Minggu, 09 Januari 2011

Maluku Utara Pesona yang tak pernah habis

POTENSI WISATA BUDAYA MALUKU UTARA
Sebuah Analisis Penjelajahan Awal

  1. PENDAHULUAN
Maluku Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia. Provinsi yang biasa disingkat sebagai "Malut" ini terdiri dari beberapa pulau di Kepulauan Maluku. Ibukota terletak di Sofifi, Kecamatan Oba Utara, sejak 4 Agustus 2010 menggantikan kota terbesarnya, Ternate yang berfungsi sebagai ibukota sementara selama 11 tahun untuk menunggu kesiapan infrastruktur Sofifi. Kemunculan Provinsi masih muda, muncul karena Pemekaran sesuai dengan; UU RI Nomor 46 Tahun 1999 dan UU RI Nomor 6 Tahun 2003. Tanggal penting 4 Oktober 1999 (hari jadi).

Kondisi Geografis

Luas total wilayah Provinsi Maluku Utara mencapai 140.255,32 km². Sebagian besar merupakan wilayah perairan laut, yaitu seluas 106.977,32 km² (76,27%). Sisanya seluas 33.278 km² (23,73%) adalah daratan. Dengan jumlah penduduk 970.443 jiwa (2005).

Pulau-Pulau

Provinsi Maluku Utara terdiri dari 395 pulau besar dan kecil. Pulau yang dihuni sebanyak 64 buah dan yang tidak dihuni sebanyak 331 buah.

Sebelum Penjajahan

Daerah ini pada mulanya adalah bekas wilayah empat kerajaan Islam terbesar di bagian timur Nusantara yang dikenal dengan sebutan Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku), yaitu:
Zaman Penjajahan
Era Portugis
Bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau, mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen.
Salah seorang misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546, kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan penyebaran agama.
Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Era Belanda
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maluku
Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku menjadi korban kebrutalan VOC.
Pada permulaan tahun 1800 Inggris mulai menyerang dan menguasai wilayah-wilayah kekuasaan Belanda seperti di Ternate dan Banda. Dan, pada tahun 1810 Inggris menguasai Maluku dengan menempatkan seorang resimen jendral bernama Bryant Martin. Namun sesuai konvensi London tahun 1814 yang memutuskan Inggris harus menyerahkan kembali seluruh jajahan Belanda kepada pemerintah Belanda, maka mulai tahun 1817 Belanda mengatur kembali kekuasaannya di Maluku.

Pendudukan Militer Jepang

Pada era ini, Ternate menjadi pusat kedudukan penguasa Jepang untuk wilayah Pasifik.

Zaman Kemerdekaan

Orde Lama

Pada era ini, posisi dan peran Maluku Utara terus mengalami kemorosotan, kedudukannya sebagai karesidenan sempat dinikmati Ternate antara tahun 1945-1957. Setelah itu kedudukannya dibagi ke dalam beberapa Daerah Tingkat II (kabupaten).
Upaya merintis pembentukan Provinsi Maluku Utara telah dimulai sejak 19 September 1957. Ketika itu DPRD peralihan mengeluarkan keputusan untuk membentuk Provinsi Maluku Utara untuk mendukung perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat melalui Undang-undang Nomor 15 Tahun 1956, namun upaya ini terhenti setelah munculnya peristiwa pemberontakan Permesta.
Pada tahun 1963, sejumlah tokoh partai politik seperti Partindo, PSII, NU, Partai Katolik dan Parkindo melanjutkan upaya yang pernah dilakukan dengan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah-Gotong Royong (DPRD-GR) untuk memperjuangkan pembentukan Provinsi Maluku Utara. DPRD-GR merespons upaya ini dengan mengeluarkan resolusi Nomor 4/DPRD-GR/1964 yang intinya memberikan dukungan atas upaya pembentukan Provinsi Maluku Utara. Namun pergantian pemerintahan dari orde lama ke orde baru mengakibatkan upaya-upaya rintisan yang telah dilakukan tersebut tidak mendapat tindak lanjut yang konkrit.

Orde Baru

Pada masa Orde Baru, daerah Moloku Kie Raha ini terbagi menjadi dua kabupaten dan satu kota administratif. Kabupaten Maluku Utara beribukota di Ternate, Kabupaten Halmahera Tengah beribukota di Soa Sio, Tidore dan Kota Administratif Ternate beribukota di Kota Ternate. Ketiga daerah kabupaten/kota ini masih termasuk wilayah Provinsi Maluku.

Orde Reformasi

Pada masa pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, muncul pemikiran untuk melakukan percepatan pembangunan di beberapa wilayah potensial dengan membentuk provinsi-provinsi baru. Provinsi Maluku termasuk salah satu wilayah potensial yang perlu dilakukan percepatan pembangunan melalui pemekaran wilayah provinsi, terutama karena laju pembangunan antara wilayah utara dan selatan dan atau antara wilayah tengah dan tenggara yang tidak serasi.
Atas dasar itu, pemerintah membentuk Provinsi Maluku Utara (dengan ibukota sementara di Ternate) yang dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 46 tahun 1999 tentang Pemekaran Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat.[2]
Dengan demikian provinsi ini secara resmi berdiri pada tanggal 12 Oktober 1999 sebagai pemekaran dari Provinsi Maluku dengan wilayah administrasi terdiri atas Kabupaten Maluku Utara, Kota Ternate dan Kabupaten Maluku Utara.
Selanjutnya dibentuk lagi beberapa daerah otonom baru melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula dan Kota Tidore.

Ekonomi

Perekonomian daerah sebagian besar bersumber dari perekonomian rakyat yang bertumpu pada sektor pertanian, perikanan dan jenis hasil laut lainnya. Daya gerak ekonomi swasta menunjukkan orientasi ekspor, antara lain:


  1. SITUS-SITUS SEJARAH
2.a Situs Eksitu
Saya tidak menemukan situs sejarah yang dialihkan/ dipindahkan di wilayah Maluku Utara. Akan tetapi banyak situs sejarah yang dipugar (Rekonsiliasi).
2.b Situs Insitu
Kesultanan Tidore
Mesjid Tidore
Ketika jalan-jalan di Soasiu, ibukota Pulau Tidore, aku sempat melihat-lihat masjid Sultan Tidore. Ini masjid tua, umurnya lebih dari 300 tahun, terbuat dari kayu besar. Selama 300 tahun, ia tak pernah diganti. Kuat sekali dan sekeras beton.
Di Tidore, ia disebut "Masjid Kolano" --dalam bahasa Tidore, "kolano" adalah nama jabatan "sultan" sebelum diganti dengan bahasa Arab. Bangunannya kokoh dan penuh sejarah. Hanya satu dari empat tiang utama yang keropos.




Rumah adat Hibualamo

Rumah adat Hibualamo diresmikan pada bulan April 2007 dan berfungsi sebagai tempat dilaksanakannya upacara-upacara adat dan sebagai tempat pertemuan pemimpin dan rakyat. Rumah adat ini sudah mengalami modifikasi dari bentuk aslinya dan merupakan simbol rekonsiliasi dan persatuan bagi masyarakat Halmahera Utara. Di lokasi yang sama terdapat juga bangunan perahu Korakora raksasa yang adalah perahu tradisional asli Tobelo-Galela.




2.c Kota Tua
Wisata Sejarah berupa Benteng Peninggalan Portugis / Belanda
Benteng Toloko,
Benteng Toloko atau Tolukko adalah benteng Portugis yang dibangun pada tahun 1512 oleh Governor Jenderal Fransisco Serral.


Benteng Kalamata


Benteng Orange
Benteng Orange atau Fort Oranje adalah benteng Belanda yang dibangun pada tahun 1607 oleh Gubernur Jenderal Belanda Matelief De Jonge.


Benteng Kastela






2.d Desa Tradisional
Sampai hari ini, Mayoritas penduduk di Maluku Utara adalah pemeluk Islam. Jadi, kegiatan desa Tradisional yang menganut kepercayaan Animisme/Dinamisme tidak dapat saya temukan. Akan tetapi, sekedar upacara-upacara adat yang bercampur dalm bentuk budaya Maluku yang mengalkulturasi dengan Tradisi Islam banyak saya temukan dan akan dibahas di bagian Kebudayaan. Di pembahasan selanjutnya.


















  1. SITUS-SITUS BUDAYA
3.a Tradisi yang masih berlangsung
Legu Gam atau pesta rakyat berasal dari tradisi adat istiadat Maluku Utara. Secara historis pesta rakyat yang melibatkan pihak kerajaan / kesultanan ini dilakukan dalam bentuk tari-tarian atau biasa disebut Tarian Legu.
Tarian Legu biasanya dipentaskan dalam tiga acara dan ketiganya pun bertingkat sifatnya. tarian ini merupakan rangkaian gerakan yang menyerupai kepakan sayap burung.
Menurut legenda, tarian ini merupakan simbol dari turunnya burung berkepala dua (Goheba) yang menjadi simbol kesultanan Moloku Kie Raha (Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan).
Para penari adalah kaum perempuan yang bukan berasal dari keluarga Sultan. Pada saat tarian Legu dipentaskan, Sultan tidak diperkenankan berdiri sebelum Tarian Legu berakhir. Hal ini bertujuan agar pesan-pesan yang disampaikan dapat dipahami, dihayati, dan menjadi bahan introspeksi Sultan dalam menjalankan kepemimpinannya.
Tiket Gratis. Untuk mengikuti Upacara ini tidak dikenakan biaya.

Festival Teluk Jilolo
Festival Teluk Jilolo (FTK) yang akan digelar Pemkab Halmahera Barat (Halbar), Maluku Utara (Malut) di kawasan Teluk Jilolo pada 18-23 November 2009 diupayakan masuk dalam kalender tahunan kegiatan wisata nasional.
Pemkab Halbar telah menetapkan FTK tersebut digelar setiap tahun mulai tahun ini. Pemkab akan mengupayakan FTK masuk dalam kalender tahunan kegiatan wisata nasional," kata Kadis Pemuda Kebudayaan dan Pariwisata Halbar Khalbi Rasyid di Ternate, akhir pekan lalu.
Jika FTK masuk dalam kalender tahunan kegiatan wisata nasional, selain pelaksanaannya akan diketahui secara luas, juga akan memudahkan pengusaha biro perjalan memprogramkan paket kunjungan wisata ke Halbar.
Menurut Khalbi, FTK yang digelar 18-23 November 2009 akan dimeriahkan dengan pementasan budaya dan kesenian tradisonal Halbar serta kegiatan yang terkait dengan bahari.
Kegiatan yang terkait dengan bahari di antaranya parade perahu hias, lomba renang, lomba perahu dayung dan selam. Khusus untuk kegiatan lomba renang dan dayung, pemkab menyediakan hadiah total Rp 200 juta lebih.
"Masyarakat Halbar antusias untuk berpartisipasi pada FTK tersebut, terutama pada lomba dayung dan renang. Saat ini sudah ada ratusan pendaftar pada kedua lomba itu," katanya.

Pemkab Halbar telah mempromosikan pelaksanaan FTK tersebut kepada berbagai pihak terkait, termasuk kepada para pengusaha biro perjalan di sejumlah kota di Indonesia, namun sejauh ini belum dipastikan apakah mereka akan mendatangkan wisatawan pada FTK itu.

Khalbi mengatakan pengunjung di FTK selain dapat menyaksikan kemeriahan berbagai kegiatan juga dapat menyaksikan keindahan panorama bawah laut di perairan teluk Jailolo.

Terumbu karang di perairan teluk Jailolo cukup indah dan umumnya masih dalam kondisi baik. Di sela-sela terumbu karang dapat diskasikan aneka ragam biota laut seperti ikan, bintang laut dan kerang laut.
"Bahkan dapat pula ditemukan keong japanis spy, sejenis keong laut langka. Selama ini keong seperti itu di Indonesia hanya ditemukan di perairan Raja Ampat, Papua Barat," kata Khalbi Rasyid.
Sumber:
http://travel.kompas.com/read/2009/11/16/09421982/Festival.Teluk.Jilolo..Mengenal.Keindahan.Halmahera.Barat
16 November 2009

3.b Arsitektur Tradisional

Arsitektur Tradisional Ternate dan Halmahera

Bangunan-bangunan tempat tinggal umumnya konsentris, terdiri dari bagian inti di tengah (bilik dalam) dan bagian-bagian luar yang mengelilingi bagian inti (bilik luar).Bangunan-bangunan ini sebagian berdiri dengan lantai diangkat ±90 -150 cm di atas tanah (Siko, Pacei, Taraudu) dan sebagian lagi berlantai langsung di atas tanah (Dokiri, Katana, Galela). (c) Struktur bangunan adalah s`stem rangka (skeleton) dari kayu, bambu dan kombinasi dari keduanya. Bentuk bangunan adalah geometris, bentuk tetap segi delapan, dengan bagian yang tertinggi berbentuk pelana mengindikasikan bilik dalam sebagai bagian yang terpenting dari rumah.
Bahan bangunan yang dipakai adalah bahan bangunan lokal, yang langsung terdapat di daerah itu seperti : kayu untuk rangka rumah; bambu untuk tulangan utama dinding, untuk tulangan dasar dari dinding, untuk bahan dinding/lantai (bambu belah); daun nipah untuk bahan atap, dan untuk dinding (pelepahnya).Tiang-tiang utama rangka rumah dan tulangan dasar dinding berdiri di atas umpak batu. Penyelesaian-penyelesaian detail sambungan konstruksi dan ke-mampuan membuat aneka ragam ornamen cukup unik, menun-jukkan adanya potensi pertukangan yang besar (skilled). Bangunan-bangunan memberikan asosiasi pada bentuk kapal.


3.c Seni Pertunjukan

TARIAN TIDETIDE,
Tidetide adalah tarian khas Halmahera Utara yang biasanya dipentaskan pada acara tertentu seperti pada pesta perkawinan adat atau pesta rakyat. Gerakan pada tarian Tidetide memiliki makna tertentu yang dapat diartikan sebagai bahasa pergaulan sehingga Tidetide juga dikenal sebagai tari pergaulan. Tarian ini dibawakan oleh kelompok penari pria dan wanita yang berjumlah 12 orang sambil diiringi tabuhan tifa, gong dan biola.
TARIAN DENGEDENGE,
Selain Tidetide, Halmahera Utara juga memiliki Dengedenge sebagai tarian pergaulan yang biasanya dibawakan oleh sekelompok penari pria dan wanita sambil diiringi nyanyian-nyanyian berupa syair pantun yang memiliki makna cinta dan harapan di masa depan. Tidak jarang tarian ini diakhiri dengan sebuah kesepakatan untuk menikah antara si penari pria dan wanita. Nyanyian pengiring Dengedenge dibawakan dengan cara saling berbalas-balasan.
TARIAN GUMATERE,
Dimaksudkan untuk meminta petunjuk atas suatu persoalan ataupun fenomena alam yang sedang terjadi. Tarian ini dibawakan oleh 30 orang penari pria dan wanita. Penari pria menggunakan tombak dan pedang sedangkan penari wanita menggunakan lenso. Yang unik dari tarian ini adalah salah seorang penari akan menggunakan kain hitam, nyiru dan lilin untuk ritual meminta petunjuk atas suatu kejadian. Gumatere merupakan tarian tradisional rakyat Morotai.
TARIAN CAKALELE,
Tarian Cakalele adalah tarian perang yang saat ini lebih sering dipertunjukan untuk menyambut tamu agung yang datang ke daerah ini maupun untuk acara yang bersifat adat. Para penari cakalele pria biasanya menggunakan parang dan salawaku sedangkan penari wanita menggunakan lenso (sapu tangan). Cakelele merupakan tarian tradisional khas Maluku.
TARIAN LELEHE,
Tarian Lelehe dapat dibawakan oleh anak-anak maupun dewasa. Para penari biasanya menggunakan 2 alat dari bambu berukuran 2-3 meter sebagai perlengkapan tarian. Tarian ini dibawakan oleh seorang penari pria dan wanita. Tarian Lelehe merupakan tarian tradisional khas suku Tobelo dan biasanya dipertunjukan pada acara-acara adat, malam perkawinan dan acara pentas budaya.

3.d Seni Plastis

3.e Seni Rupa Dua Dimensi

3.f Kerajinan Rakyat

3.g Legenda

Suku Sahu pada zaman kejayaan sultan, suku ini dipimpin oleh seorang pimpinan yang disebut Walasae, dibawa walasae ada seorang panglima yang disebut kapita/momole, kemudian dibawah kapita ada walangotom (prajurit yang selalu siap siaga mendengar komando dari kapita dalam hal ini pertahanan keamanan). Kemudian ada Jou Ma Bela (kaum masyarakat yang bertugas membawa upeti kepada sultan Ternate).Di bawah Jou Ma bela ada guru yang bertugas dalam hal keagamaan yang didampingi oleh khalifa, dan yang paling terakhir adala ngofa repe sebutan kepada masyarakat kampong, ,sedangkan di atas struktur ini ada lembaga kesultanan yang disebut babato madopolo dan sultan sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan yang terkenal dengan nama Maloku Kie Raha hingga sekarang.

Struktur masyarakat ini pada akhirnya berubah, perubahannya yaitu fomanyira (pemimpin desa) memiliki kedudukan tertinggi dan bertugas mengatur kehidupan dan kesejahteraan bala rakyat. Di bawah fomanyira ada sebuah institusi masyarakat yang disebut gam ma kale yang terdiri dari wala sae dan wala ngotom yang tugasnya mengatur dan menegakan hukum adat serta syukuran atas hasil panen pertanian mereka Di bawa gam ma kale ada baba masohi sebutan kepada tua-tua kampong yang bertugas mendampingi Gam Ma Kale dalam hal penegakan hukum adat, dan yang paling terenakhir adalah ngoa repe atau masyaakat kampong.

Kehidupan sosial suku Sahu sejak dahulu kala sudah memahami bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa manusia lain. Hal inilah yang mendorong masyarakat ini membentuk kelompok-kelompok kerja baik untuk keperluan kerajaan Ternate maupun kegiatan kemasyarakatan untuk mencapai tujuan tertentu.

Kegiatan gotong royong yang diciptakan oleh nenek moyang itu terwarisi sampai sekarang. Pada lingkungan keluarga biasanya ada hubungan kerja sama sebagai tanggung jawab. Misalnya kerjasama dalam mempersiapkan upacara perkawinan anggota keluarga mereka, upacara pemakaman, dan acara-acara keluarga lainnya. Ada pula dalam lingkungan masyarakat dibentuk kelompok kerja yang disebut rion-rion. Kelompok ini biasanya setiap anggota mempunyai tujuan yang sama, misalnya berkebun, mengolah hasil pertanian, dan membangun rumah para anggota kelompok tersebut.

Masyarakat suku Sahu memiliki berbagai macam budaya suku, seperti adat istiadat dalam melaksanakan upacara perkawinan,upacara pemakaman,adat istiadat dalam pembagian harta,serta budaya sasa’du (upacara pada rumah adat). RANWARD NGITU

Sumber :
http://aspirasinews.wordpress.com/2008/12/24/seni-budaya-wisata-unggulan-halmahera-barat/
24 Desember 2008

3.h Wisata Jiarah

Makam tentara Jepang

Gambar di atas adalah Kuburan orang Jepang saat perang Pasifik.


Wisata Ziarah Kubur keliling Pulau

Setiap penduduk asli di pulau Ternate di Provinsi Maluku Utara pasti pernah mendengar dan tahu arti dari kata  “Kololi Kie” yaitu sebuah kegiatan ritual masyarakat tradisional untuk mengitari atau mengililingi gunung Gamalama sambil menziarahi beberapa makam keramat yang ada di sekeliling pulau kecil yg memiliki gunung berapi ini.
Menurut sejarawan  terkenal Leonard Andaya (dalam Reid, 1993: 28-29), bahwa ancaman berupa bencana alam yang ditimbulkan oleh sebuah gunung berapi terkadang dapat melahirkan satu tradisi yang khas. Beberapa kawasan di Asia Tenggara, termasuk di daerah Maluku Utara, gunung terutama gunung berapi aktif dianggap sebagai representasi penguasa alam.
Oleh sebab itu, keberadaan gunung selalu dihormati dengan cara melakukan beberapa ritual tertentu. Sebuah gunung dianggap mewakili sosok yang mengagumkan sekaligus mengancam, sehingga diperlukan upacara penghormatan supaya keberadaannya menjamin ketentraman, keamanan, dan keberadaan masyarakat di sekitarnya. Demikian menurut Leonard Andaya.

Dalam perspektif ini, ritual adat kololi kie ini memiliki makna ganda selain merupakan tradisi yg selalu dilakukan leluhur jaman dahulu untuk menjiarahi beberapa tempat yang dianggap keramat juga merupakan upaya untuk menjauhkan masyarakat Ternate dari berbagai ancaman bencana dari gunung berapi Gamalama tersebut. Hal seperti ini juga terjadi di beberapa gunung di pulau Jawa, Sumatera dan tempat lain di nusantara ini.





3.i Wisdom
Kokoli Kie
Secara etimologi, kata “Kololi Kie” berasal dari bahasa asli Ternate yakni gabungan dari dua kata, yaitu ; kata “” yang berarti keliling atau mengintari dan kata “kie” yang berarti gunung, pulau, darat atau juga berarti daratan. Jadi, pengertian kata Kololi Kie secara umum bermakna; kegiatan mengitari atau mengililingi pulau/gunung. Ada istilah lain yang mempunyai arti serupa yang juga populer di masyarakat Ternate terhadap kegiatan kololi kie ini, yaitu “Ron Gunung“.
Ritual kololi kie ini sudah dilakukan oleh masyarakat Ternate sejak ratusan tahun lalu. Ritual adat ini merupakan salah satu dari dua ritual tertua yang dianggap satu paket, yakni ritual “Fere Kie” yaitu kegiatan ritual naik ke puncak gunung Gamalama untuk berziarah. (tentang ini akan dibahas dalam tersendiri sedudah tulisan ini).
Tradisi ritual adat kololi kie ini, jika dilihat dari sisi “route” yang dilalui, maka terdapat dua jalur yang bisa dilalui, yaitu; melalui jalur laut dan melalui jalur darat.






3.j Peta


3.k Akses Transportasi

Berangkat dari JAKARTA
Udara : Apabila berangkat dari Jakarta maka penerbangan Lion Air dengan tujuan Kao via Manado merupakan pilihan terbaik.

Alternatif lain adalah dengan melalui Ternate, ibukota provinsi Maluku Utara. Tersedia penerbangan langsung Batavia Air rute Jakarta-Ternate. Beberapa penerbangan lain via transit yang juga tersedia adalah Garuda Indonesia, Lion Air dan Sriwijaya Air. Selanjutnya baca Berangkat dari Ternate.
Laut : Tersedia kapal penumpang Pelni seperti KM Lambelu, KM Sinabung, KM Dorolonda dan KM Ngapulu yang melayani rute pelayaran ke bagian timur Indonesia dan singgah di pelabuhan Ternate. Selama pelayaran kapal juga akan mampir dibeberapa kota besar seperti Semarang, Surabaya, Makassar dan Bitung. Rute Jakarta-Ternate dengan kapal laut membutuhkan waktu 5 hari. Selanjutnya baca Berangkat dari Ternate.


Berangkat dari SURABAYA
Udara : Tersedia penerbangan Merpati Nusantara Airlines, Lion Air atau Express Air dengan tujuan Ternate via Makassar. Penerbangan Surabaya-Makassar-Ternate akan ditempuh sekitar 4 jam. Selanjutnya baca Berangkat dari Ternate.
Laut : Tersedia kapal penumpang Pelni seperti KM Dorolonda dan KM Lambelu yang melayani rute pelayaran ke bagian timur Indonesia dan singgah di pelabuhan Ternate. Selama pelayaran kapal juga akan mampir di beberapa kota besar seperti Makassar dan Bitung. Rute Surabaya-Ternate dengan kapal laut akan memakan waktu 4 hari. Selanjutnya baca Berangkat dari Ternate.
Berangkat dari MANADO
Udara : Dari Manado tersedia penerbangan Wings Air ke Kao (2x seminggu, Senin dan Jumat) atau Express Air ke Galela (3x seminggu, Selasa, Kamis dan Sabtu). Keduanya akan membawa anda sampai di Halmahera Utara. Informasi jadwal penerbangan dari Manado



Perjalanan Kao-Tobelo (ibukota) dapat ditempuh melalui jalur darat selama 1.5 jam sedangkan Galela-Tobelo selama 45 menit.
Laut : Dapat menggunakan KM Elizabeth III yang berangkat dari Manado pada setiap hari senin. Perjalanannya akan membutuhkan waktu sekitar 15 jam.



Cara lain yang dapat anda tempuh adalah dengan singgah dulu ke Ternate, ibukota provinsi Maluku Utara.
Garuda Indonesia, Lion Air dan Express Air adalah beberapa yang melayani rute ini. Selanjutnya baca Berangkat dari Ternate.
Berangkat dari TERNATE
Udara : Dari Ternate tersedia penerbangan siang Express Air 3x seminggu (Selasa, Kamis & Sabtu; Rp 299.000) ke Morotai via Galela.
Laut : Menyeberanglah ke pulau Halmahera melalui pelabuhan penyeberangan speedboat Kotabaru (45 menit; Rp 50.000). Alternatif lain adalah dengan menggunakan kapal feri dari pelabuhan feri Bastiong (2 jam). Keduanya akan membawa anda sampai ke Sofifi.



Dari Sofifi anda dapat memanfaatkan jasa transportasi darat menuju ke Tobelo (3.5 jam; Rp 75.000).


  1. SEBUAH ANALISIS
Maluku Utara tidak akan pernah akan habis diperbincangkan, kekayaan, Sejarah, Budaya, Bahari dll, tidak pernah habis, seakan-akan diproduksi oleh air laut yang amat luas. Tetapi, masalahnya adalah, mengapa masih terdapat kemiskinan disana? Bukankah seharusnya masyarakat Maluku Utara dapat merasakan keberlimpahan tersebut? Jawabannya tidak akan kita dapatkan jika kita tidak melihat substansi masalah yang sedang berkembang.
Setelah Reformasi, banyak daerah-daerah di Indonesia berlomba-lomba melakukan “Pemekaran” dan orientasinya adalah kebebasan semu. Karena tidak mengarah pada kemajuan dan pembangunan berskala panjang maupun pendek. Perencanaan daerah pun hanya dibangun sebagai formalitas administrasi kepada lembaga yang lebih tinggi. Inilah yang menjadi perhatian kita semua, bahwa mental “korupsi” sejak zaman Kolonial belum lah hilang secara signifikan. Itu baru dalam aspek pemerintahannya.
Tetapi masalah yang berkembang, berawal dari sini. Maupun konflik-konflik lalu yang menjadi tahun terkelam bagi Provinsi muda ini. Dimana Dua agama Dominan berseteru karena SARA yang muncul ke permukaan.
Addalah kita, Pramuwisata yang dibekali ilmu pengetahuan mengenai Wisatawan, Costumer Service, dan telah melapisi diri dengan budaya local sehingga identitas diri kita tidak hilang. Memang ini merupakan tugas yang amat berat, tetapi untuk memadukan kepentingan-kebutuhan Pemerintah, Masyarakat adat, masyarakat Awan, Investor maupun Wisatawan dibutuhkan tali pengikat yang begitu kuat agar kepentingan itu dapat beriringan. Dimana Investor senang dengan situasi stabilitas (tiada konflik) yang diciptakan masyarakat, dan Masyarakat senang karena Investor yang menanamkan modal menciptakan lapangan kerja baru bagi para pemudanya hingga pemerintah dapat dengan bangga memperkenalkan daerahnya pada dunia Nasional maupun Internasional. Cukup sekian dari saya.










REFERENSI









http://www.malutprov.go.id/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar