Senin, 10 Januari 2011

Potensi Pariwisata Indah Sulawesi Tenggara


POTENSI WISATA BUDAYA SULAWESI TENGGARA
Sebuah Analisis Penjelajahan Awal
1.PENDAHULUAN
Sulawesi Tenggara adalah sebuah provinsi di Indonesia yang beribukotakan Kendari.
Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa di antara 02°45' - 06°15' Lintang Selatan dan 120°45' - 124°30' Bujur Timur serta mempunyai wilayah daratan seluas 38.140 km² (3.814.000 ha) dan perairan (laut) seluas 110.000 km² (11.000.000 ha).



Sejarah
Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai Daerah Otonom berdasar Perpu No. 2 tahun 1964 Juncto UU No. 13 Tahun 1964. Pada awalnya terdiri atas 4 (empat) kabupaten, yaitu: Kabupaten Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton dengan Kota Kendari sebagai ibukota provinsi. Setelah pemekaran, Sulawesi Tenggara mempunyai 10 kabupaten dan 2 kota.

Demografi

Pada tahun 1990 jumlah penduduk Sulawesi Tenggara sekitar 1.349.619 jiwa. Kemudian tahun 2000 meningkat menjadi 1.776.292 jiwa dan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik tahun 2005 adalah sejumlah 1.959.414 jiwa.Laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Tenggara selama tahun 1990-2000 adalah 2,79% per tahun dan tahun 2004-2005 menjadi 0,02% Laju pertumbuhan penduduk menurut kabupaten selama kurun waktu 2004-2005 hanya kota Kendari dan Kabupaten Muna yang menunjukan pertumbuhan yang positif, yaitu 0,03 % dan 0,02 % per tahun, sedangkan kabupaten yang lain menunjukkan pertumbuhan negatif.Struktur umur penduduk Sulawesi Tenggara pada tahun 2005, penduduk usia di bawah 15 tahun 700.433 jiwa (35,75%) dari total penduduk, sedangkan penduduk perempuan mencapai 984.987 jiwa (20.27%) dan penduduk laki-laki mencapai 974.427 jiwa (49,73%).
Sulawesi Tenggara memiliki sejumlah kelompok bahasa daerah dengan dialek yang berbeda-beda. Perbedaan dialek ini memperkaya khasanah kebudayaan Indonesia. Kelompok bahasa daerah di Sulawesi Tenggara dan dialeknya masing-masing adalah sebagai berikut:
Kelompok Bahasa Tolaki terdiri dari :
1.      Dialek Mekongga
2.      Dialek Konawe
3.      Dialek Moronene
4.      Dialek Wawonii
5.      Dialek Kulisusu
6.      Dialek Kabaena




Kelompok Bahasa Muna terdiri dari :
1.    Dialek Tiworo
2.    Dialek Mawasangka
3.    Dialek Gu
4.    Dialek Katobengke
5.    Dialek Siompu
6.    Dialek Kadatua
Kelompok Bahasa Pongana terdiri dari :
1.    Dialek Lasalimu
2.    Dialek Kapontori
3.    Dialek Kaisabu
Kelompok Bahasa Walio (Buton) terdiri dari :
  1. Dialek Kraton
  2. Dialek Pesisir
  3. Dialek Bungi
  4. Dialek Tolandona
  5. Dialek Talaga
Kelompok Bahasa Cia-Cia terdiri dari :
  1. Dialek Wobula
  2. Dialek Batauga
  3. Dialek Sampolawa
  4. Dialek Lapero
  5. Dialek Takimpo
  6. Dialek Kandawa
  7. Dialek Halimambo
  8. Dialek Batuatas
  9. Dialek Wali (di Pulau Binongko)
Kelompok Bahasa Suai terdiri dari :
  1. Dialek Wanci
  2. Dialek Kaledupa
  3. Dialek Tomia
  4. Dialek Binongko
Untuk mengatur hubungan kehidupan antara masyarakat, telah berlaku hukum adat yang senantiasa dipatuhi oleh warga masyarakat. Jenis hukum adat tersebut antara lain adalah Hukum Tanah, Hukum Pergaulan Masyarakat, Hukum Perkawinan dan Hukum Waris.Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki berbagai jenis kesenian yang potensial sehingga memperkaya khasanah kebudayaan Indonesia. Jenis-jenis kesenian tersebut adalah seni tari, seni ukir dan seni lukis serta seni suara dan seni bunyi. Seni tari, merupakan tarian masyarakat yang dipersembahkan pada setiap upacara tradisional maupun menjemput tamu-tamu agung yang diiringi oleh alat musik tradisional antara lain gong, kecapi dan alat tiupan suling bambu selain alat musik modern,
2.SITUS-SITUS SEJARAH
    2.a Situs Eksitu

·         Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tenggara


Cikal bakal berdirinya Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tenggara dimulai sejak 1978-1979 dalam wadah proyek pembinaan permuseuman yang dikelola bidang PSK (Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan), Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara.Pada 1991 museum ini resmi menjadi Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tenggara yang merupakan UPTD Direktorat Jendreral Kebudayaan. Seiiring dengan otonomi daerah, pada 2001 museum ini menjadi UPTD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada 2009 berpindah menjadi UPTD Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Tenggara.

KOLEKSI
Koleksi museum ini terdiri atas koleksi geologi, biologi, etnografi, arkeologi, sejarah, numismatik, filologi, keramik, senirupa, dan teknologi.
ALAMAT
Jalan Abunawas No. 191,
Kelurahan Bende, Kecamatan Baruga,
Kabupaten/Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Telepon 0401-3122741
Faks. 0401-3124611
JAM BUKA
Senin – Kamis: 08.00 – 15.00
Jumat: 08.00 – 14.00
Sabtu & Minggu: Tutup
KARCIS MASUK
Dewasa: Rp 1.000
Anak-anak: Rp 500





Museum Kebudayaan Wolio


Gagasan pendirian museum datang dari putra Sultan Buton ke-38 Drs. H. La Ode Manarfa Kaimuddin KK pada 1980. Saat ini Museum Kebudayaan Wolio dikelola oleh keluarga keturunan Sultan Buton ke-38.

KOLEKSI

Koleksi museum terdiri atas benda-benda tinggalan dari Kesultanan Buton ke-38, berupa alat-alat upacara: tempolong, altar, vas bunga; senjata atau alat perang: tombak, meriam, topi, dll; alat kesenian; alat rumah tangga; foto-foto; keramik; dll.
ALAMAT
Jalan La Buke, Kelurahan Baadia,
Kecamatan Murhum, Kabupaten Kota Bau-bau,
Sulawesi Tenggara
KARCIS MASUK
Rp 5.000




    2.b Situs Insitu

·         Benteng Keraton Buton



                
Benteng Keraton Buton merupakan salah satu objek wisata bersejarah di Bau-bau, Sulawesi Tenggara. Benteng peninggalan Kesultanan Buton tersebut dibangun pada abad ke-16 oleh Sultan Buton III bernama La Sangaji yang bergelar Sultan Kaimuddin (1591-1596). Pada awalnya, benteng tersebut hanya dibangun dalam bentuk tumpukan batu yang disusun mengelilingi komplek istana dengan tujuan untuk mambuat pagar pembatas antara komplek istana dengan perkampungan masyarakat sekaligus sebagai benteng pertahanan. Pada masa pemerintahan Sultan Buton IV yang bernama La Elangi atau Sultan Dayanu Ikhsanuddin, benteng berupa tumpukan batu tersebut dijadikan bangunan permanen. Pada masa kejayaan pemerintahan Kesultanan Buton, keberadan Benteng Keraton Buton memberi pengaruh besar terhadap eksistensi Kerajaan. Dalam kurun waktu lebih dari empat abad, Kesultanan Buton bisa bertahan dan terhindar dari ancaman musuh. Satu-satunya bukti peninggalan sejarah kejayaan kesultanan Buton beratus-ratus tahun lalu yang hingga saat ini masih dipelihara baik, yakni Kompleks Keraton Buton. Benteng keraton, rumah adat, perlengkapan/peralatan perang, sebuah masjid yang dibangun pada abad 16 masehi, perlengkapan rumah tangga, sampai dengan turunan garis lurus kesultanan, wisatawan dapat menyaksikan di tempat ini. Wisatawan dapat memperoleh informasi secara langsung dari turunan-turunan kesultanan yang mendiami kompleks tersebut tentang segala peninggalan sejarah yang ada. Namun konon struktur keraton buton bukan terbuat dari kapur melainkan dari putih telur.

Kasulana Tombi, di Kota Baubau yang merupakan bekas tiang bendera Kesultanan Buton yang umurnya lebih dari tiga abad TIANG BENDERA (KASULANA TOMBI)
Tiang bendera yang terletak di sebelah kiri Masjid Agung Keraton ini terbuat dari kayu berbentuk bulat dengan tinggi sekitar 21 meter terbuat dari kayu jati. Didirikan bersamaan dengan Mesjid Agung Keraton. Pada tahun 1870-an pada masa Sultan Muhammad Isa Kaimuddin tiang bendera ini disambar petir sehingga mengalami kerusakan, namun kemudian diperbaiki Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Salihi Kaimuddin tiang bendera ini digunakan kembali untuk mengibarkan bendera Kesultanan Buton yang disebut "Tombi Longa-longa" yang berarti "bendera warna-warni".

o   Gua Moko, di Kota Baubau
o   Gua lakasa, di Kota Baubau
o   Wantiro, di Kota Baubau
o   Batu Poaro, di Kota Baubau
o   Gua Kaisabu, di Kota Baubau
o   Lagawuna, di Kota Baubau
o   Kali Baubau, di Kota Baubau
o   Kolagana, di Kota Baubau
o   Sulaa, di Kota Baubau
o   Baubau Letter, di Kota Baubau
o   Goa Kobori, di Kabupaten Muna


    2.c Kota Tua
            Kota Bau-Bau

           
Kota Bau-Bau atau Baubau adalah sebuah pemerintahan kota di Pulau Buton, Sulawesi TenggaraPada awalnya, Bau-Bau merupakan pusat Kerajaan Buton (Wolio) yang berdiri pada awal abad ke-15 (1401–1499). Buton mulai dikenal dalam Sejarah Indonesia karena telah tercatat dalam naskah Nagarakretagama karya Prapanca pada Tahun 1365 Masehi dengan menyebut Buton atau Butuni sebagai Negeri (Desa) Keresian atau tempat tinggal para resi dimana terbentang taman dan didirikan lingga serta saluran air dengan rajanya bergelar Yang Mulia Mahaguru. Cikal bakal negeri Buton untuk menjadi sebuah Kerajaan pertama kali dirintis oleh kelompok Mia Patamiana (si empat orang) yaitu Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo dan Sijawangkati yang oleh sumber lisan di Buton mereka berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada akhir abad ke-13.
Kejayaan masa Kerajaan Buton (Wolio) sampai Kesultanan Buton sejak berdiri pada tahun 1332 sampai dengan 1960 telah banyak meninggalkan warisan masa lalu yang gemilang. Sampai saat ini masih dapat disaksikan berupa peninggalan sejarah, budaya dan arkeologi. Saat ini wilayah bekas Kesultanan Buton telah berdiri beberapa kabupaten dan kota, yaitu: Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton Utara dan Kota Bau-Bau.

  
Kunjungan wisata di Kota Bau-Bau dapat dibagi menjadi 2 jenis kunjungan utama, yaitu:
berupa kunjungan wisata ke peninggalan sejarah dari Kesultanan Buton, berupa:
    • Benteng keraton dan Masjid Agung Keraton (Masigi Ogena)
    • Masjid Kuba dan Tiang Bendera (Kasuluna Tombi)
    • Rumah Adat (Malige), Badili (Meriam), Samparaja, Lawa dan Baluara.
berupa kunjungan melihat pemandangan alam yang indah, berupa:
    • Pantai, yaitu Kamali, Nirwana, Lakeba dan Kokalukuna
    • Air terjun, di antaranya Tirtarimba, Samparona dan Lagawuna
    • Gua, yaitu Lakasa dan Ntiti
    • Pemandian alam Bungi.

    2.d Desa Tradisional

Perkampungan Gembol merupakan sebuah kompleks di mana pengunjung dapat melihat kerajinan kayu yang terbuat dari Gembol (Kanker kayu cendana dan kayu jati) serta akar kayu. Jam yang terbuat dari kayu merupakan barang souvenir yang menarik untuk dibawa pulang, selain meja, kursi maupun barang-barang lainnya dari kayu. Letak perkampungan ini, di lorong PLN, sebelah Tenggara Kota Kendari.

       e. Peta


           
           
       f. Akses transportasi 
Kota Bau-Bau adalah daerah penghubung Connecting Area antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), selain itu bagi masyarakat daerah hinterland-nya, Kota Bau-Bau berperan sebagai daerah akumulator hasil produksi dan distributor kebutuhan daerah tersebut, dengan penghubung menggunakan pelabuhan Fery ASDP, yaitu Pelabuhan Batulo 

·         Melalui Udara:

Melalui pintu udara dengan menggunakan Pesawat Lion/Wing Air (ATR 72-500) .
Kapasitas 70 seat dengan jumlah penerbangan setiap hari dalam seminggu.

·         Adapun jadwal penerbangan Lion/Wing Air:
* Jakarta - Bau-Bau, Pukul 08.25 WIB (via Makassar)
* Makassar - Bau-Bau, Pukul 13.30 WITA
* Bau-Bau - Makassar, Pukul 15.45 WITA
Melalui pintu udara dengan menggunakan Pesawat Express Air (Dornier).Kapasitas 30 seat dengan jumlah penerbangan 5 kali dalam seminggu.

·         Adapun jadwal penerbangan Express Air:
* Jakarta - Bau-Bau, Pukul 05.00 WIB (via Makassar)
* Makassar - Bau-Bau, Pukul 09.15 WITA
* Bau-Bau - Makassar, Pukul 11.45 WITA

·         Melalui Laut:

* Melalui pintu laut dengan menggunakan kapal Pelni yang menyinggahi Pelabuhan Murhum Bau-Bau sebanyak 23 kali dalam sebulan.
* Lamanya perjalanan laut dari Jakarta ke Bau-Bau hanya ditempuh selama 3 hari,



3.SITUS-SITUS BUDAYA
   3.a Tradisi
    • Upacara Adat Posuo (Masyarakat Buton Raya)
    • Upacara Adat Kabuenga, dari Kabupaten Wakatobi
    • Upacara Adat Karia, dari Wangi-wangi di Kabupaten Wakatobi
    • Upacara Adat Mataa, dari Kabupaten Buton
    • Upacara Adat Tururangiana Andala, dari Pulau Makassar di Kota Baubau
    • Pekande-kandea, upacara adat masyarakat Buton Raya (Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kota Baubau, Kabupaten Wakatobi)
    • Upacara Adat Religi Goraana Oputa, oleh masyarakat Buton Raya
    • Upacara Adat Religi Qunua, oleh masyarakat Buton Raya
    • Upcara adat Bangka Mbule Mbule di Kabupaten Wakatobi.
Dole-Dole merupakan salah satu bentuk tradisi budaya yang dilaksanakan atas lahirnya seorang anak. Selain itu juga sebagai bentuk pengobatan tradisional. Menurut kepercayaan, anak yang telah di Dole-Dole akan terhindar dari berbagai macam penyakit. Prosesinya sang anak diletakan diatas nyiru yang dialas dengan daun pisang yang diberi minyak kelapa. Selanjutnya anak tersebut digulingkan diatasnya sehingga seluruh badan anak tersebut berminyak. Acara ini biasanya dilaksanakan pada bulan Rajab, Sya'ban dan setelah lebaran sebagai waktu yang dianggap baik.

Goraana Oputa
Merupakan salah satu ritual masyarakat Buton dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW tanggal 12 Rabiul Awal yang dimulai jam 00.00 tengah malam di kediaman Sultan Buton yang selanjutnya diikuti oleh seluruh masyarakat dan sebagai penutup dilaksanakan oleh seluruh perangkat masjid di kediaman Lakina Agama dengan menyanyikan riwayat puji-pujian Nabi Muhammad SAW.

Ma'Taa
Masyarakat Laporo setiap tahunnya selalu mengadakan acara Ma'Taa atau pesta yang merupakan salah satu acara adat yang dikemas dalam bentuk beragam sajian makanan yang diletakan didalam talam tertutup. Acara ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Sang Pencipta atas hasil panen yang mereka terima.Dilaksanakan di Galampa yang dipimpin langsung oleh seorang Parabela (Ketua Adat).

Posuo
Posuo (pingitan) merupakan prosesi adat bagi gadis remaja yang telah aqil balik dalam memasuki masa dewasa sekaligus mempersiapkan diri untuk berumah tangga. Kegiatan ini dilakukan selama 8 hari 8 malam atau dapat pula dilaksanakan selama 4 hari 4 malam s/d 7 hari 8 malam yang di pandu oleh seorang Bhisa.Tujuan dilaksanakannya prosesi ini adalah untuk mengajarkan kepribadian, etika, akhlak serta hal-hal yang berhubungan dengan keagamaan. Bagi gadis remaja yang telah dipingit dan keluar ruangan, maka resmilah disebut Kalambe atau wanita yang telah dewasa.


Qunua

Merupakan ritual keagamaan yang dilaksanakan oleh masyarakat buton pada 16 malam Bulan Ramadhan (15 hari puasa). Prosesinya dimulai dengan pelaksanaan Shalat Tarwih bersama di Masjid Agung Keraton sebanyak 27 rakaat yang dimulai pada jam 00.00 tengah malam. Setelah selesai shalat lalu dengan duduk berhadap-hadapan antara Pemerintah, syarana hukumu dan masyarakat yang dilanjutkan sahur bersama dengan berbagai menu makanan tradisional khas Buton.

Pekakande-Kandea

Setiap tahunnya masyarakat Kota Bau-Bau menyelenggarakan syukuran atas anugrah dari yang Maha Kuasa yang dituangkan dalam bentuk Acara Adat Pekakande-Kandea. Dalam Pelaksanaannya, masyarakat menyiapkan talam yang berisi makanan tradisional.Disinilah gadis remaja dengan menggunakan busana tradisional duduk menghadap talam masing-masing dan selanjutnya menunggu dua orang pelaksana mengucapkan WORE sebagai tanda acara telah dimulai.


   3.b Arsitektur Tradisional


Istana Sultan Buton (disebut Kamali atau Malige) meskipun didirikan hanya dengan saling mengait, tanpa tali pengikat ataupun paku, dapat berdiri dengan dengan kokoh dan megah di atas sandi yang menjadi landasan dasarnya. Rumah adat Buton atau Buton merupakan bangunan di atas tiang, dan seluruhnya dari bahan kayu. Bangunannya terdiri dari empat tingkat atau empat lantai. Ruang lantai pertama lebih luas dari lantai kedua. Sedangkan lantai keempat lebih besar dari lantai ketiga, jadi makin ke atas makin kecil atau sempit ruangannya, tapi di lantai keempat sedikit lebih melebar. Seluruh bangunan tanpa memakai paku dalam pembuatannya, melainkan memakai pasak atau paku kayu. Tiang-tiang depan terdiri dari 5 buah yang berjajar ke belakang sampai delapan deret, hingga jumlah seluruhnya adalah 40 buah tiang. Tiang tengah menjulang ke atas dan merupakan tiang utama disebut Tutumbu yang artinya tumbuh terus. Tiang-tiang ini terbuat dari kayu wala dan semuanya bersegi empat. Untuk rumah rakyat biasa, tiangnya berbentuk bulat. Biasanya tiang-tiang ini puncaknya terpotong. Dengan melihat jumlah tiang sampingnya dapat diketahui siapa atau apa kedudukan si pemilik. Rumah adat yang mempunyai tiang samping 4 buah berarti rumah tersebut terdiri dari 3 petak merupakan rumah rakyat biasa. Rumah adat bertiang samping 6 buah akan mempunyai 5 petak atau ruangan, rumah ini biasanya dimiliki oleh pegawai Sultan atau rumah anggota adat kesultanan Buton. Sedangkan rumah adat yang mempunyai tiang samping 8 buah berarti rumah tersebut mempunyai 7 ruangan dan ini khusus untuk rumah Sultan Buton.

 

   3.c Seni Pertunjukan
    • Tari Lariangi dari Kabupaten Wakatobi;

    • Tari Balumpa dari Kabupaten Wakatobi
    • Tari Potong Pisang, dari Kabaena di Kabupaten Bombana;
    • Tari Lulo Alu, dari Kabaena Kabupaten Bombana;

    • Atraksi Perahu Naga, di Kota Baubau
    • Aduan Kuda, dari Kabupaten Muna

Tradisi ini hanya terdapat di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Atraksi ini dipimpin oleh pawang dengan membacakan mantra untuk membangkitkan kemarahan dua kuda jantan yang akan dipertandingkan. Setelah pembacaan mantra selesai, sekelompok kuda betina yang dipimpin seekor kuda jantan dihadirkan di tengah arena. Kuda yang dijadikan pemimpin haruslah kuda yang berbadan besar dan garang. sisi lain juga dikeluarkan kuda jantan yang lain siap menantang pimpinan gerombolan kuda betina itu. Kuda jantan ini berusaha mendekatkan dirinya ke kelompok kuda-kuda betina, sehingga pimpinan kuda betina menjadi marah. Mereka pun berkelahi di depan kuda-kuda betina tersebut untuk menunjukkan keunggulan mereka.Kuda-kuda itu akan memuncak dengan saling menendang, menggigit, dan menanduk
   3.d Seni Plastis

Layang layang tradisional Kaghati   
  


Kayu Jati Gembol

Kerajinan gembol merupakan suatu kegiatan sekelompok masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dan mempunyai keahlian tersendiri untuk membuat kerajinan kayu yang terbuat dari gembol atau kanker kayu jati dan kayu cendana serta akar kayu-kayu lain. Perkampungan ini terletak sekitar ± 2 km dari Kota Kendari, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi atau kendaraan umum. Di kompleks ini pengrajin memproduksi berbagai kerajinan seperti jam dinding, meja kursi, asbak dan alat-alat rumah tangga lainnya.

   3.e Seni Rupa 2 Dimensi

Kerajinan Perak Kendari


        
Kendari ibu kota Sulawesi Tenggara dikenal dengan kerajinan peraknya yang sangat indah dan halus. Berbagai ragam hias menghiasi hasil kerajinan peraknya yang terdapat antara lain di cerek, tempat gula dan jambangan.Konon motivasi kerajinan perak di Kendari ini diawali dengan mengamati seekor laba-laba sedang membuat sarangnya, dengan sebuah jarum dan benang perak mulailah dibuat segala bentuk hiasan ,  bingkai-bingkai perak dan mengisinya dengan jaringan benang perak yang halus. kemudian  perhiasan diciptakan berbentuk bunga anggrek, mawar atau bahkan sarang laba-laba. Juga bentuk-bentuk yang lebih besar, seperti kapal layar, Cerek dan lain sebagainya. Lokasi tepatnya di pusat Kota Kendari.

 keramik kuno, di Gua Muko, kota Bau-bau Sulawesi Tenggara





   3.f Kerajinan Rakyat     
    
Kerajinan tenun buton

                             
Kerajinan tenun dari Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara biasanya menggambarkan obyek alam yang mereka temukan di sekitarnya. Tenun Buton juga kaya akan warna-warna. Inilah yang menjadi kekhasan kerajinan tenun dari Buton. Oleh masyarakat Buton, kerajinan tenun ini dianggap mampu menjadi perekat sosial bagi masyarakat Buton, sebab tenun Buton adalah pengejawantahan orang-orang Buton memahami lingkungan alamnya. Hal ini terlihat dari corak dan motif tenunannya, misalnya motif betano walona koncuapa yang terinspirasi dari abu halus yang melayang-layang hasil pembakaran semak saat membuka ladang; motif colo makbahu atau korek basah, motif delima bongko (delima busuk), motif delima sapuua, dan lain sebagainya. 

   3.g Legenda/Mitologi

·         La moelu si anak yatim

La Moelu adalah seorang anak laki-laki miskin yang masih berumur belasan tahun. Ia tinggal bersama ayahnya yang sudah tua renta di sebuah dusun di daerah Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Berkat kerja keras, kesabaran, dan ketekunannya, La Moelu menjadi seorang yang kaya raya. Bagaimana lika-liku perjalanan hidup La Moelu sehingga menjadi kaya raya? Ikuti kisahnya dalam cerita La Moelu Si Anak Yatim berikut ini!
Alkisah, di sebuah dusun di daerah Sulawesi Tenggara, hiduplah seorang anak laki-laki yatim bernama La Moelu yang masih berusia belasan tahun. Ibunya meninggal dunia sejak ia masih bayi. Kini, ia tinggal bersama ayahnya yang sudah sangat tua dan tidak mampu lagi mencari nafkah. Jangankan bekerja, berjalan pun harus dibantu dengan sebuah tongkat. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, La Moelu-lah yang harus bekerja keras. Karena masih anak-anak, satu-satunya pekerjaan yang dapat dilakukannya adalah memancing ikan di sungai yang terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya. Pada suatu hari, La Moelu pergi memancing ikan di sungai. Hari itu, ia membawa umpan dari cacing tanah yang cukup banyak dengan harapan dapat memperoleh ikan yang banyak pula. Saat ia tiba di tepi sungai itu, tampaklah kawanan ikan muncul di permukaan air. Ia pun semakin tidak sabar ingin segera menangkap ikan-ikan tersebut. Dengan penuh semangat, ia segera memasang umpan pada mata kailnya lalu melemparkannya ke tengah-tengah kawanan ikan itu. Setelah itu, ia duduk menunggu sambil bersiul-siul. Anehnya, sudah cukup lama ia menunggu, namun tak seekor ikan pun yang menyentuh umpannya. “Hei, ke mana perginya kawanan ikan itu? Padahal tadi aku melihat mereka bermunculan di permukaan air,” gumam La Moelu heran.Hari semakin siang. La Moelu belum juga memperoleh seekor ikan pun. Mulanya, ia berniat untuk berhenti memancing. Namun karena penasaran terhadap kawanan ikan tersebut, akhirnya ia pun memutuskan untuk meneruskannya. “Ah, aku tidak boleh putus asa! Barangkali saja ikan-ikan tersebut belum menemukan umpanku,” pikirnya.Alhasil, beberapa saat kemudian, tiba-tiba kailnya bergetar. Dengan penuh hati-hati, ia menarik kailnya ke tepi sungai secara perlahan-lahan. Ketika kailnya terangkat, tampaklah seekor ikan kecil yang mungil terkait di ujung kailnya. Meski hanya memperoleh ikan kecil, hati La Moelu tetap senang karena bentuk ikan itu sangat indah. Akhirnya, ia pun membawa pulang ikan itu untuk ditunjukkan kepada Ayahnya. Sesampainya di rumah, ayahnya pun merasa senang melihat ikan itu.“Ikan apa yang kamu bawa itu, Anakku? Indah sekali bentuknya,” ucap ayahnya dengan perasaan kagum. “Entahlah, Ayah!” jawab La Moelu.“Sebaiknya ikan ini diapakan, Ayah?” tanya La Moelu.“Sebaiknya kamu pelihara saja ikan itu, Anakku! Kalaupun pun dimasak pasti tidak cukup untuk kita makan berdua,” ujar sang Ayah.
Orang tua renta itu kemudian menyuruh La Moelu agar menyimpan ikan itu ke dalam kembok yang berisi air. La Moelu pun menuruti petunjuk ayahnya. Keesokan harinya, betapa terkejutnya La Moelu saat melihat ikan itu sudah sebesar kembok. Ayahnya pun terperanjat saat melihat kejadian aneh itu.“Pindahkan segera ikan itu ke dalam lesung!” perintah sang Ayah.Mendengar perintah itu, La Moelu pun segera mengisi lesung itu dengan air, lalu memasukkan ikan tersebut ke dalamnya. Keesokan harinya, kejadian aneh itu terulang lagi. Ikan itu sudah sebesar lesung. Sang Ayah pun segera menyuruh La Moelu agar memindahkan ikan itu ke dalam guci besar. Pada hari berikutnya, ikan itu berubah menjadi sebesar guci. La Moelu pun mulai kebingungan mencari wadah untuk menyimpan ikan itu.“Di mana lagi kita akan menyimpan ikan ini, Ayah?” tanya La Moelu bingung.Sang Ayah pun menyuruh La Moelu agar memasukkan ikan itu ke dalam drum yang berada di samping rumah mereka. La Moelu segera memasukkan ikan itu ke dalam drum tersebut. Keesokan harinya, ikan itu sudah sebesar drum. Ayah dan anak itu semakin bingung, karena mereka tidak memiliki lagi wadah yang bisa menampung ikan itu. Akhirnya, sang Ayah menyuruh La Moelu membawa ikan itu ke laut. La Moelu pun membawa ikan itu ke laut. Sebelum melepas ikan itu ke laut, terlebih dahulu ia memberi nama ikan itu dan berpesan kepadanya.“Hai, Ikan! Aku memberimu nama Jinnande Teremombonga. Jika aku memanggil nama itu, segeralah kamu datang ke tepi laut, karena aku akan memberimu makan!” ujar La Moelu.Ikan itu pun mengibas-ngibaskan ekornya pertanda setuju. Setelah itu, La Moelu pun melepasnya. Ikan itu tampak senang dan gembira karena bisa berenang dengan bebas di samudera luas. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, La Moelu kembali ke laut untuk memberi makan ikan itu. Sesampainya di tepi laut, ia pun segera berteriak memanggil ikan itu.
“Jinnande Teremombonga...!!!”
Tak berapa lama, Jinnande Teremombonga pun datang menghampirinya. Setelah makan, ikan itu kembali ke laut lepas. Demikianlah kegiatan La Moelu setiap pagi.Pada suatu pagi, ketika La Moelu sedang memberi makan Jinnande Teremombonga, ada tiga orang pemuda sedang mengintainya dari atas pohon yang rimbun. Mereka adalah keluarga yang juga tetangga La Moelu. Ketika melihat seekor ikan raksasa mendekati La Moelu, ketiga pemuda itu tersentak kaget. Melihat hal itu, maka timbullah niat jahat mereka ingin menangkap ikan itu. “Kawan-kawan! Ayo kita tangkap ikan itu!” seru salah seorang dari mereka.“Tunggu dulu! Kita jangan gegabah! Kita tunggu sampai La Moelu pulang, setelah itu barulah kita menangkap ikan itu,” cegah seorang pemuda yang lain.Setelah La Moelu kembali ke rumahnya, ketiga pemuda itu segera turun dari pohon lalu berjalan menuju ke tepi laut. Sesampainya di tepi laut, salah seorang di antara mereka maju beberapa langkah lalu berteriak memanggil ikan itu.““Jinnande Teremombonga...!!!”Dalam sekejap, Jinnande Teremombonga pun datang ke tepi laut. Namun, saat melihat orang yang berteriak memanggilnya itu bukan tuannya, ikan itu segera kembali berenang ke tengah laut. “Hai, kenapa ikan itu pergi lagi?” tanya pemuda yang berteriak tadi.“Ah, barangkali dia takut melihat kamu. Mundurlah! Biar aku yang mencoba memanggilnya,” kata pemuda yang lainnya seraya maju ke tepi laut.Tidak berapa lama setelah pemuda itu berteriak memanggilnya, Jinnande Teremombonga datang lagi. Ketika melihat wajah orang yang memanggilnya tidak sama dengan wajah tuannya, ia pun segera kembali ke tengah laut. Ketiga pemuda itu mulai kesal melihat perilaku ikan itu. Mereka pun bingung untuk bisa menangkap ikan itu.Setelah berembuk, ketiga pemuda tersebut menemukan satu cara, yakni salah seorang dari mereka akan berteriak memanggil ikan itu, sementara dua orang lainnya akan menombaknya. Ternyata rencana mereka berhasil. Pada saat ikan itu datang ke tepi laut, kedua pemuda yang sudah bersiap-siap segera menombaknya. Ikan itu pun mati seketika. Mereka memotong-motong daging ikan itu lalu membagi-baginya. Setiap orang mendapat bagian satu pikul. Setelah itu, mereka membawa pulang bagian masing-masing. Betapa senangnya hati keluarga mereka saat melihat daging ikan sebanyak itu.Keesokan harinya, La Moelu kembali ke laut untuk memberi makan ikan kesayangannya itu. Sesampainya di tepi laut, ia pun segera berteriak memanggilnya.“Jinnande Teremombonga..!!!” Sudah cukup lama La Moelu menunggu, namun ikan itu belum juga muncul. Berkali-kali ia berteriak memanggil dengan suara yang lebih keras, tapi ikan itu tak kunjung datang ke tepi laut. La Moelu pun mulai cemas kalau-kalau terjadi sesuatu dengan Jinnande Teremombonga.“Ke mana perginya Jinnande Teremombonga? Biasanya, aku hanya sekali memanggil dia sudah datang. Tapi kali ini, aku sudah berkali-kali memanggilnya, dia belum juga muncul. Apakah ada orang yang telah menangkapnya?” gumam La Moelu.Hingga hari menjelang siang, ikan itu tak kunjung datang. Akhirnya, La Moelu pun kembali ke rumahnya dengan perasaan kesal dan sedih. Dalam perjalanan pulang, ia selalu memikirkan nasib ikan kesayangangnya itu. Sesampainya di rumah, ia pun menceritakan hal itu kepada ayahnya. Namun, sang Ayah tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali hanya menasehatinya.“Sudahlah, Anakku! Barangkali ikan itu pergi mencari teman-temannya ke tengah samudra sana,” ujar ayahnya.Pada malam harinya, La Moelu berkunjung ke rumah salah seorang pemuda yang telah mencuri ikannya. Kebetulan pada saat itu, pemuda itu sedang makan bersama keluarganya. Saat melihat lauk yang mereka makan dari daging ikan besar, tiba-tiba La Moelu teringat pada Jinannande Teremombonga.
“Wah, jangan-jangan ikan yang mereka makan itu si Jinnande Teremombonge,” pikirnya.La Moelu pun menanyakan dari mana mereka memperoleh ikan itu. Mulanya, pemuda itu enggan untuk memberitahukannya, namun setelah didesak oleh La Moelu akhirnya ia pun menceritakan semuanya.“Tadi pagi aku menangkapnya di tepi laut. Memangnya kenapa, hai anak yatim? Apakah kamu ingin juga menikmati kelezatan ikan ini?” tanya pemuda itu dengan nada mengejek.Betapa sedihnya hati La Moelu setelah mendengar cerita pemuda itu. Ternyata dugaannya benar bahwa lauk yang mereka makan itu adalah daging Jinnande Teremombonga. Hati La Moelu bertambah sedih ketika pemuda itu menawarkan daging ikan itu kepadanya, namun yang diberikan kepadanya ternyata hanya daun pepaya. Meski diperlakukan demikian, La Moelu tidak merasa dendam kepada pemuda itu. Ketika hendak pulang ke rumahnya, La Moelu memungut tulang ikan yang dibuang oleh pemuda itu. Ketika sampai di depan rumahnya, ia mengubur tulang ikan itu agar dapat mengenang Jinnande Teremombonga, ikan kesayangannya. Keesokan harinya, La Moelu dikejutkan oleh sesuatu yang aneh terjadi pada kuburan itu, di atasnya tumbuh sebuah tanaman. Anehnya lagi, tanaman itu berbatang emas, berdaun perak, berbunga intan, dan berbuah berlian. Ia pun segera memberitahukan peristiwa aneh itu kepada ayahnya. ‘Ayah! Coba lihat tanaman ajaib di depan rumah kita!” ajak La Moelu. Ayah La Moelu pun segera keluar dari rumah sambil berjalan sempoyongan. Alangkah terkejutnya ketika si tua renta itu melihat tanaman ajaib itu.“Hai, Anakku! Bagaimana tanaman ajaib ini bisa tumbuh di sini?” tanya ayah La Moelu dengan heran.La Moelu pun menceritakan semua sehingga tanaman ajaib itu tumbuh di depan rumah mereka. Ayah La Moelu pun menyadari bahwa itu semua adalah berkat dari Tuhan Yang Mahakuasa yang diberikan kepada mereka. Akhirnya, mereka pun membiarkan tanaman itu tumbuh menjadi besar. Para penduduk yang mengetahui keberadaan tanaman ajaib itu silih berganti berdatangan ingin menyaksikannya. Semakin hari, tanaman itu semakin besar. La Moelu pun mulai menjual ranting, daun, bunga, dan buahnya sedikit demi sedikit. Uang hasil penjualannya kemudian ia tabung. Lama kelamaan La Moelu pun menjadi seorang kaya raya yang pemurah di kampungnya. Ia senantiasa membantu para penduduk yang miskin, termasuk ketiga pemuda yang pernah menangkap ikan kesayangannya. Tak heran, jika seluruh penduduk di kampung itu sangat hormat dan sayang kepada La Moelu. La Moelu pun hidup sejahtera dan bahagia bersama ayahnya.
Demikian cerita La Moelu Si Anak Yatim dari daerah Muna, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Cerita di atas termasuk kategori dongeng yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Sedikitnya ada tiga pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas, yaitu keutamaan sifat kasih sayang antara sesama makhluk, sifat tidak pendendam, dan buah dari sifat murah hati. Pertama, keutamaan sifat kasih sayang antara sesama makhluk. Sifat ini ditunjukkan oleh perilaku La Moelu yang sangat sayang kepada Jinnande Teremombonga dengan memberinya makan setiap hari. Menurut orang tua-tua Melayu, orang yang suka berkasih sayang akan dimudahkan hidupnya oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
wahai ananda dengarlah petuah,
berkasih sayang jadikan amanah
ke mana pergi engkau pelihara
supaya hidupmu beroleh berkah
wahai ananda permata ibu,
kasihmu jangan memilih bulu
sayangmu jangan menuruti nafsu
semoga Allah memberkahi hidupmu
Kedua, keutamaan sifat tidak pendendam. Sifat ini ditunjukkan oleh perilaku La Moelu. Meskipun telah menjadi orang kaya raya, ia tidak pernah sakit hati dan dendam kepada ketiga pemuda yang telah menangkap ikannya. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
apa tanda Melayu terpuji,
dendam mendendam pantang sekali
tangan pemurah suka memberi
Ketiga, buah dari sifat murah hati. Sifat ini ditunjukkan oleh perilaku La Moelu. Ia senantiasa membantu orang-orang miskin di sekitarnya, termasuk ketiga pemuda yang telah menangkap ikannya. Buah dari sifat pemurahnya, La Moelu pun disegani dan dihormati oleh semua orang.
wahai ananda sibiran tulang,
janganlah ragu memaafkan orang
sengketa habis dendam dibuang
hati pemurah hidupmu dikasihi orang

·         Asal usul gunung Saba Mpolulu
Gunung Saba Mpolulu terletak di Kecamatan Kabaena, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Dalam bahasa setempat, kata Saba berarti terpongkah, jatuh, atau hilang sebagian, seperti mata kapak yang sompel akibat berbenturan dengan batu atau benda keras lainnya. Sedangkan kata Mpolulu berarti kapak. Oleh masyarakat Kabaena, kata Saba Mpolulu diasosiasikan pada bentuk puncak gunung seperti kapak yang terkena benda keras. Menurut cerita yang berkembang di kalangan masyarakat Kabaena, terpongkahnya puncak gunung Saba Mpolulu tersebut disebabkan oleh sebuah peristiwa dahsyat yang terjadi di daerah itu. Peristiwa apakah sebenarnya yang terjadi, sehingga puncak Gunung Saba Mpolulu terpongkah atau hilang sebagian? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Asal Usul Gunung Saba Mpolulu berikut ini.Konon, di Sulawesi Tenggara, Indonesia, ada dua buah gunung yang terletak berjauhan. Yang satu terletak di daerah Labunoua (sebelah timur) dan yang satunya lagi terletak di daerah Kabaena (sebelah barat). Gunung yang berada di Labunoua bernama Gunung Kamonsope, sedangkan gunung yang berada di Kabaena bernama Gunung Mata Air. Di masing-masing gunung tersebut ada penunggu atau penjaganya. Gunung Kamonsope dijaga oleh seorang perempuan cantik, sedangkan Gunung Mata Air dijaga oleh seorang laki-laki bertubuh gendut dan berambut gondrong.Pada suatu ketika, musim kemarau melanda daerah itu selama berbulan-bulan, sehingga seluruh daerah itu kekurangan air. Kecuali Gunung Kamonsope, persediaan airnya masih melimpah. Oleh penjaganya, air tersebut digunakan untuk mengairi daerah sekitar Gunung Kamonsope yang ditumbuhi oleh pepohonan dan tanaman.Sementara itu, Gunung Mata Air sangat kekurangan air. Jangankan untuk mengairi pepohonan dan tanaman, air untuk digunakan mandi pun sulit diperoleh. Memang aneh. Walaupun gunung itu bernama Gunung Mata Air, tetapi masih tetap kekurangan air.Suatu hari, penjaga Gunung Mata Air meminta air kepada penjaga Gunung Kamonsope untuk mengairi daerah sekitar Gunung Mata Air yang dilanda kekeringan. “Maaf saudari, bolehkah aku meminta sebagian airmu?” pinta penjaga Gunung Mata Air dengan sopan.”Maaf Tuan, aku tidak dapat memberikanmu air, karena aku juga membutuhkan banyak air,” jawab penjaga Gunung Kamonsope.Beberapa kali penjaga Gunung Mata Air meminta air, namun penjaga Gunung Kamonsope tetap menolak permintaannya. Hal ini membuat penjaga Gunung Mata air menjadi murka.”Jika kamu tidak mau memberikan airmu, aku akan memaksamu!” seru penjaga Gunung Mata Air dengan kesal.”Jika aku tidak mau memberimu air, itu adalah hakku. Kenapa kamu memaksa? Tapi, kalau kamu berani, silahkan!” tantang penjaga Gunung Kamonsope.”Dasar perempuan pelit! Kalau itu maumu, tunggu saja pembalasanku!” seru penjaga Gunung Mata Air lalu segera kembali ke tempatnya dengan perasaan marah.Sesampainya di Gunung Mata Air, lelaki gemuk itu langsung merebahkan tubuh di pembaringannya. Pikirannya mulai berkecamuk memikirkan bagaimana cara memperoleh air dari perempuan itu dengan paksa. Kemudian, tiba-tiba sesuatu terlintas dalam pikirannya.”Aku ini adalah laki-laki, sedangkan penjaga Gunung Kamonsope adalah perempuan. Ah, masa aku dilecehkan oleh perempuan itu. Aku akan menembaknya dengan meriamku,” pikirnya.Rupanya penjaga Gunung Mata Air merasa harga dirinya diinjak-injak, sehingga membuatnya tambah marah dan memutuskan untuk memerangi penjaga Gunung Kamonsope dengan menggunakan kekuatan senjata. Ia pun mengeluarkan senjata meriamnya.
”Dengan meriam ini, aku akan menghancurkan Gunung Kamonsope sampai berkeping-keping,” gumam penjaga Gunung Mata Air. Setelah itu, penjaga Gunung Mata Air segera menembakkan meriamnya.”Duorr...!” terdengar suara letusan.Tembakan pertama itu tidak mengenai sasaran. Tembakan kedua pun diluncurkan, namun masih meleset. Tembakan ketiga, peluru tidak sampai ke sasaran. Berkali-kali penjaga Gunung Mata Air meluncurkan peluru meriamnya, namun tidak ada yang mengenai sasaran. Ia pun semakin murka dan emosinya tidak terkendali. Ia menembakkan satu persatu peluru meriamnya ke arah Gunung Kamonsope, namun tidak satu pun yang mengenai sasaran. Tanpa disadarinya, ternyata ia telah kehabisan peluru.Sementara itu, penjaga Gunung Kamonsope yang mengetahui tempatnya diserang segera mengambil senjata untuk membalasnya. Ia pun mengeluarkan meriamnya yang ukurannya lebih besar daripada meriam milik penjaga Gunung Mata Air. Hanya sekali tembak, peluru meriamnya langsung mengenai sasaran.”Duooorrr...!!! Booom....!!! ” terdengar suara letusan yang sangat dahsyat.Peluru meriam itu tepat mengenai puncak Gunung Mata Air hingga terpongkah. Puncak gunung itu hilang sebagian sehingga membentuk seperti kapak yang terkena benda keras. Sejak peristiwa itu, Gunung Mata Air berganti nama menjadi Gunung Saba Mpolulu.

·         La sirimbone 



Di kalangan masyarakat Sulawesi Tenggara, Indonesia, beredar sebuah cerita rakyat yang mengisahkan tentang nasib seorang anak yatim bernama La Sirimbone yang dibuang oleh ibunya di tengah hutan. Mengapa La Sirimbone dibuang oleh ibunya di tengah hutan? Lalu, bagaimana nasib La Sirimbone selanjutnya? Apakah dia akan selamat atau mati dimakan binatang buas? Temukan jawabannya dalam cerita La Sirimbone berikut ini.Alkisah, di sebuah daerah di Sulawesi Tenggara, Indonesia, hiduplah seorang janda cantik bernama Wa Roe bersama seorang anak laki-lakinya yang masih kecil bernama La Sirimbone. Mereka tinggal di sebuah gubuk di pinggir kampung. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, Wa Roe bekerja mencari kayu bakar dan menjualnya ke pasar.Pada suatu hari, datang seorang pedagang kain dari negeri seberang yang bernama La Patamba. Ia menawarkan barang dagangannya dari satu rumah penduduk ke rumah penduduk lainnya. Ia memulainya dari sebuah gubuk yang terletak di paling ujung kampung itu, yang tidak lain adalah tempat tinggal Wa Roe. Alangkah terkejutnya La Patamba saat melihat penghuni gubuk itu adalah seorang perempuan cantik jelita.“Aduhai, cantik sekali perempuan ini,” ucapnya dalam hati dengan takjub.Dengan perasaan gugup, La Patamba menawarkan kain dagangannya kepada Wa Roe. Namun, Wa Roe tidak membeli karena tidak mempunyai uang. Setelah itu, La Patamba mohon diri untuk menawarkan untuknya kepada penduduk lainnya. Dalam perjalanan berkeliling kampung, wajah Wa Roe selalu terbayang-bayang di depan matanya.Saat hari mulai gelap, La Patamba kembali ke rumahnya di negeri seberang. Keesokan harinya, La Patamba kembali ke kampung itu. Namun, ia kembali bukannya untuk berdagang, melainkan ingin meminang Wa Roe. Untuk menghargai warga di kampung itu, La Patamba terlebih dahulu meminta restu kepada sesepuh kampung itu dan sekaligus meminta tolong untuk menemaninya pergi meminang Wa Roe. Setelah mendapat restu, maka berangkatlah La Patamba bersama sesempuh kampung itu ke tempat Wa Roe.“Maaf, Wa Roe, jika kami datang secara tiba-tiba tanpa memberitahukanmu sebelumnya. Maksud kedatangan kami adalah ingin menyampaikan pinangan La Patamba,” ungkap sesepuh kampung itu.Mendengar hal itu, Wa Roe terdiam sejenak. Ia betul-betul tidak menyangka, begitu cepatnya La Patamba mengambil keputusan ingin menikah dengannya. Padahal ia baru sekali bertemu dan belum saling mengenal. Sebenarnya, Wa Roe tidak terlalu memikirkan dirinya, tapi ia mengkhawatirkan anaknya. Setelah berpikir, Wa Roe bersedia menerima pinangan La Patamba.“Baiklah. Saya menerima pinangan La Patamba, tapi dengan syarat ia bersedia menyayangi anakku, La Sirimbone,” jawab Wa Roe.Mendengar jawaban dari Wa Roe, sesepuh kampung itu pun balik bertanya kepada La Patamba tentang syarat yang diajukan Wa Roe itu.“Bagaiman menurutmu, La Patamba? Apakah kamu sanggup memenuhi syarat itu?”“Aku bukanlah orang yang membenci anak. Aku akan menyayangi La Sirimbone seperti halnya anak kandungku sendiri,” janji La Patamba.Wa Roe pun terbuai dengan kata-kata manis La Patamba. Akhirnya mereka pun menikah. Pada awalnya mereka hidup bahagia. La Patamba sangat menyayangi La Sirimbone seperti anak kandunyanya sendiri. Setiap pulang dari berdagang kain dari satu kampung ke kampung lainnya, ia selalu membawakannya oleh-oleh. Namun, kebahagiaan itu hanya berjalan satu bulan. La Patamba tiba-tiba membenci anak tirinya tanpa alasan. Hampir setiap hari ia memarahi dan memukuli La Sirimbone. Bahkan ia menyuruh istrinya agar membuang La Sirimbone ke tengah hutan. Namun, Wa Roe menolak perintah itu.“Bang! Masih ingatkah dengan perjanjian kita sebelum menikah? Bukankah Abang berjanji akan menyayangi La Sirimbone seperti anak kandung Abang sendiri? Tapi, mengapa tiba-tiba Abang begitu membencinya?”“Ah, persetan dengan janji itu! Waktu itu aku hanya berpura-pura memenuhi syarat itu agar aku dapat menikahimu,” jawab La Patamba dengan marah.Wa Roe bersama anaknya menjadi ketakutan mendengar kemarahan La Patamba. Akhirnya, Wa Roe pun memutuskan untuk membuang anaknya ke tengah hutan dan segera mempersiapkan bekal untuknya. Sambil mempersiapkan bekal, air matanya berderai membasahi pipinya, karena sedih memikirkan nasib anaknya yang malang.

Keesokan harinya, berangkatlah Wa Roe bersama La Sirimbone menuju hutan. Setelah melewati tujuh buah lembah dan tujuh buah gunung, mereka pun berhenti di sebuah hutan lebat dan sepi.“Maafkan Ibu, Nak! Ibu terpaksa meninggalkanmu sendiri di sini,” kata Wa Roe sambil memeluk anak semata wayangnya.“Ibu...! Bagaimana dengan nasibku, Bu?” tanya La Sirimbone mengiba sambil menangis.“Pergilah sendiri melewati gunung dan lembah! Jagalah dirimu baik-baik! Ibu akan mendoakanmu semoga Tuhan selalu melindungimu,” jawab Wa Roe seraya berpamitan pulang.Setelah ibunya pergi, La Sirimbone pun melanjutkan perjalanannya menelusuri hutan dan lembah. Sudah tujuh hari tujuh malam ia berjalan sendiri dan sudah tujuh lembah dan gunung yang ia lewati.Pada suatu hari, ketika menyusuri sebuah hutan, La Sirimbone menemukan tapak kaki manusia yang sangat besar. “Wah, Aneh! Kenapa ada tapak kaki menusia sebesar ini?” tanyanya dalam hati.Oleh karena penasaran, ia pun mengikuti tapak kaki raksasa itu. Setelah beberapa jauh berjalan, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara gemuruh. Alangkah terkejutnya ia saat mendekati sumber suara itu. Ia melihat seorang raksasa perempuan sedang menumbuk. Ia pun menjadi gemetar ketakutan dan segera mendekap di betis raksasa perempuan itu.“Hei, anak manusia! Siapa kamu dan kenapa berada di tengah hutan ini?” tanya raksasa perempuan itu.Dengan perasaan takut, La Sirimbone pun menceritakan tentang dirinya dan semua yang dialaminya hingga ia sampai di hutan itu. Mendengar cerita itu, rakasasa perempuan itu pun merasa iba dan mengajak La Sirimbone untuk tinggal di rumahnya. Di rumah itu, La Sirimbone dimasukkan ke dalam sebuah kurungan.“Kenapa aku dimasukkan ke dalam kurungan?” keluh La Sirimbone.“Maaf, La Sirimbone! Aku sengaja memasukkanmu ke dalam kurungan ini agar kamu tidak dimakan oleh raksasa laki-laki. Ia selalu berkeliaran di hutan ini mencari mangsa,” jawab raksasa perempuan itu.La Sirimbone pun menuruti perintah raksasa perempuan itu, karena takut dimakan oleh raksasa laki-laki. Demikianlah, setiap hari La Sirimbone tinggal di dalam kurungan hingga ia tumbuh menjadi dewasa.Oleh karena jenuh tinggal terus di dalam kurungan, La Sirimbone meminta izin untuk pergi berjalan-jalan dan berburu binatang di dalam hutan itu. Ia pun diizinkan dan dibuatkan panah oleh raksasa perempuan itu. Setelah setengah hari berburu, ia pun memperoleh banyak binatang buruan.Tiga hari kemudian, La Sirimbone kembali meminta izin untuk pergi menangkap ikan di sungai yang banyak ikannya. Ia pun diizinkan dan dibuatkan bubu (salah satu alat penangkap ikan). Bubu itu ia pasang di sungai. Alangkah gembiranya ia, karena banyak ikan yang terperangkap ke dalam bubunya. Sebelum pulang, ia memasang kembali bubunya di sungai itu.Keesokan harinya, La Sirimbone kembali ke sungai itu untuk memeriksa bubunya. Alangkah terkejutnya ia saat melihat bubunya kosong, tidak seekor ikan pun yang terperangkap di dalamnya.“Aneh! Kenapa bubuku kosong? Padahal masih banyak sekali ikan di sungai ini,” keluh La Sirimbone dalam hati.Akhirnya, ia kembali memasang bubunya. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia pergi ke sungai itu untuk memeriksa bubunya. Ketika sampai di sungai, ia melihat jin sedang mengangkat bubunya. Oleh karena kesal, La Sirimbone pun menyerang jin itu. Maka terjadilah perkelahian dahsyat antara jin dan La Sirimbone. Dalam perkelahian itu La Sirimbone berhasil mengalahkan dan menangkap jin itu. La Sirimbone tidak mau melepaskannya, hingga akhirnya jin itu berjanji akan memberikan sebuah jimat berupa cincin yang dapat menyembuhkan segala macam penyakit dan bahkan mampu menghidupkan kembali orang mati.

Setelah menerima jimat itu, La Sirimbone bergegas pulang ke rumah raksasa perempuan dengan menyusuri tepi sungai. Di tengah perjalanan, ia melihat seekor babi yang sedang berjalan di atas air.“Hei, Babi! Bagaimana kamu bisa berjalan di atas air?” tanya La Sirimbone heran.“Aku memakai jimat kalung,” jawab babi itu.“Maukah kamu memberikan jimat itu kepadaku?” pinta La Sirimbone.Babi itu pun memberikan jimat kalungnya kepada La Sirimbone. Kemudian La Sirimbone mengalungkan jimat itu ke lehernya dan bisa berjalan di atas air. Tidak beberapa lama berjalan, ia bertemu dengan seorang nelayan yang sedang menangkap ikan.“Hei, Pak Nelayan! Alat apa yang Bapak gunakan menangkap ikan di sungai?” tanya La Sirimbone.“Saya menggunakan sebuah keris pusaka yang dapat menikam sendiri jika diperintah,” jawab nelayan itu.Oleh karena tertarik, La Sirimbone pun meminta keris itu kepada si nelayan. Si nelayan pun memberinya dengan suka rela. Setelah itu, La Sirimbone kembali ke darat untuk meneruskan perjalanannya dengan menyusuri hutan. Di tengah perjalanan, ia bertemu orang-orang yang sedang mengusung jenazah. Ia pun memerintahkan orang-orang itu untuk menurunkan jenazah itu dari usungannya. Setelah membuka kain kafan jenazah itu, ia segera menggosok-gosokkan cincin pemberian jin di pusar jenazah itu. Seketika itu pula, jenazah itu hidup kembali. Semua pengantar jenazah tercengang melihat peristiwa itu. Setelah itu, La Sirimbone pulang ke rumah raksasa perempuan. Sesampainya di rumah raksasa perempuan, La Sirimbone pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya.Pada hari berikutnya, La Sirimbone kembali meminta izin kepada raksasa perempuan untuk pergi berburu binatang di tempat yang agak jauh. Raksasa perempuan pun mengizinkannya, karena sudah tidak khawatir lagi dengan La Sirimbone. Apalagi La Sirimbone telah memiliki beberapa senjata pusaka. Setelah berpamitan, ia pun berangkat dengan menyusuri hutan dan lembah.Saat melewati sebuah perkampungan, La Sirimbone memutuskan untuk beristirahat sejenak dan meminta air minum kepada penduduk kampung karena kehausan. Ia pun berhenti di depan sebuah rumah yang pintunya sedikit terbuka. Ia berpikir bahwa penghuni rumah itu ada di dalam. “Permisi! Apakah ada orang di dalam?” tanya La Sirimbone sambil mengetuk pintu rumah itu.Alangkah terkejutnya La Sirimbone saat melihat seorang gadis cantik jelita muncul dari dalam rumah. Namun, wajah gadis cantik itu tampak murung dan gelisah.“Maaf kalau saya mengganggu. Bolehkah saya meminta seteguk air minum?” pinta La Sirimbone.“Boleh. Silahkan duduk dulu!” seru gadis itu seraya masuk ke dapur.Tidak berapa lama, gadis itu kembali sambil membawa segelas air minum dan memberikannya kepada La Sirimbone.“Terima kasih, gadis cantik! ucap La Sirimbone.“O, iya! Perkenalkan, nama saya La Sirimbone. Saya hanya kebetulan lewat di kampung ini dan hendak pergi berburu di sebuah hutan tidak jauh dari sini. Kamu siapa?” tanya La Sirimbone.“Aku Wa Ngkurorio,” jawab gadis itu dengan suara lirih.“Kenapa kamu tampak sedih dan murung seperti itu?” tanya La Sirimbone sedikit memberi perhatian.“Iya. Saya memang sedih, karena ajalku sebentar lagi tiba,” jawab gadis itu.“Apa maksdumu, Wa Ngkurorio?” tanya La Sirimbone penasaran.“Saya sekarang sedang menunggu giliran dimakan oleh seekor ular naga. Saudara-saudaraku yang tujuh orang, kini sudah habis dimakan oleh ular naga itu. Yang hidup sekarang tinggal saya, ayah, dan ibu saya,” jelas Wa Ngkurorio dengan perasaan sedih.“Sebaiknya kamu segera meninggalkan tempat ini. Saya khawatir kamu juga akan dimakan oleh ular naga itu,” tambah gadis itu.

“Kamu jangan khawatir, ular naga itu tidak akan memakan kita. Jika dia datang, saya akan melawannya dengan senjata pusaka ini,” kata La Sirimbone sambil mengeluarkan keris pusakanya dari balik bajunya.“Tapi, ular naga itu sangat besar dan ganas. Walaupun seluruh penduduk di sini menghadapinya tidak akan sanggup mengalahkannya,” ucap Wa Ngkurorio dengan perasaan cemas.“Sudahlah, Wa Ngkurorio! Jangan takut, saya akan melumpuhkannya dengan keris pusakaku yang sakti ini,” jawab La Sirimbone menenangkan hati gadis itu.Menjelang sore hari, ular naga itu datang ke rumah Wa Ngkurorio. Mengetahui hal itu, gadis itu tiba-tiba menggigil ketakutan, sedangkan La Sirimbone tenang-tenang saja. Saat ular naga itu hendak masuk ke dalam rumah itu, La Sirimbone segera berbisik kepada keris pusakanya. Dengan secepat kilat, keris itu meluncur masuk ke dalam perut ular naga itu. Dalam sekejap, ular naga itu pun mati seketika, karena seluruh isi perutnya dikoyak-koyak oleh keris itu.Wa Ngkurorio takjub melihat keampuhan keris pusaka La Sirimbone. Ia pun berterima kasih kepada La Sirimbone karena telah menyelamatkan nyawanya. Tidak berapa lama, para penduduk pun berdatangan ingin melihat ular naga yang sudah tergeletak di tanah itu. Mereka sangat gembira, karena kampung mereka telah aman dari ancaman ular naga pemakan manusia itu.Untuk merayakan kegembiraan itu, mereka mengadakan pesta besar-besaran, dan untuk membalas jasa La Sirimbone, penduduk kampung itu menikahkan La Sirimbone dengan Wa Ngkurorio. Akhirnya, La Sirimbone tinggal di kampung itu dan hidup berbahagia bersama Wa Ngkurorio.
Demikian cerita La Sirimbone dari daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Cerita di atas termasuk ke dalam kategori dongeng yang di dalamnya terkandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pesan moral yang terkandung dalam cerita di atas adalah bahwa seorang ayah tiri tidak seharusnya membenci anak tirinya, sebagaimana yang ditunjukkan oleh La Patamba yang tidak menyayangi La Sirimbone. Dalam kehidupan orang Melayu, kasih sayang harus diberikan kepada semua orang, tanpa harus membeda-bedakan. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
wahai ananda buah hati bunda,
kasih sayang jangan membilang bangsa
sayang jangan berbeda-beda
itulah sifat orang ternama
Pelajaran lain yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa orang yang teraniaya akan mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam hidupnya dan Tuhan akan selalu melindunginya. Contohnya La Sirimbone yang dibuang di tengah hutan, selalu mendapatkan pertolongan sehingga ia dapat selamat dan mendapatkan kebahagiaan, yakni menikah dengan seorang gadis cantik jelita.
 
·         Oheo



Oheo adalah seorang pemuda tampan yang bermata pencaharian sebagai petani tebu di daerah Kendari, Sulawasi Tenggara, Indonesia. Pada suatu hari, Oheo dikejutkan oleh sebuah peristiwa aneh di kebunnya. Ia mendapati tanaman tebunya hampir habis. Hal tersebut membuatnya kesal dan marah. Siapakah gerangan yang memakan tanaman tebu Ohoe? Lalu, apa yang akan dilakukannya? Entah bagaimana bermula, laki-laki yang dipanggil Oheo itu tiba-tiba diangkat menjadi kepala desa. Tak seorang pun mengenalnya. Keluarga pun, tak. Orang kampung Lapau memanggilnya: lelaki langit. Sebab ia ditemukan tak sadarkan diri di sebuah gunung Lapau. Ketika hujan deras dan rumah panggung dekat sungai, tenggelam.Cuma empat bulan, warga seperti terhipnotis mendatangi Oheo agar bersedia menjadi kepala desa. Syarat Oheo sederhana sekali: sesisir pisang raja, segantang beras ketan, dan seikat selendang merah. Keahlian Oheo hanya membuat perahu. Itu cukup alasan orang kampung memintanya menjadi kepala desa. Bukankah Oheo berhasil menyelamatkan 2/3 orang Lapau dari bahaya banjir?Setelah enam bulan menjadi kepala desa, warga mulai merasa ada yang kurang pada diri Oheo. Aneh rasanya, Oheo menjadi kepala desa tapi tak ada perempuan di sampingnya. Mereka butuh seseorang yang dipanggil: bu desa. Maka mulailah mereka mencari perawan cantik yang lebih muda dari Oheo.Ada tujuh perempuan yang mereka bawa. Semua di bawah usia dua puluh tahun. “Ini perawan pilihan desa untuk anda. Dijamin semua dada besar yang anda lihat tak pakai pelindung busa. Asli!” Semangat warga kampung begitu menyala. “Mereka cantik. Usianya sepuluh tahun lebih muda dariku tapi mereka tidak membara”, batin Oheo“Nanti kucari sendiri!”Tiga puluh hari mencari cinta. Akhirnya pernikahan dilangsungkan. Semua warga Lapau bahagia sekaligus kecewa. Bahagia sebab Oheo telah beristri. Itu berarti mereka memiliki kepala desa yang sempurna dan lelaki sejati. “Jangan sebut dirimu lelaki kalau belum beristri”, begitulah tradisi Lapau. Kecewa, sebab istri Oheo, dua kali lebih tua daripada Oheo.“Saya mencintai orang yang kalian panggil mBue Runga. Restuilah sebagaimana nabi anda pernah begitu.”Keesokan harinya, mBue Runga dengan secarik kertas di genggaman dan berpakaian setengah telanjang meraung-raung di tengah kampung. Meskipun suaranya serak dan lirih serta rambut awut-awutan, warga masih mengenalinya.“Maaf, saya harus pergi. Runga bukan istriku dulu. Tak ada selendang merah di sesela selangkangannya.”

·         Asal Mula nama Gunung Mekongga
Gunung Mekongga memiliki ketinggian 2.620 m di atas permukaan laut, terletak di Kecamatan Ranteangin, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Menurut bahasa setempat, kata gunung mekongga berarti gunung tempat matinya seekor elang atau garuda raksasa yang ditaklukkan oleh seorang pemuda bernama Tasahea dari negeri Loeya. Peristiwa apakah gerangan yang terjadi di daerah itu, sehingga Tasahea menaklukkan burung garuda itu? Lalu, bagaimana cara Tasahea menaklukkannya? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Asal Mula Nama Gunung Mekongga berikut ini. Alkisah, pada suatu waktu negeri Sorume (kini bernama negeri Kolaka) dilanda sebuah malapetaka yang sangat dahsyat. Seekor burung garuda raksasa tiba-tiba mengacaukan negeri itu. Setiap hari burung itu menyambar, membawa terbang, dan memangsa binatang ternak milik penduduk, baik itu kerbau, sapi, atau pun kambing. Jika keadaan itu berlangsung terus-menerus, maka lama-kelamaan binatang ternak penduduk akan habis. Penduduk negeri Kolaka pun diselimuti perasaan khawatir dan cemas. Jika suatu saat binatang ternak sudah habis, giliran mereka yang akan menjadi santapan burung garuda itu. Itulah sebabnya mereka takut pergi ke luar rumah mencari nafkah. Terutama penduduk yang sering melewati sebuah padang luas yang bernama Padang Bende. Padang ini merupakan pusat lalu-lintas penduduk menuju ke kebun masing-masing. Sejak kehadiran burung garuda itu, padang ini menjadi sangat sepi, karena tidak seorang pun penduduk yang berani melewatinya. Pada suatu hari, terdengarlah sebuah kabar bahwa di negeri Solumba (kini bernama Belandete) ada seorang cerdik pandai dan sakti yang bernama Larumbalangi. Ia memiliki sebilah keris dan selembar sarung pusaka yang dapat digunakan terbang. Maka diutuslah beberapa orang penduduk untuk menemui orang sakti itu di negeri Solumba. Agar tidak disambar burung garuda, mereka menyusuri hutan lebat dan menyelinap di balik pepohonan besar. Sesampainya di negeri Solumba, utusan itu pun menceritakan peristiwa yang sedang menimpa negeri mereka kepada Larumbalangi. ”Kalian jangan khawatir dengan keadaan ini. Tanpa aku terlibat langsung pun, kalian dapat mengatasi keganasan burung garuda itu,” ujar Larumbalangi sambil tersenyum simpul. ”Bagaimana caranya? Jangankan melawan burung garuda itu, keluar dari rumah saja kami tidak berani,” ucap salah seorang utusan. ”Begini saudara-saudara. Kumpulkan buluh (bambu) yang sudah tua, lalu buatlah bambu runcing sebanyak-banyaknya. Setelah itu carilah seorang laki-laki pemberani dan perkasa untuk dijadikan umpan burung garuda itu di tengah padang. Kemudian, pagari orang itu dengan bambu runcing dan ranjau!” perintah Larumbalangi. Setelah mendengar penjelasan itu, para utusan kembali ke negerinya untuk menyampaikan pesan Larumbalangi. Penduduk negeri itu pun segera mengundang para kesatria, baik yang ada di negeri sendiri maupun dari negeri lain, untuk mengikuti sayembara menaklukkan burung garuda. Keesokan harinya, ratusan kesatria datang dari berbagai negeri untuk memenuhi undangan tersebut. Mereka berkumpul di halaman rumah sesepuh Negeri Kolaka. ”Wahai saudara-saudara! Barangsiapa yang terpilih menjadi umpan dan berhasil menaklukkan burung garuda itu, jika ia seorang budak, maka dia akan diangkat menjadi bangsawan, dan jika ia seorang bangsawan, maka dia akan diangkat menjadi pemimpin negeri ini,” sesepuh negeri itu memberi sambutan. Setelah itu, sayembara pun dilaksanakan dengan penuh ketegangan. Masing-masing peserta memperlihatkan kesaktian dan kekuatannya. Setelah melalui penyaringan yang ketat, akhirnya sayembara itu dimenangkan oleh seorang budak laki-laki bernama Tasahea dari negeri Loeya. Pada waktu yang telah ditentukan, Tasahea dibawa ke Padang Bende untuk dijadikan umpan burung garuda. Ketika berada di tengah-tengah padang tersebut, budak itu dipagari puluhan bambu runcing. Ia kemudian dibekali sebatang bambu runcing yang sudah dibubuhi racun. Setelah semuanya siap, para warga segera bersembunyi di balik rimbunnya pepohonan hutan di sekitar padang tersebut. Tinggallah Tasahea seorang diri di tengah lapangan menunggu kedatangan burung garuda itu. Menjelang tengah hari, cuaca yang semula cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung. Itu pertanda bahwa burung garuda sedang mengintai mangsanya. Alangkah senang hati burung garuda itu saat melihat sosok manusia sedang berdiri di tengah Padang Bende. Oleh karena sudah sangat kelaparan, ia pun segera terbang merendah menyambar Tasahea. Namun, malang nasib burung garuda itu. Belum sempat cakarnya mencengkeram Tasahea, tubuh dan sayapnya sudah tertusuk bambu runcing terlebih dahulu. ”Koeeek... Koeeek... Koeeek... !!!” pekik burung garuda itu kesakitan. Tasahea pun tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan cekatan, ia melemparkan bambu runcingnya ke arah dada burung garuda itu. Dengan suara keras, burung garuda itu kembali menjerit kesakitan sambil mengepak-epakkan sayapnya. Setelah sayapnya terlepas dari tusukan bambu runcing, burung itu terbang tinggi menuju Kampung Pomalaa dengan melewati Kampung Ladongi, Torobulu, Amesiu, Malili, dan Palau Maniang. Akan tetapi, sebelum sampai Pomalaa, ia terjatuh di puncak gunung yang tinggi, karena kehabisan tenaga. Akhirnya ia pun mati di tempat itu. Tasahea menombak burung garuda. Sementara itu, penduduk negeri Kolaka menyambut gembira Tasahea yang telah berhasil menaklukkan burung garuda itu. Mereka pun mengadakan pesta selama tujuh hari tujuh malam. Namun, ketika memasuki hari ketujuh yang merupakan puncak dari pesta tersebut, tiba-tiba mereka mencium bau bangkai yang sangat menyengat. Pada saat itu, tersebarlah wabah penyakit mematikan. Banyak penduduk meninggal dunia terserang sakit perut dan muntah-muntah. Sungai, pepohonan, dan tanaman penduduk dipenuhi ulat. Tak satu pun tanaman penduduk yang dapat dipetik hasilnya, karena habis dimakan ulat. Akibatnya, banyak penduduk yang mati kelaparan. Penduduk yang masih tersisa kembali panik dan cemas melihat kondisi yang mengerikan itu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, mereka pun segera mengutus beberapa orang ke negeri Solumba untuk menemui Larumbalangi. ”Negeri kami dilanda musibah lagi,” lapor salah seorang utusan.”Musibah apalagi yang menimpa kalian?” tanya Larumbalangi kepada utusan yang baru datang dengan tergopoh-gopoh.”Iya, Tuan! Negeri kami kembali dilanda bencana yang sangat mengerikan,” jawab seorang utusan lainnya, seraya menceritakan semua perihal yang terjadi di negeri mereka.”Baiklah, kalau begitu keadaannya. Kembalilah ke negeri kalian. Tidak lama lagi musibah ini akan segera berakhir,” ujar Larumbalangi.Setelah para utusan tersebut pergi, Larumbalangi segera memejamkan mata dan memusatkan konsentrasinya. Mulutnya komat-kamit membaca doa sambil menengadahkan kedua tangannya ke langit.”Ya Tuhan! Selamatkanlah penduduk negeri Kolaka dari bencana ini. Turunkanlah hujan deras, agar bangkai burung garuda dan ulat-ulat itu hanyut terbawa arus banjir!” demikian doa Larumbalangi.Beberapa saat kemudian, Tuhan pun mengabulkan permohonan Larumbalangi. Cuaca di negeri Kolaka yang semula cerah, tiba-tiba menjadi gelap gulita. Awan tiba-tiba menggumpal menjadi hitam. Tidak berapa lama, terdengarlah suara guntur bersahut-sahutan diiringi suara petir menyambar sambung-menyambung. Hujan deras pun turun tanpa henti selama tujuh hari tujuh malam. Seluruh sungai yang ada di negeri Kolaka dilanda banjir besar. Bangkai dan tulang belulang burung garuda itu pun terbawa arus air sungai. Demikian pula ulat-ulat yang melekat di dedaunan dan pepohonan, semuanya hanyut ke laut. Itulah sebabnya laut di daerah Kolaka terdapat banyak ikan dan batu karangnya. Gunung tempat jatuh dan terbunuhnya burung garuda itu dinamakan Gunung Mekongga, yang artinya gunung tempat matinya elang besar atau garuda. Sementara sungai besar tempat hanyutnya bangkai burung garuda dinamakan Sungai Lamekongga, yaitu sungai tempat hanyutnya bangkai burung garuda.Budak laki-laki dari Negeri Loeya yang berhasil menaklukkan burung garuda tersebut diangkat derajatnya menjadi seorang bangsawan. Sedangkan Larumbalangi yang berasal dari negeri Solumba diangkat menjadi pemimpin Negeri Kolaka, yaitu negeri yang memiliki tujuh bagian wilayah pemerintahan yang dikenal dengan sebutan ”Tonomotu‘o”.Demikian ceita Asal Mula Nama Gunung Mekongga dari daerah Kolaka, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Cerita di atas termasuk kategori mitos yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah keutamaan sifat tidak mudah putus asa. Orang yang tidak mudah berputus asa adalah termasuk orang yang senantiasa berpikiran jauh ke depan dan pantang menyerah jika ditimpa musibah. Sifat ini ditunjukkan oleh perilaku masyarakat Kolaka yang ditimpa musibah. Mereka tidak pernah berputus asa untuk mencari bantuan agar negeri mereka terbebas dari bencana. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
yang berpikiran jauh,
ditimpa musibah pantang mengeluh

   3.h Wisata Ziarah
·         makam Sultan Murhum (Sultan Buton pertama)
   
Aktivitas masyarakat di dalam benteng Keraton Buton masih menjaga kekayaan budaya leluhurnya. Berbagai ritual yang diwariskan dimasa kesultanan masih dilakukan masyarakatnya.Peninggalan sejarah masa lalu yang tersimpan di dalam kawasan benteng ini masih pun tetap terpelihara dengan baik. Beberapa obyek yang bisa di lihat di dalam benteng ini seperti, Batu Wolio (batu berwarna gelap yang ukurannya sebesarnya seekor lembu sedang duduk), batu popaua, makam Sultan Murhum (Sultan Buton pertama), Istana Badia, dan meriam-meriam kuno.Di dalam kawasan benteng juga berdiri masjid tua dengan tiang bendera yang usianya seumur mesjid. Bangunan ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Buton III La sangaji Sultan Kaimuddin, Sultan berjuluk ‘Sangia Makengkuna’ ini memerintah antara 1591 – 1597.

   3.i Wisdom
Kearifan masyarakat Buton dalam mengelola hutan dikenal dengan Sistem Tunu inawu Tentang Pembukaan Lahan Dengan Cara Membakar dan Kaombo (larangan). Tahapan kegiatan dalam pembakaran hutan yakni :
a. Tabasi inawu
Pembukaan lahan system Tabasi Inawu sebagai tahap awal penyiapan lahan yang dapat dilakukan dengan cara membabat pohon-pohon yang akan digunakan sebagai bahan baku.
b. Paia
Paia didefenisikan sebagai suatu cara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Buton ketika hendak membakar hutan yang akan dijadikan sebagai tempat bercocok tanam dengan membuat batas lingkaran di seluruh wilayah yang akan dibakar dan merupakan pengeringan vegetasi yang akan dibakar. Dan diberi batas lingkaran sesuai dengan kondisi lahan tersebut.
c. Tatunu inawu
Tatunu inawu merupakan kegiatan pembakaran bahan bakar berupa kayu dari batang –batang pohon serta bahan bakar lainnya yang sudah kering yang telah ditebang beberapa hari atau minggu sebelumnya untuk persiapan menjadi ladang atau kebun. Menurut keyakinan masyarakat  Buton, bahwa hari yang baik untuk Tatunu inawu akan ditentukan setelah upacara adat.









   3.j Peta
                                                                                                          

                        




                                        
 3.k Akses Transportasi
          
ini merupakan beberapa akses menuju pulau wakatobi beserta biayanya:
Makasar – Wakatobi
**Via Kendari :
Pesawat makasar – kendari : Garuda, batavia, lion air, dan merpati harga berkisar antara 300rb mpe 750rb, setiap hari di jam 2 – 5 sore, jadwal keempat pernerbangan hampir sama. Klo mau tukar millage garuda sekitar 3000 millage dengan pajak 190rb.

Kendari – wakatobi :
Ada beberapa alternatif untuk menuju wanci, wangi wangi wakatobi
1. Kapal kayu yang berangkat jam 9 siang sampai di wanci jam sekitar jam 11 malam (120rb, untuk kamar share 4 orang tambah 50rb per orang, shared 2 orang 100rb per orang)
2. Menggunakan pesawat susi air : Kendari – wanci setiap hari pukul 9 siang dan 3 sore, di hari selasa dan jumat hanya penerbangan di pagi hari.

Via Bau bau :
1. Makasar – Bau bau menggunakan pesawat merpati pukul 9 pagi kalo gak salah harga bekisar 500rb – 800rban. seminggu 3 kali, hari Minggu, Selasa & Jumat
2. Bau bau – wanci 3 kali seminggu hari rabu, jumat dan sabtu harga di 200rb – 500rb tersedia 12 seat saja.
3. Kendari - Bau-bau buton, Sagori atau super jet berangkat jam 1 siang menuju bau – bau (cukup nyaman) transit di raha, buton hanya sekitar 30 menit. Sampai di bau – bau paling lambat jam 5 sore.

Di jam 10 malam ada kapal kayu tujuan wanci, wangi wangi (gerbang wakatobi) tiba pukul 6 pagi di harga 100 rb dengan tarif kamar sama dengan kapal kayu kendari wanci.
Jika sudah sampai di Kendari  Ada beberapa alternatif untuk menuju wanci, wangi wangi wakatobi
  1. Menggunakan kapal cepat Sagori Express ( ekonomi Rp 100.000, eksekutif Rp 175.000) kemudian transit di Pelabuhan Raha dan perjalanan di lanjutkan kembali menuju pelabuhan bau-bau. Dari pelabuhan bau-bau menuju wanci naik kapal kayu UKI RAYA, jadwal keberangkatan jam 21.00 dan harga tiket nya Rp 100.000 
  2. Menggunakan pesawat express air seharga Rp600.000-Rp700.000 per orang.
Atau bisa juga lewat Bau-bau :
  1. Makasar – Bau bau menggunakan pesawat merpati pukul 9 pagi kalo gak salah harga bekisar 500rb – 800rban. seminggu 3 kali, hari Minggu, Selasa & Jumat
  2. Bau bau – wanci 3 kali seminggu hari rabu, jumat dan sabtu harga di 200rb – 500rb tersedia 12 seat saja.
  3. Kendari – Bau-bau buton, Sagori atau super jet berangkat jam 1 siang menuju bau – bau (cukup nyaman) transit di raha, buton hanya sekitar 30 menit. Sampai di bau – bau paling lambat jam 5 sore.




4.SEBUAH ANALISIS

            Situs Sejarah di Sulawesi Tenggara yang potensial dan memiliki banyak keunggulan adalah Benteng Keraton Buton karena Benteng ini memiliki nilai sejarah yang tinggi dan kaya akan keindahan zaman penjajahan Belanda. Di dalam benteng ini terdapat peninggalan obyek wisata sejarah sebagai berikut :
·         Masjid Agung Keraton yang dibangun sekitar abad XVI M yang arsiteknya menggambarkan persatuan dan kesatuan masyarakat yang berintikan ajaran Islam.
·         Tiang bendera yang dibuat/didirikan pada abad XVI M. Tiang ini terbuat dari kayu yang tingginya ± 50 meter.
·         Rumah bekas Sultan Buton yang sekarang dipergunakan sebagai Museum (Istana Wolo).
·         Meriam buatan abad XVII sebanyak 52 buah.
Benteng ini bisa menjadi 10 tujuan wisata di Indonesia atau bahkan di dunia. Untuk itu diperlukanlah suatu promosi yang kuat dan image yang baik bagi daerah Benteng ini. Selama ini wisatawan asing atau bahkan wisatawan lokal banyak yang belum mengenal atau bahkan mendengar nama Benteng Keraton ini. Apabila mereka hendak berlibur di Indonesia tidak jauh-jauh dari Bali dan Jakarta. Padahal Propinsi Sulawesi Tenggara ini ada suatu situs sejarah yang jarang sekali dapat kita temui .
Wisatawan membutuhkan liburan untuk melepaskan diri dari kesibukan pekerjaan yang setiap hari mereka jalani, mereka butuh istirahat, menyegarkan diri, menghirup udara yang segar, menghindari polusi di kota, dan yang jelas mereka ingin melihat pemandangan yang jarang mereka jumpai sebelumnya untuk itu sebagai insane pariwisata haruslah kita menyumbangkan ide dan turut membangun situs sejarah ini untuk lebih baik lagi. Kita bangun dan ciptakan fasilitas- fasilitas pendukung yang memadai di sekitar objek agar wisatawan hendak melangkahkan kakinya kemari. Kita ciptakan strategi-strategi pembangunan daerah ini lebih maju dan semakin potensial.
Tidak hanya dari segi pembangunan di sekitar objek, tetapi juga akses transportasi,jalanan, keamanan, dan melakukan promosi yang gencar.dan kita juga harus memikirkan bagaimana kebutuhan manusia/wisatawan di masa mendatang
Bagaimana menyiapkannya ?
·         Hal awal adalah melatih dan meyiapkan masyarakat sekitar objek untuk mau mengembangkannya. Siapkan keterampilan masyarakat seperti keterampilan berbahasa Inggris ( bahasa asing utama ) yang memungkinkan dengan terlatihnya masyarakat dapat lebih menjaring wisatawan asing untuk berkunjung ke situs sejarah ini. Siapkan pelatihan pendidikan pariwisata bagi generasi muda penerus yang nantinya akan mewarisi objek wisata ini.
·         Selanjutnya membangun kawasan objek ini dengan fasilitas-fasilitas yang memadai, seperti membangun penginapan untuk kelas menengah atas dan kelas atas, seperti membangun hotel melati dan hotel bintal 4/5 di dekat objek wisata.kemudian tidak lupa di lengkapi dengan restoran- restoran khas nusantara maupun restoran yang menyajikan makanan-makanan Negara lain.
·         Untuk mendukung aktifitas sosial, ekonomi dan kemasyarakatan Kota Bau-Bau yang terus berkembang secara dinamis diperlukan dukungan infrastruktur transportasi dan perhubungan khususnya jalan sebagai urat nadi perekonomian sangat menentukan. Pembangunan serta peningkatan infrastruktur transportasi dan perhubungan terus dilakukan oleh Pemerintah Kota Bau-Bau, yang diarahkan untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan, dan kelancaran pengguna jalan, juga untuk membuka daerah-daerah terisolasi dan kantong – kantong produksi, baik pertanian maupun perikanan serta perkebunan dan hasil hutan lainnya juga untuk membangun koneksitas antar wilayah perkotaan maupun antar kota di tingkat regional. Pada saat yang bersamaan pembukaan jalan baru juga ditujukan untuk membuka kawasan kawasan baru sebagai akses ekonomi dan sosial terus dilakukan sebagai konsekuensi logis dari peningkatan fungsi dan perkembangan Kota Bau-Bau. Sebagai pusat akumulasi kegiatan bagi daerah - daerah sekitarnya Pemerintah membuka jaringan jalan pada kawasan-kawasan baru baik sebagai kawasan permukiman maupun sebagai kawasan pelayanan pemerintahan. Sementara itu upaya meningkatkan kualitas jalan terutama jalan arteri primer maupun sekunder sampai dengan jalan lingkungan, peningkatan dan pemeliharaan jalan akan terus dilakukan. Penanganan jalan dapat berupa perkerasan, pengaspalan lasbutag sampai dengan jalan hotmiks terus dilakukan.Karena dengan lancarnya transportasi diharapkan laju pertumbuhan perekonomian akan lebih meningkat dan membuat sector pariwisata daerah ini juga semakin cepat berkembang.
·         Bangun image yang baik dan lakukan promosi yang unik seperti membuat slogan bagi benteng ini seperti “ Kekayaan sejarah Sulawesi Tenggara “. Buat gapura yang unik untuk tonggak penyambutan wisatawan.
Kendala yang dihadapi tentunya akan banyak sekai mengingat masyarakat Indonesia masih belum bisa menyaring dan menerima budaya luar terutama di daerah daerah Sulawesi Tenggara ini yang masih banyak memegang adat istiadat yang kuat. Dan juga dari segi biaya pasti akan membutuhkan banyak seali deana yang dikeluarkan. Maraknya terorisme dan bencana alam juga menjadi kenadala yan g cukup sulit.
Situs budaya di Sulawesi Tenggara sangat beragam mulai dari tarian, tradisi, upacara adat, kerajinan tangan, seni rupa dan sebagainya. Untuk kedepan masyarakat provinsi Sulawesi Tenggara ini juga harus lebih memperhatikan dan melestarikan warisan budaya yang di milikinya. Ksita melihat bahwa para wisatawan banyak yang rela menghabiskan uangnya untuk berwisata ke suatu daerah dengan tujuan yang beragam. Tetapi salah satunya tujuan mereka adalah untuk melihat kehidupan seperti apa yang dijalani masyarakat daerah yang memang sama sekali mereka belum pernah temui. Mereka ingin tahu, cara unik bersosialisasi, menggunakan alat-alat tradisonal dan mereka ingin melihat hiburan-hiburan yang unik di berbagai daerah. Sulawesi Tenggara inilah yang dirasa tepat untuk melestarikan dan mengembangkan potensi budayanya untuk menarik wisatawan. Contohnya :
·         beragam tarian khas Sulawesi Tenggara dapat dijadikan hiburan untuk penyambutan wisatawan yang baru memasuki wilayah Sulawesi Tenggara.
·         Atraksi- atraksi seperti acuan kuda dan tradisi lainnya dapat terus di pertahankan. Ini dapat dipertunjukkan kepada para wisman sebagai hiburan yang unik.tetapi tentunya dengan keamanan yang memadai bagi wisatawan.
·         Para pemandu wisata juga hendaknya dapat menjelaskan kenapa masyarakat setempat melakukan hal seperti itu.
·         Untuk kedepan tarian-tarian tradisional ini haruslah sampai ke mancanegara dengan berbagai cara misalnya mengikuti lomba-lomba di Internasional, menjadi tuan rumah dalam berbagai evet Internasional,dll
·         Yang tak kalah pentingnya kerajinan-kerajinan rakyat dapat kita eksplore lebih beragam lagi yang mana nantinya kerajinan ini dapat menjadi cinderamata khas yang membuat wisatawan kagum akan budaya dan kegiatan masyarakat Sulawesi Tenggara, untu itu perlulah kiranya pemerintah untuk membantu dana bagi para pengrajin untuk membuka usaha souvenir di kota Sulawesi tenggara.
Kendalanya adalah tentunya di takutkan bahwa semakin berkembangnya teknologi, para anak muda tidak tertarik untuk meneruskan membuat kerajinan kerajinan khas daerahnya.

5.PENUTUP
            Pariwisata di Sulawesi Tenggara merupakan salah satu sektor yang masih berpeluang untuk dikembangkan lebih baik lagi. Potensi wisata alam, wisata bahari, agrowisata, dan wisata budaya masih dapat dikembangkan lebih optimal dengan memanfaatkan kekayaan pemandangan alam di Propinsi Sulawesi Tenggara. Kondisi alam di Sultra bergunung-bukit, dan bergaris pantai yang panjang, dengan pulau-pulau serta tanaman lautnya yang tersebar di wilayah propinsi ini. Ditambah latar belakang sejarah dan keanekaragaman seni budaya serta tradisi setempat yang unik dan menarik, semuanya akan menarik para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Persoalannya, diperlukan pembenahan dan pemikiran kreatif untuk mewujudkan harapan tersebut, terutama pembenahan sarana dan prasarana yang masih dirasakan minim, seperti transportasi, penginapan, penjualan souvenir, dan sebagainya.

Untuk memajukan potensi pariwisata di Sulawesi Tenggara, perlu digalang kerjasama dengan biro perjalanan dan jasa layanan lain, yang dapat memudahkan serta memacu perkembangan sektor pariwisata di propinsi ini.







1 komentar: