pengertiannya diidentikkan dengan tifa (beduk) di mesjid/langgar yang selalu ditalu setiap saat untuk mengingatkan orang mentaati perintah panggilan agama (sholat).
Dalil Moro. (Bernilai Nasihat Kehidupan Duniawi)
Sebagaimana Dalil Tifa, Dalil Moro ialah bentuk puisi sastera lama yang dalam peribahasanya mengungkapkan perumpamaan yang berbentuk dalil sebagai contoh untuk ditiru yang merupakan warisan nenek moyang yang telah merasuk dan dihayati, hingga patut ditaati.
Dola Bololo / Dorobololo.
Dola Bololo atau Dorobololo adalah sepotong ungkapan yang terdiri dari dua bait, pernyataan perasaan dan pendapat seseorang dalam bentuk sindiran dan tamsilan, merupakan ciri kebijakan seseorang dalam masyarakat untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya melalui peribahasa kepada seseorang atau temannya agar kawannya dapat memahami dan menanggapi maksud serta tidak merasa tersinggung dengan kehalusan tutur bahasa sindiran yang kita gunakan
Tamsil.
Sebagaimana dalam kesusasteraan Indonesia, tamsil berisi nasihat dan petunjuk mengandung unsur keagamaan, sebagai peringatan kepada pemeluknya agar benar-benar mempelajari ilmu agama dan mengamalkannya selama masih hidup.
D. KERAJINAN RAKYAT
Kerajinan rakyat di provinsi maluku ini adalah kerajinan Mutiara, karna kota ambon sangat berlimpah hasil mutiaranya, dan terkenal dengan mutiara nya yang indah, jadi sebagian besar masyarakat ambon membuat kerajinan mutiara yang diaplikasikan dalam bentuk yang bermacam-macam.
E. LEGENDA
· Legenda nenek luhu
Kota Ambon memiliki legenda menarik tentang Ta Ila Luhu atau yang lebih sering di kenal dengan sebutan nenek Luhu, seorang bangsawan yang berasal dari negeri Luhu. Diceritakan bahwa puteri yang lahir menjelang kedatangan Belanda ke Maluku itu memiliki jiwa patriotisme dan kemandirian yang tinggi sehingga menjadi panutan bagi warga Ambon dan sekitarnya. Beberapa tempat disebut-sebut berkaitan erat dengan dirinya, antara lain Gunung Nona, Batu Capeu dan Air Puteri, adalah cikal bakal berdirinya kota ini.
F. PETA MALUKU
4. ANALISIS
· Pada dasarnya semua situs sejarah yang dimiliki maluku ini berpotensial tinggi,bagaimana tidak, semuanya adalah peninggalan sejarah yang masih berdiri tegak hingga sekarang, banyak hal dan cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkannya, seperti dengan cara mempromosikannya ke masyarakat, penyuluhan ke sekolah-sekolah untuk mengunjungi situs tersebut, jangan hanya belajar dari buku di dalam kelas,alangkah baiknya jika jika langsung datang dan mengamati serta mempelajari situs-situs tersebut, dengan begitu akan timbul rasa cinta mereka terhadap situs-situs sejarah maluku
· Kebudayaan yang melimpah ruah dimaluku sudah seharusnya diperkenalkan kepada masyarakat,apalagi generasi muda, agar mereka belajar mencintai kebudayaannya, jangan hanya dipelajari tapi harus juga dilestarikan, situs budaya yang terdapat di maluku dapat menjadi sarana untuk mempelajarinya.
5. PENUTUP
Banyak yang menjuluki Kepulauan Maluku sebagai Indonesia kecil karena masyarakatnya yang heterogen dan rangkaian ratusan pulau yang membentuk archipelago mini. Kekayaan alam yang dimilikinya membuat bangsa-bangsa Eropa selama lebih dari dua ratus tahun memperebutkan kepulauan ini.
Dan tau kah kalian??
Berbanggalah kita sebagai warga negara indonesia, karena negara kita memiliki kekaya alam, budaya dan sejarah yang melimpah ruah
bener banget Maluku mempunyai kekayaan yang melimpah. baik kekayaan alam maupun budaya, adat, dan sejarah. Kehidupan Maluku sangat peka terhadap persaudaraan. Maluku satu gandong. itu yang selalu ditanamkan kepada masyarakat Maluku dimanapun berada. Orang Maluku yang di luar daerah setiap bertemu dengan orang maluku lainnya, pasti merasa bersaudara walaupun baru kenal... saya orang maluku asli, Kaitetu, kec Leihitu..
BalasHapus