KEKUATAN TERPENDAM KALIMANTAN SELATAN
1. Pendahuluan
1.a. Gambaran umum Kalimantan Selatan
DPRD Kalimantan Selatan dengan surat keputusan No. 2 Tahun 1989 tanggal 31 Mei 1989 menetapkan 14 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Provinsi Kalimantan Selatan. Tanggal 14 Agustus 1950 melalui Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1950, merupakan tanggal dibentuknya sepuluh provinsi, setelah pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS). Penduduk Kalimantan Selatan berjumlah 3.545.100 jiwa (2010). Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Banjarmasin terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan dengan batas-batas: sebelah barat dengan propinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur dengan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Laut Jawa dan di sebelah utara dengan propinsi Kalimantan Timur.
Propinsi Kalimantan Selatan secara geografis terletak di antara 114 19" 33" BT - 116 33' 28 BT dan 1 21' 49" LS 1 10" 14" LS, dengan luas wilayah 37.377,53 km² atau hanya 6,98 persen dari luas pulau Kalimantan. Daerah yang paling luas di propinsi Kalsel adalah Kabupaten Kotabaru dengan luas 13.044,50 km², kemudian Kabupaten Banjar dengan luas 5.039,90 km² dan Kabupaten Tabalong dengan luas 3.039,90 km², sedangkan daerah yang paling sempit adalah Kota Banjarmasin dengan luas 72,00 km². Kalimantan Selatan secara geografi terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan dengan luas wilayah 37.530,52 km2 atau 3.753.052 ha. Sampai dengan tahun 2004 membawahi kabupaten/kota sebanyak 11 kabupaten/kota dan pada tahun 2005 menjadi 13 kabupaten/kota sebagai akibat dari adanya pemekaran wilayah kabupaten Hulu Sungai Utara dengan Kabupaten Balangan dan Kabupaten Kotabaru dengan Kabupaten Tanah Bumbu. Luas wilayah propinsi tersebut sudah termasuk wilayah laut propinsi dibandingkan propinsi Kalimantan Selatan. Luas wilayah masing-masing Kabupaten Tanah Laut 9,94 %; Tanah Bumbu 13,50%; Kotabaru 25,11%; Banjar 12,45%; Tapin 5,80%; Tabalong 9,59%; Balangan 5,00%; Batola 6,33%; Banjarbaru 0,97% dan Banjarmasin 0,19%. Daerah aliran sungai yang terdapat di Propinsi Kalimantan Selatan adalah: Barito, Tabanio, Kintap, Satui, Kusan, Batulicin, Pulau Laut, Pulau Sebuku, Cantung, Sampanahan, Manunggal dan Cengal. Dan memiliki catchment area sebanyak 10 lokasi yaitu Binuang, Tapin, Telaga Langsat, Mangkuang, Haruyan Dayak, Intangan, Kahakan, Jaro, Batulicin dan Riam Kanan.
Wilayah ini banyak dilalui sungai besar dan sungai kecil (kanal). Banyak sekali kegiatan masyarakat yang dilakukan di sungai termasuk kegiatan perdagangan yang dikenal dengan pasar terapung. Penduduk kota Banjarmasin masih banyak yang tinggal di atas air. Rumah-rumah penduduk dibangun diatas tiang atau diatas rakit dipinggir sungai. Budaya sungai terus berkembang, memberikan corak budaya tersendiri dan menarik. Salah satu kegiatan wisata paling menarik di kota Banjarmasin adalah berjalan-jalan menyusuri sungai dan kanal. Daerah pinggiran kota pemandangan alam sungainya masih asli dan wisatawan dapat menyusuri sepanjang sungai Martapura dan sungai Barito dengan menggunakan perahu Klotok dan Speedboat. Pusat Kota Banjarmasin terletak di sepanjang jalan Pasar Baru, sementara kawasan perkantoran khususnya Bank terdapat di jalan Lambung Mangkurat. Sungai Barito berada di sebelah Baratnya dari pusat kota. Sebagian besar kegiatan masyarakat di Banjarmasin terjadi sungai atau disekitar sungai. Oleh karena itu sangatlah menarik menyaksikan kehidupan Kota dari tengah sungai.
1.b. Peta Provinsi Kalimantan Selatan
2. SITUS-SITUS SEJARAH
2.a. Situs Eksitu
· Museum Lambung Mangkurat
Museum Lambung Mangkurat Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) memiliki berbagai koleksi yang dipamerkan maupun disimpan. Koleksi tersebut berjumlah total 12.043 buah per keadaan 31 Desember 2009 terdiri atas 10 jenis koleksi. Koleksi yang paling dominan ada pada museum yang terletak di Kota Banjarbaru itu adalah jenis etnografika atau etnografi. Koleksi etnografi adalah benda-benda hasil budaya misalnya peralatan dan sebagainya. Jumlahnya sebanyak 6304 buah dengan status ganti rugi dan 2 buah dari hibah. Hanya sepuluh persen yang dipamerkan, yaitu yang mewakili jamannya saja, sisanya disimpan digudang atau di ruang studi koleksi. Hal ini juga berkait fungsinya museum yakni melestarikan dan merawat. Berdasarkan data Museum Lambung Mangkurat per 31 Desember 2009, koleksi meliputi geogolika denga status kepemilikan ganti rugi sebanyak 123 buah, biologika 181 buah status ganti rugi, etnografika dengan status ganti rugi 6304 buah ditambah hibah 2 buah, arkeologika dengan status ganti rugi 239 buah, historika 495 buah. Selanjutnya numistatika/heraldika 3332 buah, filologika 158 buah, kerammologika 986 buah, senirupa 143 buah dan teknologika 80 buah. Museum Lambung Mangkurat termasuk museum umum, Sedangkan museum khusus adalah Museum Wasaka di Banjarmasin yang memiliki koleksi dari periode masa kemerdekaan atau perang.
· Museum Wasak
Museum Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan ‘Waja Sampai Kaputing’ (Museum Wasaka) didirikan atas prakarsa Gubernur KDH Tingkat I Kalimantan Selatan. Gagasannya mendapat dukungan dari para pejuang, budayawan, seniman, sejarawan, dan masyarakat umum di Kalimantan Selatan. Museum Wasaka adalah sebuah museum perjuangan rakyat Kalimantan Selatan. Wasaka singkatan dari Waja Sampai Ka Puting yang merupakan motto perjuangan rakyat Kalimantan Selatan. Museum bertempat pada rumah Banjar Bubungan Tinggi yang telah dialih fungsikan dari hunian menjadi museum sebagai upaya konservasi bangunan tradisional. Terletak di Gang H. Andir, Kampung Kenanga Ulu, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin. Untuk merealisasikan pendirian museum maka pada 1989 dibentuk tim untuk melaksanakan kegiatan benda-benda bersejarah yang pernah digunakan oleh pejuang Kalimantan Selatan di masa Perang Banjar, masa kolonial Belanda, masa Jepang, dan masa revolusi fisik. Koleksi museum baru terbatas pada benda-benda bersejarah yang digunakan para pejuang pada masa revolusi fisik. Di antaranya foto-foto, kepala perahu, jimat, peta lokasi pertempurtan, senjata tradisional, senjata api, pakaian, dan perlengkapan penunjang yang digunakan oleh para pejuang. Museum ini menempati bangunan rumah adat Banjar Bubungan Tinggi (Rumah Banjar Baanjung). Museum ini menempati bangunan rumah adat Banjar Bubungan Tinggi (Rumah Banjar Baanjung).
· Masjid Raya Sabilal Muhtadin
Masjid ini terletak di tengah Kota Banjarmasin. Nama ”Sabilal Muhtadin” merupakan nama penghargaan terhadap ulama besar Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary (1710-1812) yang selama hidupnya memperdalam dan mengembangkan Islam di Kerajaan Banjar. Masjid Raya Sabilal Muhtadin dibangun di atas tanah seluas 100.000 meter persegi. Posisi mesjid sekarang, pada zaman penjajahan Belanda dikenal dengan Fort Tatas atau Benteng Tatas, Masjid ini adalah Masjid terbesar di Kota Banjarmasin yang juga menjadi kebanggaan warga kota ini. Bangunan masjid mulai dinding, lantai, menara dan turap plaza, keseluruhannya berlapiskan marmer. Secara total masjid terbesar se-Kalimantan ini mampu menampung 15.000 jamaah. Di bagian dalam bangunan sebanyak 7.500 dan di halaman 7.500. Masjid Raya Sabilal Muhtadin sering sekali menjadi pusat peringatan hari-hari besar Umat Islam seperti : Shalat Idul Fitri dan Idul Adha, Peringatan Isra Mi’raj, Peringatan Maulid Nabi, Peringatan Khataman Al – Qur’an dan lain lain. Di Komplek Mesjid ini juga dilengkapi dengan Sekolah Islam Sabilal Muhtadin. Masjid Raya Sabilal Muhtadin yang mempunyai bentuk yang unik dengan kubahnya yang khas, sangat cocok untuk anda kunjungi ketika berkunjung ke Banjarmasin karena di komplek Mesjid ini juga terdapat Hutan Kota serta tidak jauh dari Taman Maskot dan Siring Sungai Martapura.
· Masjid Sultan Suriansyah
Masjid Sultan Suriansyah merupakan sebuah mesjid kuno dan bersejarah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam. Masjid ini terletak di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin Utara, Banjarmasin, kawasan yang dikenal sebagai Banjar Lama merupakan situs ibukota Kesultanan Banjar yang pertama kali. Bentuk arsitektur dengan konstruksi panggung dan beratap tumpang, merupakan masjid bergaya tradisional Banjar. Masjid bergaya tradisional Banjar pada bagian mihrabnya memiliki atap sendiri terpisah dengan bangunan induk. Masjid ini didirikan di tepi sungai Kuin. Kekunoan masjid ini dapat dilihat pada 2 buah inskripsi yang tertulis pada bidang berbentuk segi delapan berukuran 50 cm x 50 cm yakni pada dua daun pintu Lawang Agung. Pada daun pintu sebelah kanan terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi : " Ba'da hijratun Nabi Shalallahu 'alahihi wassalam sunnah 1159 pada Tahun Wawu ngaran Sultan Tamjidillah Kerajaan dalam Negeri Banjar dalam tanah tinggalan Yang mulia." Sedangkan pada daun pintu sebelah kiri terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi: "Kiai Damang Astungkara mendirikan wakaf Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada sapuluh hari bulan Sya'ban tatkala itu (tidak terbaca)" . Kedua inskripsi ini menunjukkan pada hari Senin tanghgal 10 Sya'ban 1159 telah berlangsung pembuatan Lawang Agung (renovasi masjid) oleh Kiai Demang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Tamjidillah (1734-1759), Pada mimbar yang terbuat dari kayu ulin terdapat pelengkung mimbar dengan kaligrafi berbunyi "Allah Muhammadarasulullah". Pada bagian kanan atas terdapat tulisan "Krono Legi : Hijrah 1296 bulan Rajab hari Selasa tanggal 17", sedang pada bagian kiri terdapat tulisan : "Allah subhanu wal hamdi al-Haj Muhammad Ali al-Najri". Pola ruang pada Masjid Sultan Suriansyah merupakan pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Arsitektur mesjid Agung Demak sendiri dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa kerajaan Hindu. Identifikasi pengaruh arsitektur tersebut tampil pada tiga aspek pokok dari arsitektur Jawa Hindu yang dipenuhi oleh masjid tersebut. Tiga aspek tersebut : atap meru, ruang keramat (cella) dan tiang guru yang melingkupi ruang cella. Meru merupakan ciri khas atap bangunan suci di Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas. Bangunan yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap paling banyak dan paling tinggi. Ciri atap meru tampak pada Masjid Sultan Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan terpenting di daerah tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan, memberikan kesan ruang dibawahnya merupakan ruang suci (keramat) yang biasa disebut cella. Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella (ruang keramat). Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab.
· Masjid Agung Al-Karomah, Martapura
Kota Martapura adalah ibukota Kabupaten Banjar, provinsi Kalimantan Selatan. Kota yang terkenal didalam dan diluar negeri dengan produki intan-nya. Dengan kekayaan alam dari hasil pertambangan intan tersebut tak mengherankan bila Kota Martapura yang hanya sebuah ibukota kabupaten tersebut memiliki masjid yang begitu mewah dan megah di pusat kota nya tak jauh dari pasar intan di kota tersebut. Masjid Agung Al-Karomah di klaim sebagai masjid terbesar di Kalimantan Selatan. Masjid Agung Al-Karomah pada awalnya bernama Masjid Jami Martapura. Dibangun dari bahan Kayu Ulin (kayu besi) dengan bentuk bangunan meniru bangunan Masjid Agung Demak. Dengan atap limasan bersusun tiga bukan seperti bentuknya yang sekarang.
2.b.Situs Insitu
· Pantai Batakan
Pantai Batakan terletak di Desa Batakan, Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut (Tala), sekitar 125 kilometer arah timur dari Kota Banjarmasin (Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan). Untuk mencapai lokasi Pantai Batakan, dari Kota Banjarmasin relatif mudah karena kondisi jalannya cukup baik. Walaupun jalannya berkelak-kelok dan turun-naik, tetapi menyajikan pemandangan alam yang indah berupa barisan perbukitan yang menghijau, hamparan persawahan yang menguning, serta perkampungan nelayan yang berada di tepi pantai. Pantai Batakan merupakan obyek wisata bahari yang terpadu dengan panorama alam pegunungan, karena di sebelah timurnya terdapat perbukitan pinus yang menjadi bagian dari Pegunungan Meratus. Di pantai ini pengunjung dapat mengelilingi pantai sambil menggunakan kuda sewaan, bersantai di bawah pohon cemara sambil menikmati keindahan pantai, atau menyaksikan panorama alam terutama saat matahari akan terbenam (sunset). Selain berwisata di sekitar pantai, pengunjung juga dapat berkunjung ke Pulau Datu yang letaknya tidak berapa jauh di depan Pantai Batakan. Di pulau ini terdapat sebuah obyek wisata religius yaitu makam Datu Pamulutan, seorang ulama yang dianggap sebagai wali Allah. Sama seperti tempat-tempat rekreasi lainnya di Indonesia, Pantai Batakan juga dilengkapi pula dengan fasilitas khas tempat rekreasi, seperti kamar mandi untuk bilas, rumah ibadah (masjid), panggung hiburan, cottage, restourant, penginapan, playground, hingga areal parkir kendaraan bermotor yang cukup luas.
· Pantai Tanjung Dewa
Pantai Tanjung Dewa terletak di Desa Tanjung Dewa Kecamatan Panyipatan Kabupaten Tanah Laut. Hanya dengan menempuh jarak sekitar 100 km dari kota Banjarmasin maka kita sudah tiba di pantai Tanjung Dewa. Jarak yang tidak terlalu jauh ini memungkinkan kita untuk dapat berakhir pekan ke pantai Tanjung Dewa ini kapanpun kita mau. Perjalanan menuju pantai Tanjung Dewa ini sangat tidak membosankan karena kita akan melintasi areal persawahan dan pegunungan yang hijau dan indah. Sangat cocok untuk melepaskan kepenatan terhadap rutinitas harian kita.
Beberapa pantai di Kalsel lebih menonjolkan pesona pasirnya, namun pantai Tanjung Dewa sedikit berbeda yaitu dengan keindahan karangnya yang lebih mempesona. Pantai Tanjung Dewa memiliki 2 bagian, ada bagian yang berpasir dan ada juga yang berkarang. Jika kita duduk di atas salah satu karangnya, maka sangat tepat untuk menikmati landscape pantai dan laut secara bersamaan. Tidak hanya itu saja, selain bisa menikmati keindahan laut dan pantai kita juga bisa menikmati keindahan pegunungan dari kejauhan. Saat cuaca cerah lekuk-lekuk gunung akan sangat jelas.
· Pantai Gedambaan
Pantai Gedambaan yang dulu dikenal sebagai Pantai Sarang Tiung ini berjarak sekitar 14 kilo dari pusat kota Kotabaru. Sepanjang jalur yang dilewati akan ditemui pemandangan alam yang cukup menarik ,pegunungan di sisi kanan & lautan , pantai serta perkampungan nelayan di sebelah kiri. Tampak pemukiman Suku Bugis & Mandar suku yang merantau dari Sulawesi Selatan. Pantai Gedambaan Merupakan pilihan yang tepat bagi yang ingin merasakan suasana pantai berpasir putih. Pantai sepanjang 1 km ini termasuk dalam kawasan desa Gedambaan kecamatan Pulau Laut Utara
Fasilitas yang disediakan diantaranya rumah/warung makan, cottage, tempat parkir, kolam renang air tawar. Pantai ini merupakan sebuah pantai yang sangat indah dan merupakan kebanggaan bagi masyarakat Kotabaru. Pantai ini terus dikembangkan dan pasilitasnya terus ditambah. Dibangun kolam renang di kawasan sekitar pantai tersebut. Tidak jauh dari kawasan ini, Salah satu keindahan alam yang menarik adalah gugusan terumbu karang didaerah Teluk Tamiyang yang berada di dalam kawasan Kecamatan Pulau Laut Barat. Keaslian terumbu karang yang belum tersentuh ini semakin menarik karena kejernihan air laut di daereh tersebut. kawasan ini dapat ditempuh dengan perjalanan darat dan kemudian di lanjutkan dengan menggunakan kapal motor kecil . Potensi alam yang demikian indah tadak kalah menakjupkannya dengan tempat yang lain.
Fasilitas yang disediakan diantaranya rumah/warung makan, cottage, tempat parkir, kolam renang air tawar. Pantai ini merupakan sebuah pantai yang sangat indah dan merupakan kebanggaan bagi masyarakat Kotabaru. Pantai ini terus dikembangkan dan pasilitasnya terus ditambah. Dibangun kolam renang di kawasan sekitar pantai tersebut. Tidak jauh dari kawasan ini, Salah satu keindahan alam yang menarik adalah gugusan terumbu karang didaerah Teluk Tamiyang yang berada di dalam kawasan Kecamatan Pulau Laut Barat. Keaslian terumbu karang yang belum tersentuh ini semakin menarik karena kejernihan air laut di daereh tersebut. kawasan ini dapat ditempuh dengan perjalanan darat dan kemudian di lanjutkan dengan menggunakan kapal motor kecil . Potensi alam yang demikian indah tadak kalah menakjupkannya dengan tempat yang lain.
· Pantai Pagatan
Objek wisata Pantai Pagatan yang terletak pada Kecamatan Kusam Hilir Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Waktu tempuh + 8 jam dari Banjarmasin. Pantai pagatan tergolong istimewa,karena memiliki panorama laut biru,deburan ombak yg relatif kecil,pohon kelapa yg melambai-lambai.dan angin laut yang bertiup sepoi – sepoi. Selain bisa menikmati indahnya wisata pantai pagatan wisatawan dapat juga menikmati acara Mappanretasi (pesta laut) adalah sebuah upacara adat Suku Bugis di Pantai Pagatan Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Pesta laut ini dilaksanakan selama tiga minggu di bulan April. Dan puncak dari Mappanretasi dilaksanakan pada minggu terakhir di Bulan April. Pada acara puncaknya akan dimeriahkan oleh kapal-kapal nelayan berhiasan menuju ketengah laut.Selain itu, selama hampir tiga minggu, kota Pagatan setiap sore dan malamnya sejak dibuka hingga ditutupnya pesta adat nelayan pagatan terdapat pasar malam. Wisata Indonesia Surga Dunia.
· Pasar Terapung
Kalimantan Selatan adalah salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Di sana, tepatnya di Muara Kuin ada pasar tradisional yang unik dan khas. Keunikan dan kekhasan itu pasar tersebut karena berada bukan di tepian muara atau sungai (darat) tetapi justeru di atas permukaan air (terapung di atas muara sungai Kuin-Barito, Banjarmasin, Kalimantan Selatan). Oleh karena itu, pasar tersebut disebut “Pasar Terapung Muara Kuin”. Konon, pasar terapung ini sudah mulai ada sejak Sultan Suriansyah mendirikan kerajaan di tepi Sungai Kuin dan Barito pada tahun 1526, yang kemudian menjadi cikal bakal Kota Banjarmasin. Pasar Muara Kuin tergolong unik, sebab selain melakukan aktivitas jual-beli di atas air, juga tidak memiliki organisasi seperti pada pasar-pasar yang ada di darat. Jadi, tidak dapat diketahui berapa jumlah pedagang atau pembagian pedagang berdasarkan barang dagangannya.
· Taman Wisata Alam Pulau Bakut
Taman Wisata Alam Pulau Bakut pernah digadang-gadang sebagai obyek wisata penarik devisa sekaligus tindakan konservasi flora dan fauna di Kalimantan Selatan. Sungguh suatu beban berat yang harus dipikul oleh Pulau Bakut, sebuah delta kecil di sungai Barito ini. Pulau di tengah aliran sungai Barito itu, kini kondisinya menjadi dilematis. Di Pulau tersebut menancap tiang Jembatan Barito yang menghubungkan Kalimantan Selatan dengan kalimantan Tengah melalui darat.Terletak di tengah padatnya lalulintas pelayaran barang dan jasa, dilintasi hiruk pikuk kendaraan di atas jembatan 1,2 Km (terpanjang ke 2 di Asia Tenggara), namun diharapkan mampu berperan sebagai salah satu penjaga keragaman kekayaan hayati yang masih tersisa. Di dalam kawasan seluas kurang lebih 18,70 hektar itu hidup bekantan (Nasalis larvatus) primata endemik Kalimantan yakni jenis kera berbulu kemerahan berhidung panjang, buaya sapit (Tomistoma schlegelii), elang bondol (Haliastur indus), elang laut perut putih (Heliaeetus leucogaster), raja udang (Pelargopsis capensis), burung madu kelapa (Anthreptes malacensis), dan lain-lain. Berbagai flora dapat ditemui diantaramya; jingah (Gluta renghas), rambai (Sonneratia caseolaris), panggang (Ficus retusa), nyirih (Xylocarpus granatum), kelampan (Carbera manghas), waru (Hibiscus tiliaceus), kayu bulan (Fragraea erenulata), putat (Baringtonia asiatica), nipah (Nypa fructicans), pandan (Pandanus tectorius), jeruju (Acanthus ilicifolius), piai (Acrostichum aureum), bakung (Crinum asiaticum L), eceng ( Eichhornia crassipes Solms), keladi (Colocasia esculentum ) dan lain-lain. Posisi Pulau Bakut terletak pada jalur lalulintas sungai dimana bermacam pabrik beroperasi. Tidak heran, jika pulau Bakut seperti seperti kue terakhir yang dikerumuni orang lapar. Siapa cepat ia dapat. Kawasan perairan Sungai Barito memang dikenal sebagai tempat berbagai industri besar membangun pabriknya. Aliran sungai menjadi pilihan utama transportasi karena murah. Syahwat ekonomi pada berbagai kalangan (birokrasi, swasta bahkan politik) di era kejayaan kaum kapitalis saat ini memang terasa dominan. Pulau kecil semacam pulau Bakut dengan posisi strategis di tengah jalur transportasi murah, sangat menarik untuk lahan bermacam usaha. Entah dengan dalih wisata alam atau apa saja, dampaknya bisa sangat merugikan jika aspek ekonomi melenggang sendirian tanpa kontrol ekologi. Seberapa jauh upaya pihak-pihak terkait mengelola kawasan ini sehingga mampu menyangga urat nadi perekonomian dan menjaga kekayaan hayati.Tulisan ini berupaya memotret kepedulian berbagai pihak terhadap keberadaan taman wisata alam terdekat dengan kawasan terpadat di Kalimantan Selatan.
· Cagar Alam Pulau Kaget
Cagar Alam Pulau Kaget, Pulau Kaget adalah sebuah delta yang terletak di tengah-tengah sungai Barito termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Tabunganen, Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Pulau Kaget terletak dekat muara sungai Barito. Pulau Kaget sudah ditetapkan sebagai cagar alam dengan luas 85 Ha. Kondisi alam pulau ini cukup kritis karena adanya penebangan pohon, khususnya pohon rambai padi yang merupakan sumber makanan bagi bekantan (Nasalis Larvatus). Bekantan merupakan maskot fauna provinsi Kalimantan Selatan.
· Wisata Pulau Kembang
Kenapa disebut Pulau Kembang, konon katanya Pulau yang merupakan delta dari sungai Barito ini hanya berupa tumpukan tanah biasa dan lama berkembang terus dengan semakin banyak tanahnya dan kemudian ditumbuhi tumbuhan sehingga terus berkembang, sehingga nama delta tersebut menjadi Pulau kembang. Pulau ini ditumbuhi tumbuh-tumbuhan khas Kalimantan, dan saat ini dihuni oleh kawanan monyet yang termasuk jenis kera berekor panjang alias monyet. Dan di tengah-tengah pulau katanya juga ada rajanya dengan tubuh yang lebih besar. Di pulau yang daerah administrasinya termasuk ke Kabupaten Barito Kuala, Kalsel ini terdapat tempat untuk pemujaan bagi etnis Tionghoa, dimana ada berupa tempat pemujaan disertai replika monyet putih/ Hanoman. Untuk mencapai pulau ini tidak begitu susah apalagi sebelumnya telah mengunjungi pasar terapung, pulau ini sebenarnya sudah kelihatan ketika kita akan menuju Pasar tersebut. Dan setelah mengunjungi Pasar Terapung biasanya yang punya jukung akan menawarkan apakah kita berminat ke Pulau Kembang atau tidak, atau jika tidak ditawari cukup ditanyakan ke yang punya jukungnya apakah bisa melanjutkan perjalanan ke Pulau Kembang. Dan sebelum bersandar di pulau Kembang sebaiknya barang-barang kecil disembunyikan didalam tas dan dipegang erat baik itu kacamata, topi, arloji, kamera, karena kalau tidak, bakal dicolong oleh monyet-monyet tersebut. Dan sebaiknya siapkan saja makanan-makanan kecil untuk diberikan ke kawanan monyet tersebut. Monyet-monyet disini sangat agresif, bisa jadi karena mereka kelaparan….Dan jika takut dengan monyet sebaiknya jangan sampai bersandar atau mendekat ke dermaganya, karena bakal histeria melihat monyet yang sangat agresif-agresify yang naik ke jukung, cukup melihat dari jauh-jauh saja bagaimana monyet-monyet itu bertingkah.
· PETA
3. Situs-situs Budaya
3.a. Tradisi yang masih berlangsung (warisan budaya) upacara-upacara adat di Kalimantan Selatan
· Aruh Baharin
Pada awalnya, Aruh Baharin merupakan upacara adat yang dihelat oleh masyarakat Dayak Halongan pemeluk agama Kaharingan (agama suku Dayak) setelah musim panen padi ladang (pahumaan) usai. Tujuan digelarnya upacara ini adalah sebagai perwujudan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas hasil panen padi ladang yang melimpah, sekaligus penghormatan terhadap arwah leluhur yang diyakini senantiasa melindungi mereka dari berbagai marabahaya. Mereka meyakini, beras hasil panen (baras hanyar) belum boleh dimakan, sebelum upacara adat tersebut dilaksanakan. Namun dalam perkembangan selanjutnya, upacara adat yang diwariskan secara turun-temurun ini juga digunakan untuk mensyukuri hasil usaha lainnya, seperti berdagang, beternak, nelayan, dan lain sebagainya. Begitu pula pelaksanaannya, yang tidak hanya diikuti oleh masyarakat Dayak pemeluk agama Kaharingan, tapi juga diikuti oleh pemeluk dari berbagai agama yang terdapat di Desa Kapul. Bahkan, upacara adat ini juga dihadiri oleh masyarakat yang berada di sekitar Desa Kapul, serta tokoh masyarakat dan pemuka adat dari kabupaten dan provinsi lain di Pulau Kalimantan yang sengaja diundang untuk menghadiri upacara ini. Biasanya, pada upacara yang digelar selama tujuh hari tujuh malam berturut-turut ini disembelih beberapa ekor kerbau, kambing, dan ayam. Upacara adat tersebut juga dilengkapi dengan berbagai keperluan-keperluan lainnya, baik yang berkaitan dengan kebutuhan pihak penyelenggara maupun yang berhubungan dengan kelengkapan upacara itu sendiri, yang mana membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Agar tidak terlalu memberatkan, biaya untuk pelaksanaan upacara ini ditanggung bersama oleh kelompok masyarakat adat yang terdapat di Desa Kapul. Di desa tersebut terdapat tiga kelompok masyarakat adat, di mana setiap kelompok adat biasanya terdiri dari 25 sampai 30 kepala keluarga. Selain itu, untuk meringankan pihak penyelenggara, upacara adat Aruh Baharin belakangan ini digelar tiga tahun sekali dan bahkan lima tahun sekali. pacara adat yang digelar selama tujuh hari tujuh malam ini terdiri dari tiga tahapan. Tahapan pertama adalah tahapan persiapan. Pada tahapan ini, kaum perempuan berbagi tugas dengan kaum laki-laki untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kelengkapan upacara. Kaum perempuan bertugas membersihkan dan membasuh beras, membuat ketupat, memasak lemang, dan memasak sayur untuk keperluan upacara. Selama proses ini, kaum perempuan diwajibkan mengenakan tapih bahalai, yakni batik khas untuk perempuan dari daerah tersebut. Sedangkan kaum laki-laki mempersiapkan tempat pemujaan dan menghiasnya, mencari kayu bakar, dan memasak nasi. Selama acara berlangsung, kaum laki-laki diharuskan mengenakan sentana parang dan mandau yang diselipkan di pinggang. Tahapan kedua adalah pemanggilan arwah leluhur agar mereka ikut menghadiri dan merestui upacara. Tahapan yang dipimpin oleh beberapa orang balian (tokoh spritual masyarakat Dayak) ini dilaksanakan pada malam ketiga hingga malam keenam. Para balian menari (batandik) mengelilingi tempat pemujaan sembari diiringi dengan bunyi-bunyian dari gendang dan gong. Untuk memanggil arwah para leluhur, para balian tersebut akan menggelar beberapa ritual. Pertama, ritual Balai Tumarang. Ritual pembuka ini ditujukan untuk memanggil sejumlah arwah yang pernah memiliki kekuasaan hingga ke daerah tersebut, termasuk arwah para raja dari Pulau Jawa. Kedua, ritual Sampan Dulang atau ritual Kelong. Ritual ini bertujuan memanggil arwah leluhur orang Dayak, yakni Balian Jaya atau yang juga populer dengan nama Nini Uri. Ketiga, ritual Hyang Lembang. Yakni memanggil arwah raja-raja dari Kerajaan Banjar pada masa lampau. Keempat, ritual Dewata. Ritual ini berisi kisah tentang Datu Mangku Raksa Jaya yang berhasil menembus alam dewa dengan cara bertapa. Kelima, ritual Hyang Dusun. Yakni mengisahkan beberapa raja Dayak yang mampu memimpin sembilan benua atau sembilan pulau. Tahapan ketiga merupakan puncak upacara adat Aruh Baharin. Pada hari terakhir ini ditampilkan berbagai atraksi kesenian khas masyarakat Dayak. Yang ditunggu-tunggu para pengunjung adalah proses penyembelihan hewan (hadangan) berupa beberapa ekor kerbau, kambing, dan ayam yang dipimpin oleh para balian. Uniknya, warga saling memperebutkan darah hewan-hewan tersebut dan kemudian mengoleskannya ke tubuh masing-masing. Mereka meyakini, darah hewan tersebut dapat memberikan keselamatan. Sebagian dari daging hewan tersebut dimasak untuk dimakan bersama-sama dan sebagiannya lagi dimasukkan ke dalam miniatur perahu naga, rumah adat, dan tempat sesajian (ancak) yang digunakan untuk sesaji. Sebelum dilarungkan ke Sungai Balangan, sesaji tersebut terlebih dahulu diludahi oleh semua anggota kelompok masyarakat adat yang bertindak sebagai penyelenggara upacara dan kemudian diberkati (mamangan) oleh para balian. Ini merupakan simbol untuk membuang segala yang buruk dan supaya mereka terhindar dari berbagai malapetaka.
· Upacara Adat Maccera Tasi
Upacara Adat Macceratasi merupakan upacara adat masyarakat nelayan tradisional di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan. Upacara ini sudah berlangsung sejak lama dan terus dilakukan secara turun-temurun setiap setahun sekali. Beberapa waktu lalu, upacara ini kembali digelar di Pantai Gedambaan atau disebut juga Pantai Sarang Tiung. Prosesi utarna Macceratasi adalah penyembelihan kerbau, kambing, dan ayam di pantai kemudian darahnya dialirkan ke laut dengan maksud memberikan darah bagi kehidupan laut. Dengan pelaksanaan upacara adat ini, masyarakat yang tinggal sekitar pantai dan sekitarnya, berharap mendapatkan rezeki yang melimpah dari kehidupan laut. Kerbau, kambing, dan ayam dipotong. Darahnya dilarungkan ke laut. Itulah bagian utama dari prosesi Upacara Adat Macceratasi. Kendati intinya hampir sama dengan upacara laut yang biasa dilakukan masyarakat nelayan tradisional lainnya. Namun upacara adat yang satu ini punya hiburan tersendiri. Sebelum Macceratasi dimulai terlebih dahulu diadakan upacara Tampung Tawar untuk meminta berkah kepada Allah SWT. Sehari kemudian diadakan pelepasan perahu Bagang dengan memuat beberapa sesembahan yang dilepas beramai-ramai oleh nelayan bagang, baik dari Suku Bugis, Mandar maupun Banjar. Keseluruhan upacara adat ini sekaligus melambangkan kerekatan kekeluargaan antarnelayan. Untuk meramaikan upacara adat ini, biasanya disuguhkan hiburan berupa kesenian hadrah, musik tradisional, dan atraksi pencak silat. Usai pelepasan bagang, ditampilkan atraksi meniti di atas tali yang biasa dilakukan oleh lelaki Suku Bajau. Atraksi ini pun selalu dipertunjukkan bahkan dipertandingkan pada saat Upacara Adat Salamatan Leut (Pesta Laut) sebagai pelengkap hiburan masyarakat.
· Upacara Adat Mallasuang Manu
Upacara melepas sepasang ayam untuk diperebutkan kepada masyarakat sebagai rasa syukur atas melimpahnya hasil laut di Kecamatan Pulau Laut Selatan. Upacara ini dilakukan Suku Mandar yang mendominasi kecamatan tersebut, setahun sekali tepatnya pada bulan Maret. Upacara ini berlangsung hampir seminggu dengan beberapa kegiatan hiburan rakyat sehingga berlangsung meriah.
· Upacara Adat Babalian Tandik
Kegiatan ritual yang dilakukan oleh Suku Dayak selama seminggu. Puncak acara dilakukan di depan mulut Goa dengan sesembahan pemotongan hewan qurban. Upacara ini diakhiri dengan Upacara Badudus atau penyiraman Air Dudus. Biasanya yang didudus (disiram) seluruh pengunjung yang hadir sehingga mereka basah semua.
· Upacara Adat Mallasung Manu
Ritual khas kaum muda mudi suku Mandar yang berdomisili di Kecamatan Laut Selatan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Mallassung Manu adalah sebutan bagi ritual adat melepas beberapa pasang ayam jantan dan betina sebagai bentuk permohonan meminta jodoh kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pesta adat yang juga telah menjadi event wisata ini dilakukan secara turun temurun di Pulau Cinta, sebuah pulau kecil yang konon berbentuk hati dan berjarak sekitar dua mil dari Pulau Laut, pulau terbesar di perairan tenggara Kalimantan yang menjadi Ibu Kota Kabupaten Kotabaru. Pulau Cinta memiliki luas sekitar 500 m2 dan hanya terdiri dari batu-batu besar dan sejumlah pohon di dalamnya. Dalam pesta adat yang unik ini, para peserta berangkat secara bersama-sama dari Pulau Laut (Kotabaru) menuju Pulau Cinta dengan menggunakan perahu. Sesampainya di Pulau Cinta, pesta adat melepas sepasang ayam jantan dan betina dilaksanakan dengan disaksikan oleh ribuan penonton. Keinginan agar mudah mencari jodoh dapat melahirkan ekspresi budaya yang khas. Kekhasan itulah yang dapat disaksikan dalam Pesta Adat Malassuang Manu. Ritual utama dalam upacara ini, yaitu melepas ayam jantan dan betina, dilaksanakan di atas sebuah batu besar yang bagian tengahnya terbelah sepanjang kira-kira 10 meter. Dari atas batu itu, sepasang ayam tersebut dilemparkan sebagai tanda permohonan kepada Tuhan supaya dimudahkan dalam mencari jodoh. Usai melepas sepasang ayam tersebut, para muda-mudi ini kemudian mengikatkan pita atau tali rafia (yang di dalamnya telah diisi batu atau sapu tangan yang indah) di atas dahan atau ranting pepohonan yang terdapat di Pulau Cinta. Hal ini sebagai perlambang, apabila kelak memperoleh jodoh tidak akan terputus ikatan tali perjodohannya sampai maut menjemput. Kelak, pita atau tali rafia tersebut akan diambil kembali bila permohonan untuk bertemu jodoh telah terkabul. Pasangan yang telah berjodoh ini akan kembali ke Pulau Cinta untuk mengambil pita atau tali rafia tersebut dengan menggunakan perahu klotok yang dihias dengan kertas warna-warni. Makanan khas yang selalu menjadi hidangan dalam ritual kedua ini adalah sanggar (semacam pisang goreng yang terbuat dari pisang kepok yang dibalut dengan tepung beras dan gandum dengan campuran gula dan garam), serta minuman berupa teh panas.Pasangan ini akan diiringi oleh sanak saudara untuk mengadakan selamatan. Usai memanjatkan doa, mereka kemudian melepaskan pita atau tali rafia yang dulu diikatkan di dahan atau ranting pohon untuk disimpan sebagai bukti bahwa keinginannya telah terkabul. Selain itu, ritual kedua ini juga merupakan permohonan supaya dalam kehidupan selanjutnya selalu dibimbing menjadi keluarga yang sejahtera. Pesta adat yang pelaksanaannya didukung oleh pemerintah daerah setempat ini juga dimeriahkan oleh tari-tarian adat dan berbagai macam perlombaan, seperti voli, sepakbola, dan lain-lain. Berbagai event lomba tersebut biasanya akan memperebutkan trophy Bupati Kota baru atau Gubernur Kalimantan Selatan. Biasanya Pesta Mallasung Manu diselenggarakan pada bulan Maret—April.
3.b.Arsitektur Tradisional
· Rumah Adat Kalimantan Selatan
Usia rumah ini kurang lebih sudah 200 tahun. Rumah ini adalah rumah khas Kalimantan Selatan yang terletak di Desa Telok Selong Kecamatan Martapura. Rumah ini masih terawat dengan baik, akan tetapi ada sebagian atapnya yang bocor. Rumah ini masih di huni oleh generasi ke tiga dari pemiliknya. Umur nenek tersebut kurang lebih 100 tahun.
· Rumah Bubungan Tinggi
Adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan dan bisa dibilang merupakan ikonnya Rumah Banjar karena jenis rumah inilah yang paling terkenal karena menjadi maskot rumah adat khas provinsi Kalimantan Selatan.
ciri-cirinya : Atap Sindang Langit tanpa plafon, Tangga Naik selalu ganjil, Pamedangan diberi Lapangan kelilingnya dengan Kandang Rasi berukir.
· Rumah Banjar
Rumah Banjar adalah rumah tradisional suku Banjar. Arsitektur tradisional ciri-cirinya antara lain mempunyai perlambang, mempunyai penekanan pada atap, ornamental, dekoratif dan simetris. Rumah tradisonal Banjar adalah type-type rumah khas Banjar dengan gaya dan ukirannya sendiri mulai sebelum tahun 1871 sampai tahun 1935. Pada tahun 1871 pemerintah kota Banjarmasin mengeluarkan segel izin pembuatan Rumah Bubungan Tinggi di kampung Sungai Jingah yang merupakan rumah tertua yang pernah dikeluarkan segelnya. Umumnya rumah tradisional Banjar dibangun dengan ber-anjung (ba-anjung) yaitu sayap bangunan yang menjorok dari samping kanan dan kiri bangunan utama karena itu disebut Rumah Baanjung. Anjung merupakan ciri khas rumah tradisional Banjar, walaupun ada pula beberapa type Rumah Banjar yang tidak ber-anjung. Tipe rumah yang paling bernilai tinggi adalah Rumah Bubungan Tinggi yang biasanya dipakai untuk bangunan keraton (Dalam Sultan). Jadi nilainya sama dengan rumah joglo di Jawa yang dipakai sebagai keraton. Keagungan seorang penguasa pada masa pemerintahan kerajaan diukur oleh kuantitas ukuran dan kualitas seni serta kemegahan bangunan-bangunan kerajaan khususnya istana raja (Rumah Bubungan Tinggi). Dalam suatu perkampungan suku Banjar terdiri dari bermacam-macam jenis rumah Banjar yang mencerminkan status sosial maupun status ekonomi sang pemilik rumah. Dalam kampung tersebut rumah dibangun dengan pola linier mengikuti arah aliran sungai maupun jalan raya terdiri dari rumah yang dibangun mengapung di atas air, rumah yang didirikan di atas sungai maupun rumah yang didirikan di daratan, baik pada lahan basah (alluvial) maupun lahan kering.
3.c. Seni Pertunjukan ( music, teater, tari, sendratari, sastra ) Di Kalimantan Selatan
SENI TRADISIONAL BANJAR
Kultur budaya yang berkembang di Banjarmasin sangat banyak hubungannya dengan sungai, rawa dan danau, disamping pegunungan. Tumbuhan dan binatang yang menghuni daerah ini sangat banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kehidupan mereka. Kebutuhan hidup mereka yang mendiami wilayah ini dengan memanfaatkan alam lingkungan dengan hasil benda-benda budaya yang disesuaikan. hampir segenap kehidupan mereka serba relegius. Disamping itu, masyarakatnya juga agraris, pedagang dengan dukungan teknologi yang sebagian besar masih tradisional.
Ikatan kekerabatanmulai longgar dibanding dengan masa yang lalu, orientasi kehidupan kekerabatan lebih mengarah kepada intelektual dan keagamaan. Emosi keagamaan masih jelas nampak pada kehidupan seluruh suku bangsa yang berada di Kalimantan Selatan.
Urang Banjar mengembangkan sistem budaya, sistem sosial dan material budaya yang berkaitan dengan relegi, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi dan assimilasi. Sehingga nampak terjadinya pembauran dalam aspek-aspek budaya. Meskipun demikian pandangan atau pengaruh Islam lebih dominan dalam kehidupan budaya Banjar, hampir identik dengan Islam, terutama sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ke Tuhanan (Tauhid), meskipun dalam kehidupan sehari-hari masih ada unsur budaya asal, Hindu dan Budha. Seni ukir dan arsitektur tradisional Banjar nampak sekali pembauran budaya, demikian pula alat rumah tangga, transport, Tari, Nyayian dsb.
· Seni Musik
Antara lain Kuriding, Karung-karung Panting, Kintunglit, Bumbung, Suling Bambu, Musik Tiup, Salung Ulin, Kateng Kupak.
· Teater Tradisi / Teater Rakyat
Antara lain Mamanda, Wayang Gung, Abdul Mulk Loba, Kuda Gepang, Cerita Damarwulan, Tantayungan, Wayang Kulit, Teater Tutur.
· Tari Baksa Kembang
Merupakan jenis tari klasik Banjar sebagai tari penyambutan tamu agung yang datang ke Kalimantan Selatan, penarinya adalah wanita. Tari ini merupakan tari tunggal dan dapat dimainkan oleh beberapa penari wanita.Tari Baksa Kembang termasuk jenis tari klasik, yang hidup dan berkembang di keraton Banjar, yang ditarikan oleh putri-putri keraton dengan Gerakanya halus, diiringi irama gamelan, busana generlapan . tari ini memvisualisasikan seorang puteri sdang memetik bunga di taman. Lambat laun tarian ini menyebar ke rakyat Banjar dengan penarinya galuh-galuh Banjar. Tarian ini dipertunjukkan untuk menghibur keluarga keraton dan menyambut tamu agung seperti raja atau pangeran . Setelah tarian ini memasyarakat di Tanah Banjar, berfungsi untuk menyambut tamu pejabat-pejabat negara dalam perayaan hari-hari besar daerah atau nasional.
· Tari Radap Rahayu
Asal muasal Tari Radap Rahayu adalah ketika Kapal Perabu Yaksa yang ditumpangi Patih Lambung Mangkurat yang pulang lawatan dari Kerajaan Majapahit, ketika sampai di Muara Mantuil dan akan memasuki Sungai Barito, kapal Perabu Yaksa kandas di tengah jalan. Perahu menjadi oleng dan nyaris terbalik. Melihat ini, Patih Lambung Mangkurat lalu memuja “Bantam” yakni meminta pertolongan pada Yang Maha kuasa agar kapal dapat diselamatkan. Tak lama dari angkasa turunlahtujuh bidadari ke atas kapal kemudian mengadakan upacaraberadap-radap. Akhirnya kapal tersebut kembali normal dan tujuh bidadari tersebut kembali ke Kayangan. Kapal melanjutkan pulang ke Kerajaan Dwipa. Dari cerita ini lahirlah Tari “ Radap Rahayu “ ( anonim ). Tarian ini sangat terkenal di Kerajaan Banjar karena dipentaskan setiap acara penobatan raja serta pembesar-pembesar kerajaan dan juga sebagai tarian penyambut tamu kehormatan yang datang ke Banua Banjar, upacara perkawinan, dan upacara memalas banua sebagai tapung tawar untuk keselamatan. Tarian ini termasuk jenis tari klasik Banjar dan bersifat sakral.Dalam tarian ini diperlihatkan para bidadari dari kayangan turun ke bumi untuk memberikan doa restu serta keselamatan . Gerak ini diperlihatkan pada gerakan awal serta akhir tari dengan gerak “terbang layang”. Sayair lagu Tari Radap Rahayu diselingi dengan sebuah nyanyian yang isi syairnya mengundang makhluk-makhluk halus ( bidadari ) ketika ragam gerak “Tapung Tawar”, untuk turun ke bumi. Jumlah penari Radap Rahayu selalu menunjukkan bilangan ganjil, yaitu : 1,3,5,7 dan seterusnya. Tata Busana telah baku yaitu baju layang. Hiasan rambut mengggunakan untaian kembang bogam. Selendang berperan untuk melukiskan seorang bidadari, disertai cupu sebagai tempat beras kuning dan bunga rampai untuk doa restu dibawa para penari di tangan kiri. Seiring lenyapnya Kerajaan Dwipa, lenyap juga Tari Radap Rahayu. Tarian tersebut kembali digubah oleh seniman Kerajaan Banjar bernama Pangeran Hidayatullah. Namun kembali terlupakan ketika berkecamuknya perang Banjar mengusir penjajah Belanda. Pada tahun 1955 oleh seorang Budayawan bernama Kiayi Amir Hasan Bondan membangkitkan kembali melalui Kelompok Tari yang didirikannya bernama PERPEKINDO ( Perintis Peradaban dan Kebudayaan Indonesia) yang berkedudukan di Banjarmasin. Sampai saat ini PERPEKINDO masih aktif mengembangkan dan melestarikan Tari Radap Rahayu.
· Tari Kuda Alas
Sebuah tarian yang menggambarkan bagaimana binal dan liarnya kuda-kuda yang hidup di padang rumput terbuka atau di hutan – hutan yang lebat pepohonannya. mereka satu sama lain saling bersaing untuk mengusai padang rumput dan tak jarang terjadi perkelahian. Namun akhirnya kelompok – kelompok yang bertikai itu rukun bersatu. Karena mereka adalah satu jenis bernama kuda. Tarian ini adalah sebuah tarian kreasi baru yang diolah bersumber dari gerak-gerak tari rakyat atau tarian tradisional, seperti pada tarian wayang gong (wayang oarang) dan kuda gepang. Tarian ini kental sekali di dalam masyarakat Banjar. Tarian ini dipertunjukkan saat perayaan hari-hari besar baik daerah, nasional atau p[un acara hiburan lainnya.
3.d.Seni Plastis
· KAIN KHAS SASIRANGAN
Warga Kalsel, boleh merasa bangga dengan adanya kain sasirangan, sebagai simbol budaya masyarakat sejak nenek moyang, walau tadinya kain itu diciptakan untuk pengobatan, tetapi belakangan kain itu telah menjadi nilai jual yang tinggi, dipakai bukan saja sebagai pakaian resmi, acara pesta, dan perkawinan, tetapi sudah masuk sebagai bahan baku perancangan busana kelas nasional. Buktinya saja, seorang perancang busana, Ian Adrian dari jakarta telah mempopulerkan kain tersebut sebagai bahan utama rancangannya dan telah pula di peragakan pada acara fashion show bertajuk “ulun bungas” bahkan acara tersebut telah tercatat di Museum Record Indonesia (MURI). Sasirangan dibuat dengan teknik tusuk jelujur kemudian diikat tali rafia dan selanjutnya dicelup. Kain ini ada beberapa motif antara lain Iris Pudak, Kambang Raja, Bayam Raja, Kulit Kurikit, Ombak Sinapur Karang, Bintang Bahambur, Sari Gading, Kulit Kayu, Naga Balimbur, Jajumputan, Turun Dayang, Kambang Tampuk Manggis, Daun Jaruju, Kangkung Kaombakan, Sisik Tanggiling, dan Kambang Tanjung. Kain sasirangan yang merupakan kerajinan khas daerah Kalimantan Selatan (Kalsel) menurut para tetua masyarakat setempat, dulunya digunakan sebagai ikat kepala (laung), juga sebagai sabuk dipakai kaum lelaki serta sebagai selendang, kerudung, atau udat (kemben) oleh kaum wanita. Kain ini juga sebagai pakaian adat dipakai pada upacara-upacara adat, bahkan digunakan pada pengobatan orang sakit. Tapi saat ini, kain sasirangan peruntukannya tidak lagi untuk spiritual sudah menjadi pakaian untuk kegiatan sehari-hari, dan merupakan ciri khas sandang dari Kalsel. Di Kalsel, kain sasirangan merupakan salah satu kerajinan khas daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Kata “Sasirangan” berasal dari kata sirang (bahasa setempat) yang berarti diikat atau dijahit dengan tangan dan ditarik benangnya atau dalam istilah bahasa jahit menjahit dismoke/dijelujur. Kalau di Jawa disebut jumputan. Kain sasirangan dibuat dengan memakai bahan kain mori, polyester yang dijahit dengan cara tertentu. Kemudian disapu dengan bermacam-macam warna yang diinginkan, sehingga menghasilkan suatu bahan busana yang bercorak aneka warna dengan garis-garis atau motif yang menawan.Proses Pembuatan Kain Sasirangan
Pertama menyirang kain, Kain dipotong secukupnya disesuaikan untuk keperluan pakaian wanita atau pria. Kemudian kain digambar dengan motif-motif kain adat, lantas disirang atau dijahit dengan tangan jarang-jarang/renggang mengikuti motif. Kain yang telah dijahit, ditarik benang jahitannya dengan tujuan untuk mengencangkan jahitannya, sehingga kain mengerut dengan rapat dan kain sudah siap untuk masuk proses selanjutnya.
Kedua penyiapan zat warna, Zat warna yang digunakan adalah zat warna untuk membatik. Semua zat warna yang untuk membatik dapat digunakan untuk pewarnaan kain sasirangan. Tapi zat warna yang sering digunakan saat ini adalah zat warna naphtol dengan garamnya. Bahan lainnya sebagai pembantu adalah soda api (NaOH), TRO/Sepritus, air panas yang mendidih. Mula-mula zat warna diambil secukupnya, kemudian diencerkan/dibuat pasta dengan menambahkan TRO/Spirtus, lantas diaduk sampai semua larut/melarut. Setelah zat melarut semua, kemudian ditambahkan beberapa tetes soda api dan terakhir ditambahkan dengan air panas dan air dingin sesuai dengan keperluan. Larutan harus bening/jernih. Untuk melarutkan zat warna naphtol sudah dianggap selesai dan sudah dapat dipergunakan untuk mewarnai kain sasirangan.Untuk membuat warna yang dikehendaki, maka zat warna
Pertama menyirang kain, Kain dipotong secukupnya disesuaikan untuk keperluan pakaian wanita atau pria. Kemudian kain digambar dengan motif-motif kain adat, lantas disirang atau dijahit dengan tangan jarang-jarang/renggang mengikuti motif. Kain yang telah dijahit, ditarik benang jahitannya dengan tujuan untuk mengencangkan jahitannya, sehingga kain mengerut dengan rapat dan kain sudah siap untuk masuk proses selanjutnya.
Kedua penyiapan zat warna, Zat warna yang digunakan adalah zat warna untuk membatik. Semua zat warna yang untuk membatik dapat digunakan untuk pewarnaan kain sasirangan. Tapi zat warna yang sering digunakan saat ini adalah zat warna naphtol dengan garamnya. Bahan lainnya sebagai pembantu adalah soda api (NaOH), TRO/Sepritus, air panas yang mendidih. Mula-mula zat warna diambil secukupnya, kemudian diencerkan/dibuat pasta dengan menambahkan TRO/Spirtus, lantas diaduk sampai semua larut/melarut. Setelah zat melarut semua, kemudian ditambahkan beberapa tetes soda api dan terakhir ditambahkan dengan air panas dan air dingin sesuai dengan keperluan. Larutan harus bening/jernih. Untuk melarutkan zat warna naphtol sudah dianggap selesai dan sudah dapat dipergunakan untuk mewarnai kain sasirangan.Untuk membuat warna yang dikehendaki, maka zat warna
Naphtol harus ditimbulkan/dipeksasi dengan garamnya. Untuk melarutkan garamnya, diambil sesuai dengan keperluan kemudian ditambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk kuat-kuat sehingga zat melarut semua dan didapatkan larutan yang bening. Banyaknya larutan disesuaikan dengan keperluan. Kedua larutan yaitu naphtol dan garam sudah dapat dipergunakan untuk mewarnai kain sasirangan, yaitu dengan cara pertama-tama mengoleskan/menyapukan zat warna naphtol pada kain yang telah disirang yang kemudian disapukan lagi/dioleskan larutan garamnya sehingga akan timbul warna pada kain sasirangan yang sudah diolesi sesuai dengan warna yang diinginkan. Setelah seluruh kain diberi warna, kain dicuci bersih-bersih sampai air cucian tidak berwarna lagi.
Kain yang sudah bersih, kemudian dilepaskan jahitannya sehingga terlihat motif-motif bekas jahitan diantara warna-warna yang ada pada kain tersebut. Sampai disini proses pembuatan kain sasirangan telah selesai dan dijemur salanjutnya diseterika dan siap untuk dipasarkan
Kain yang sudah bersih, kemudian dilepaskan jahitannya sehingga terlihat motif-motif bekas jahitan diantara warna-warna yang ada pada kain tersebut. Sampai disini proses pembuatan kain sasirangan telah selesai dan dijemur salanjutnya diseterika dan siap untuk dipasarkan
3.f Kerajinan Rakyat
· Asbak Poles Batu Aji
Batu aji , sangat terkenal untuk sebuah pembuatan cincin atau bandul kalung. tetapi hal itu sudah biasa, di daerah banjarbaru kalimantan selatan. batu aji bisa di buat ke dalam berbagai macam barang, contoh satu ini adalah, asbak. asbak tempat abu rokok, sudah lumrah semua orang memilikinya di rumah, dan bahkan di buat dengan ribuan macam bentuk, bahan dan ukuran. tetapi, di banjarbaru ada asbak yang terbuat dari batu aji, berat memang. tetapi unik, karena asbak ini di buat dengan berbagai macam model, yang saya suka model asbak berbentuk daun, dan batu nya pun di pilih yang berwarna hijau menyerupai daun. lalu pada permukaan asbak ini, batu aji di poles selicin mungkin seperti permukaan marmer, hanya pada bagian belakangnya saja yang di biarkan kasar, sebagai bukti keaslian dari pada batu aji. maka dari itu, kami menyebutnya asbak poles batu aji. tak hanya berbentuk daun loh, masih banyak bentuk bentuk asbak yang di buat, nah asbak batu aji ini juga belum ditemukan di mall mall jakarta. harga terpengaruh dari besar kecilnya ukuran asbak. semakin besar semakin mahal, karena memang batu aji batu yang terbilang sudah mulai langka.
· Cincin Kaukah
Cincin Kaukah buatan banjarbaru terbuat dari kayu, yang di cat dan di plitur menjadi terlihat licin permukaannya, biasanya cincin kaukah ini di pakai oleh anak muda muda yang terkait dalam suatu perkumpulan organisasi pengajian. tetapi cincin ini boleh di pakai oleh siapa saja, dan cocok juga di pakai sebagai aksesoris di jari tangan anda, baik lelaki atau perempuan bisa memakai cincin ini. di jakarta saya belum menemukan yang menjual cincin kaukah, kalau pun ada cincin yang terbuat dari kayu, pastinya sangat beda dengan cincin kaukah
3.g. Legenda/Mitologi
Konon pada zaman dahulu, di suatu tempat di Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, hiduplah seorang janda tua bersama seorang anak laki-lakinya yang bernama Andung Kuswara. Ia seorang anak yang baik dan pintar mengobati orang sakit. Ilmu pengobatan yang ia miliki diperoleh dari abahnya yang sudah lama meninggal. Andung dan umanya hidup rukun dan saling menyayangi. Setiap hari mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Andung mencari kayu bakar atau bambu ke hutan untuk membuat lanting untuk dijual, sedangkan umanya mencari buah-buahan dan daun-daunan muda untuk sayur.
Suatu hari, Andung pergi ke hutan seorang diri. Karena keasyikan bekerja, tak terasa waktu telah beranjak senja, maka ia pun bergegas pulang. Di tengah perjalanan, ia mendengar jeritan seseorang meminta tolong. Andung segera berlari menuju arah suara itu. Ternyata, didapatinya seorang kakek yang kakinya terjepit pohon. Andung segera menolong dan mengobati lukanya. “Terima kasih banyak, anakku!” kata orang tua itu. Dia kemudian mengambil sesuatu dari lehernya. “Hanya benda ini yang dapat kai berikan sebagai tanda terima kasih. Mudah-mudahan kalung ini membawa keberuntungan bagimu,” ucap kakek itu seraya mengulurkan sebuah kalung kepada Andung. Setelah mengobati kakek itu, Andung bergegas pulang ke rumahnya.
Sesampai di rumah, Andung menceritakan kejadian tadi kepada umanya. Usai bercerita, Andung menyerahkan kalung pemberian kakek itu sambil berkata, “Uma, tolong simpan kalung ini baik-baik”. Umanya menerima dan memerhatikan benda itu dengan saksama. “Sepertinya ini bukan kalung sembarangan, Nak. Lihatlah, sungguh indah!” kata Uma Andung dengan takjub. Setelah itu, Uma Andung menyimpan kalung tersebut di bawah tempat tidurnya.
Kehidupan terus berjalan. Pada suatu hari, Andung terlihat termenung seorang diri. “Ya Tuhan, apakah kehidupanku akan seperti ini selamanya? Aku ingin hari depanku lebih baik daripada hari ini. Tapi…bagaimana caranya?” kata Andung dalam hati. Sejenak ia berpikir mencari jalan keluar. Tiba-tiba, terlintas dalam pikiran Andung untuk pergi merantau. “Hmm…lebih baik aku merantau saja. Dengan begitu aku dapat mengamalkan ilmu pengobatan yang telah aku peroleh dari abah dulu. Siapa tahu dengan merantau akan mengubah hidupku,” gumam Andung dengan semangat. Namun, apa yang ada dalam pikirannya tidak langsung ia utarakan kepada umanya. Rasa ragu masih menyelimuti hati dan pikirannya. Jika ia pergi merantau, tinggallah umanya sendiri. Tetapi, jika ia hanya mencari kayu bakar dan bambu setiap hari, lalu kapan kehidupannya bisa berubah. Pikiran-pikiran itulah yang ada dalam benaknya.
Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Andung benar-benar sudah tidak tahan lagi hidup miskin. Keraguannya untuk meninggalkan umanya pun lenyap. Dorongan hati Andung untuk merantau sudah tak terbendung lagi. Suatu hari, ia pun mengutarakan maksud hatinya kepada umanya. “Uma, Andung ingin mengubah nasib kita. Andung memutuskan untuk merantau ke negeri seberang. Oleh karena itu, Andung mohon izin dan doa restu, Uma,” kata Andung dengan hati-hati memohon pengertian umanya. “Anakku, sebenarnya Uma sudah bersyukur dengan keadaan kita saat ini. Tetapi, jika keinginan hatimu sudah tak terbendung lagi, dengan berat hati Uma akan melepas kepergianmu,” sahut Uma Andung memberikan izin.
Setelah mendapat restu dari umanya, Andung segera berkemas dengan bekal seadanya. Andung membawa masing-masing sehelai kain, baju dan celana. Memang hanya itu yang ia miliki. Ketika Andung hendak meninggalkan gubuk reotnya, Uma berpesan kepadanya. “Andung ..., ingatlah Uma! Ingat kampung halaman dan tanah leluhur kita. Jangan pernah melupakan Tuhan Yang Mahakuasa. Walau berat, Uma tak bisa melarangmu pergi. Jika takdir menghendaki, kita tentu akan berkumpul kembali,” kata sang Uma dengan sedihnya.
Mendengar nasihat umanya, Andung tak kuasa menahan air matanya. “Andung, bawalah kalungmu ini. Siapa tahu kelak kamu memerlukannya,” ujar Uma Andung melanjutkan. Setelah menerima kalung itu, Andung kemudian berpamitan kepada umanya. Andung mencium tangan umanya, lalu umanya membalasnya dengan pelukan erat. Sesaat, suasana haru pun meliputi hati keduanya. Ketika Uma memeluk Andung, beberapa tetes air mata menyucur dari kelopak matanya, jatuh di atas pundak Andung. “Maafkan Andung, Uma! Andung berjanji akan segera kembali jika sudah berhasil,” kata Andung memberi harapan kepada umanya. “Iya Nak. Cepatlah kembali kalau sudah berhasil! Hanya kamulah satu-satunya milik Uma di dunia ini,” jawab Uma penuh harapan. Beberapa saat kemudian, Uma berucap kepada Andung. “Segeralah berangkat Andung, agar kamu tak kemalaman di tengah hutan.”
Andung mencium tangan umanya untuk terakhir kalinya, lalu pamit. Andung berangkat diiringi lambaian tangan Uma yang sangat dikasihinya. “Selamat jalan, anakku. Jangan lupa cepat kembali,” teriak Uma dengan suara serak. “Tentu, Uma!” sahut Andung sambil berjalan menoleh ke arah umanya. “Jaga diri baik-baik, Uma! Selamat tinggal! Uma baru beranjak dari tempatnya setelah Andung yang sangat disayanginya hilang di balik pepohonan hutan. Sejak itu, tinggallah Uma Andung sendirian di tengah hutan belantara.
Berbulan-bulan sudah Andung meninggalkan umanya. Andung terus berjalan. Banyak kampung dan negeri telah dilewati. Berbagai pengalaman didapat. Ia juga telah mengobati setiap orang yang memerlukan bantuannya.
Suatu siang yang terik, tibalah Andung di Kerajaan Basiang yang tampak sunyi. Saat menyusuri jalan desa, Andung bertemu dengan seorang petani yang kulitnya penuh dengan koreng dan bisul. Andung kemudian mengobati petani itu. Dari orang tersebut Andung mengetahui jika Negeri Basiang sedang tertimpa malapetaka berupa wabah penyakit kulit. Karena berhutang budi kepada Andung, orang itu mengajak Andung tinggal di rumahnya. Setiap hari, penduduk yang terjangkit penyakit berdatangan ke rumah orang tua itu untuk berobat kepada Andung. Seluruh penduduk yang telah diobati oleh Andung sembuh dari penyakitnya. Berita perihal kepandaian Andung dalam mengobati pun menyebar ke seluruh negeri.
Suatu hari, berita kepandaian Andung mengobati penyakit tersebut akhirnya sampai ke telinga Raja Basiang. Sang Raja pun mengutus hulubalang menjemput Andung untuk mengobati putrinya. Beberapa lama kemudian, hulubalang tersebut sudah kembali ke istana bersama Andung. Andung yang miskin dan kampungan itu sangat takjub melihat keindahan bangunan istana. Ia berjalan sambil mengamati setiap sudut istana yang dihiasi ratna mutu manikan. Tak disadari, ternyata sang Raja sudah ada di hadapannya. Andung pun segera memberi salam dan hormat kepadanya. “Salam sejahtera, Tuanku,” sapa Andung kepada Baginda.
Sang Raja menyambut Andung dengan penuh harapan. Dia kemudian menyampaikan maksudnya kepada Andung. “Hai anak muda! Ketahuilah, putriku sudah dua minggu tergolek tak berdaya. Semua tabib di negeri ini sudah saya kerahkan untuk mengobatinya, namun tak seorang pun yang mampu menyembuhkannya. Apakah kamu bersedia menyembuhkan putriku?” tanya sang Raja. “Hamba hanya seorang pengembara miskin. Pengetahuan obat-obatan yang hamba miliki pun sedikit. Jika nantinya hamba gagal menyembuhkan Tuan Putri, hamba mohon ampun Paduka,” kata Andung merendah.
Andung pun dipersilakan masuk ke kamar Putri. Putri tergolek kaku di atas pembaringannya. Wajahnya pucat pasi dan bibirnya tertutup rapat. Walupun pucat pasi, wajah sang Putri tetap memancarkan sinar kecantikannya. “Aduhai, cantik sangat sang Putri,” ucap Andung menaruh hati kepada sang Putri. Sesaat kemudian, Andung pun mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk membangunkan sang Putri. Namun, sang Putri tetap tak bergerak. Andung mulai panik. Tiba-tiba, hati Andung tergerak untuk mengambil kalung pemberian kakek yang ditolongnya dulu. Andung meminta kepada pegawai istana agar disiapkan air dalam mangkuk. Setelah air tersedia, lalu Andung segera merendam kalungnya beberapa saat. Kemudian air rendaman diambil dan dibacakan doa, lalu ia percikkan beberapa kali ke mulut sang Putri. Tak berapa kemudian, sang Putri pun terbangun. Matanya yang kuyu perlahan-lahan terbuka. Wajahnya segar kembali. Akhirnya, Putri dapat bangkit dan duduk di pembaringan.
Semua penghuni istana turut bergembira dan merayakan kesembuhan sang Putri. Paduka Raja sangat berterima kasih atas kesembuhan putri satu-satunya yang sangat ia cintai Atas jasanya tersebut, Andung kemudian dinikahkan dengan sang Putri. Pesta perkawinan dilaksanakan tujuh hari tujuh malam. Semua rakyat bersuka ria merayakannya. Putri tampak berbahagia menerima Andung sebagai suaminya. Demikian pula Andung yang sejak pandangan pertama sudah jatuh cinta pada sang Putri. Mereka berdua melalui hari-hari dengan hidup bahagia.
Minggu dan bulan terus berganti. Istri Andung pun hamil. Dalam kondisi hamil muda sang Putri mengidam buah kasturi yang hanya tumbuh di Pulau Kalimantan. Karena cintanya kepada sang Putri begitu besar, Andung pun mengajak beberapa hulubalang dan prajurit untuk ikut bersamanya mencari buah kasturi ke Pulau Kalimantan.
Setibanya di Pulau Kalimantan, Andung berangkat ke daerah Loksado untuk mencari sebatang pohon kasturi yang dikabarkan sedang berbuah di sana. Alangkah terkejutnya Andung, karena pohon kasturi itu berada tepat di depan rumahnya dulu. Andung segera mengajak hulubalang dan para prajuritnya kembali. Rupanya ia tidak mau bertemu dengan umanya.
Mendengar keributan di luar rumahnya, seorang nenek tua renta berjalan terseok-seok menuju ke arah rombongan tersebut. “Andung..., Andung Anakku...!” suara nenek tua yang serak memanggil Andung. Dengan terbungkuk-bungkuk nenek itu mengejar rombongan Andung.
Andung menoleh. Ia tersentak kaget melihat sang Uma yang dulu ditinggalkannya sudah tua renta. Karena malu mengakui sebagai umanya, Andung membentak, “Hai nenek tua! Aku adalah raja keturunan bangsawan. Aku tidak kenal dengan nenek renta dan dekil sepertimu! ujar Andung kemudian memalingkan muka dan pergi.
Sesampai di rumah, Andung menceritakan kejadian tadi kepada umanya. Usai bercerita, Andung menyerahkan kalung pemberian kakek itu sambil berkata, “Uma, tolong simpan kalung ini baik-baik”. Umanya menerima dan memerhatikan benda itu dengan saksama. “Sepertinya ini bukan kalung sembarangan, Nak. Lihatlah, sungguh indah!” kata Uma Andung dengan takjub. Setelah itu, Uma Andung menyimpan kalung tersebut di bawah tempat tidurnya.
Kehidupan terus berjalan. Pada suatu hari, Andung terlihat termenung seorang diri. “Ya Tuhan, apakah kehidupanku akan seperti ini selamanya? Aku ingin hari depanku lebih baik daripada hari ini. Tapi…bagaimana caranya?” kata Andung dalam hati. Sejenak ia berpikir mencari jalan keluar. Tiba-tiba, terlintas dalam pikiran Andung untuk pergi merantau. “Hmm…lebih baik aku merantau saja. Dengan begitu aku dapat mengamalkan ilmu pengobatan yang telah aku peroleh dari abah dulu. Siapa tahu dengan merantau akan mengubah hidupku,” gumam Andung dengan semangat. Namun, apa yang ada dalam pikirannya tidak langsung ia utarakan kepada umanya. Rasa ragu masih menyelimuti hati dan pikirannya. Jika ia pergi merantau, tinggallah umanya sendiri. Tetapi, jika ia hanya mencari kayu bakar dan bambu setiap hari, lalu kapan kehidupannya bisa berubah. Pikiran-pikiran itulah yang ada dalam benaknya.
Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Andung benar-benar sudah tidak tahan lagi hidup miskin. Keraguannya untuk meninggalkan umanya pun lenyap. Dorongan hati Andung untuk merantau sudah tak terbendung lagi. Suatu hari, ia pun mengutarakan maksud hatinya kepada umanya. “Uma, Andung ingin mengubah nasib kita. Andung memutuskan untuk merantau ke negeri seberang. Oleh karena itu, Andung mohon izin dan doa restu, Uma,” kata Andung dengan hati-hati memohon pengertian umanya. “Anakku, sebenarnya Uma sudah bersyukur dengan keadaan kita saat ini. Tetapi, jika keinginan hatimu sudah tak terbendung lagi, dengan berat hati Uma akan melepas kepergianmu,” sahut Uma Andung memberikan izin.
Setelah mendapat restu dari umanya, Andung segera berkemas dengan bekal seadanya. Andung membawa masing-masing sehelai kain, baju dan celana. Memang hanya itu yang ia miliki. Ketika Andung hendak meninggalkan gubuk reotnya, Uma berpesan kepadanya. “Andung ..., ingatlah Uma! Ingat kampung halaman dan tanah leluhur kita. Jangan pernah melupakan Tuhan Yang Mahakuasa. Walau berat, Uma tak bisa melarangmu pergi. Jika takdir menghendaki, kita tentu akan berkumpul kembali,” kata sang Uma dengan sedihnya.
Mendengar nasihat umanya, Andung tak kuasa menahan air matanya. “Andung, bawalah kalungmu ini. Siapa tahu kelak kamu memerlukannya,” ujar Uma Andung melanjutkan. Setelah menerima kalung itu, Andung kemudian berpamitan kepada umanya. Andung mencium tangan umanya, lalu umanya membalasnya dengan pelukan erat. Sesaat, suasana haru pun meliputi hati keduanya. Ketika Uma memeluk Andung, beberapa tetes air mata menyucur dari kelopak matanya, jatuh di atas pundak Andung. “Maafkan Andung, Uma! Andung berjanji akan segera kembali jika sudah berhasil,” kata Andung memberi harapan kepada umanya. “Iya Nak. Cepatlah kembali kalau sudah berhasil! Hanya kamulah satu-satunya milik Uma di dunia ini,” jawab Uma penuh harapan. Beberapa saat kemudian, Uma berucap kepada Andung. “Segeralah berangkat Andung, agar kamu tak kemalaman di tengah hutan.”
Andung mencium tangan umanya untuk terakhir kalinya, lalu pamit. Andung berangkat diiringi lambaian tangan Uma yang sangat dikasihinya. “Selamat jalan, anakku. Jangan lupa cepat kembali,” teriak Uma dengan suara serak. “Tentu, Uma!” sahut Andung sambil berjalan menoleh ke arah umanya. “Jaga diri baik-baik, Uma! Selamat tinggal! Uma baru beranjak dari tempatnya setelah Andung yang sangat disayanginya hilang di balik pepohonan hutan. Sejak itu, tinggallah Uma Andung sendirian di tengah hutan belantara.
Berbulan-bulan sudah Andung meninggalkan umanya. Andung terus berjalan. Banyak kampung dan negeri telah dilewati. Berbagai pengalaman didapat. Ia juga telah mengobati setiap orang yang memerlukan bantuannya.
Suatu siang yang terik, tibalah Andung di Kerajaan Basiang yang tampak sunyi. Saat menyusuri jalan desa, Andung bertemu dengan seorang petani yang kulitnya penuh dengan koreng dan bisul. Andung kemudian mengobati petani itu. Dari orang tersebut Andung mengetahui jika Negeri Basiang sedang tertimpa malapetaka berupa wabah penyakit kulit. Karena berhutang budi kepada Andung, orang itu mengajak Andung tinggal di rumahnya. Setiap hari, penduduk yang terjangkit penyakit berdatangan ke rumah orang tua itu untuk berobat kepada Andung. Seluruh penduduk yang telah diobati oleh Andung sembuh dari penyakitnya. Berita perihal kepandaian Andung dalam mengobati pun menyebar ke seluruh negeri.
Suatu hari, berita kepandaian Andung mengobati penyakit tersebut akhirnya sampai ke telinga Raja Basiang. Sang Raja pun mengutus hulubalang menjemput Andung untuk mengobati putrinya. Beberapa lama kemudian, hulubalang tersebut sudah kembali ke istana bersama Andung. Andung yang miskin dan kampungan itu sangat takjub melihat keindahan bangunan istana. Ia berjalan sambil mengamati setiap sudut istana yang dihiasi ratna mutu manikan. Tak disadari, ternyata sang Raja sudah ada di hadapannya. Andung pun segera memberi salam dan hormat kepadanya. “Salam sejahtera, Tuanku,” sapa Andung kepada Baginda.
Sang Raja menyambut Andung dengan penuh harapan. Dia kemudian menyampaikan maksudnya kepada Andung. “Hai anak muda! Ketahuilah, putriku sudah dua minggu tergolek tak berdaya. Semua tabib di negeri ini sudah saya kerahkan untuk mengobatinya, namun tak seorang pun yang mampu menyembuhkannya. Apakah kamu bersedia menyembuhkan putriku?” tanya sang Raja. “Hamba hanya seorang pengembara miskin. Pengetahuan obat-obatan yang hamba miliki pun sedikit. Jika nantinya hamba gagal menyembuhkan Tuan Putri, hamba mohon ampun Paduka,” kata Andung merendah.
Andung pun dipersilakan masuk ke kamar Putri. Putri tergolek kaku di atas pembaringannya. Wajahnya pucat pasi dan bibirnya tertutup rapat. Walupun pucat pasi, wajah sang Putri tetap memancarkan sinar kecantikannya. “Aduhai, cantik sangat sang Putri,” ucap Andung menaruh hati kepada sang Putri. Sesaat kemudian, Andung pun mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk membangunkan sang Putri. Namun, sang Putri tetap tak bergerak. Andung mulai panik. Tiba-tiba, hati Andung tergerak untuk mengambil kalung pemberian kakek yang ditolongnya dulu. Andung meminta kepada pegawai istana agar disiapkan air dalam mangkuk. Setelah air tersedia, lalu Andung segera merendam kalungnya beberapa saat. Kemudian air rendaman diambil dan dibacakan doa, lalu ia percikkan beberapa kali ke mulut sang Putri. Tak berapa kemudian, sang Putri pun terbangun. Matanya yang kuyu perlahan-lahan terbuka. Wajahnya segar kembali. Akhirnya, Putri dapat bangkit dan duduk di pembaringan.
Semua penghuni istana turut bergembira dan merayakan kesembuhan sang Putri. Paduka Raja sangat berterima kasih atas kesembuhan putri satu-satunya yang sangat ia cintai Atas jasanya tersebut, Andung kemudian dinikahkan dengan sang Putri. Pesta perkawinan dilaksanakan tujuh hari tujuh malam. Semua rakyat bersuka ria merayakannya. Putri tampak berbahagia menerima Andung sebagai suaminya. Demikian pula Andung yang sejak pandangan pertama sudah jatuh cinta pada sang Putri. Mereka berdua melalui hari-hari dengan hidup bahagia.
Minggu dan bulan terus berganti. Istri Andung pun hamil. Dalam kondisi hamil muda sang Putri mengidam buah kasturi yang hanya tumbuh di Pulau Kalimantan. Karena cintanya kepada sang Putri begitu besar, Andung pun mengajak beberapa hulubalang dan prajurit untuk ikut bersamanya mencari buah kasturi ke Pulau Kalimantan.
Setibanya di Pulau Kalimantan, Andung berangkat ke daerah Loksado untuk mencari sebatang pohon kasturi yang dikabarkan sedang berbuah di sana. Alangkah terkejutnya Andung, karena pohon kasturi itu berada tepat di depan rumahnya dulu. Andung segera mengajak hulubalang dan para prajuritnya kembali. Rupanya ia tidak mau bertemu dengan umanya.
Mendengar keributan di luar rumahnya, seorang nenek tua renta berjalan terseok-seok menuju ke arah rombongan tersebut. “Andung..., Andung Anakku...!” suara nenek tua yang serak memanggil Andung. Dengan terbungkuk-bungkuk nenek itu mengejar rombongan Andung.
Andung menoleh. Ia tersentak kaget melihat sang Uma yang dulu ditinggalkannya sudah tua renta. Karena malu mengakui sebagai umanya, Andung membentak, “Hai nenek tua! Aku adalah raja keturunan bangsawan. Aku tidak kenal dengan nenek renta dan dekil sepertimu! ujar Andung kemudian memalingkan muka dan pergi.
Hancur luluh hati sang Uma dibentak dan dicaci maki oleh putra kandungnya sendiri. Nenek tua yang malang itu pun berdoa, “Ya, Tuhan Yang Mahakuasa, tunjukkanlah kekuasaan dan keadilan-Mu,” tua renta itu berucap pelan dengan bibir bergetar. Belum kering air liur tua renta itu berdoa, halilintar sambar-menyambar membelah bumi. Kilat sambung-menyambung. Langit mendadak gelap gulita. Badai bertiup menghempas keras. Tak lama kemudian, hujan lebat tumpah dari langit. Andung berteriak dengan keras, “Maafkan aku, Uma...!” Tapi siksa Tuhan tak dapat dicabut lagi. Tiba-tiba Andung berubah menjadi batu berbentuk bangkai manusia.
Sejak itu, penduduk di sekitarnnya menamai gunung tempat peristiwa itu terjadi dengan sebutan Gunung Batu Bangkai, karena batu yang mirip bangkai manusia itu berada di atas gunung. Gunung Batu Bangkai ini dapat dijumpai di Kecamatan Loksado, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.
Sejak itu, penduduk di sekitarnnya menamai gunung tempat peristiwa itu terjadi dengan sebutan Gunung Batu Bangkai, karena batu yang mirip bangkai manusia itu berada di atas gunung. Gunung Batu Bangkai ini dapat dijumpai di Kecamatan Loksado, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.
3.h. Wisata Ziarah
· Makam Datu Sanggul
Kalimantan Selatan merupakan daerah yang memiliki tradisi keislaman yang kuat. Di sini terdapat "Serambi Mekkah", yakni kota Martapura di kabupaten Banjar. Martapura merupakan kota santri yang telah mencetak ribuan santri, dan ratusan ulama mumpuni.
Kuatnya akar Islam di tanah Banjar tidak lepas dari peran perjuangan para ulama dan waliyullah di masa kerajaan Banjar dahulu. Siapa tak mengenal Syekh Muhammad Arsyad al Banjary dengan kitab Sabilal Muhtadinnya. Kitab ini diterbitkan dan dipelajari tidak hanya di Indonesia tapi sampai ke manca negara seperti Malaysia dan Brunnei Darussalam.
Para wali di tanah Banjar di masa lalu sering diberi gelar Datu (gelar kehormatan di Malaysia, Datuk). Misalnya Datu Sanggul, Datu Suban, Datu Kelampayan. Sedangkan di masa sekarang ada ulama besar dan kharismatik di Kalsel, yakni Tuan Guru Sekumpul yang kini bermakam di Sekumpul Martapura.
Warga Kalsel yang ingin ziarah biasanya mengunjungi makam Guru Sekumpul, Datu Kelampayan, dan Datu Sanggul. Tiga tempat ziarah ini menjadi sering menjadi paket "wajib" bagi orang yang ingin ziarah di tanah Banjar.
Datu Sanggul merupakan gelar kehormatan kepada seorang wali Allah di tanah Banjar. Nama asli beliau adalah Abdus Shamad yang berasal dari Palembang dan hidup pada abad 18 Masehi. Semasa muda, Abdus Shamad gemar melanglang buana menuntut ilmu Agama Islam. Setelah merantau ke berbagai negeri di seberang lautan, akhirnya sampailah beliau ke Muning, di kabupaten Tapih, Kalsel. Di sana beliau menuntut ilmu kepada seorang wali yang bernama Datu Suban.
Penyebab Abdus Shamad muda pergi ke Kalimantan untuk menuntut ilmu karena ada firasat melalui mimpi. Suatu ketika beliau bermimpi bertemu dengan seorang tua. Sambil berjabat tangan, orang tua tersebut berkata: "Jika Ananda ingin menuntut ilmu yang sejati hendaklah ananda berguru pada Datu Suban di pulau Kalimantan di Kampung Muning Pantai Jati Munggutayuh Tiwadak Gampa daerah Tatakan".
Ketaatan dan kepatuhan Abdus Shamad membuatnya menjadi murid kesayangan Datu Suban. Berbagai ilmu agama dipelajarinya hingga akhirnya Abdus Shamad menjadi seorang wali di tanah Banjar yang memiliki Kharamah luar biasa dan diberi gelar Datu Sanggul. Walaupun beliau telah wafat lebih dari 3 abad yang lampau tapi makam beliau tetap terjaga. Setiap hari banyak peziarah yang datang. Selain ziarah ke makam, di tempat itu disediakan bagian khusus buat orang yang ingin mengadakan selamatan. Disediakan air khusus untuk diminum yang telah didoakan oleh ulama setempat.
Kuatnya akar Islam di tanah Banjar tidak lepas dari peran perjuangan para ulama dan waliyullah di masa kerajaan Banjar dahulu. Siapa tak mengenal Syekh Muhammad Arsyad al Banjary dengan kitab Sabilal Muhtadinnya. Kitab ini diterbitkan dan dipelajari tidak hanya di Indonesia tapi sampai ke manca negara seperti Malaysia dan Brunnei Darussalam.
Para wali di tanah Banjar di masa lalu sering diberi gelar Datu (gelar kehormatan di Malaysia, Datuk). Misalnya Datu Sanggul, Datu Suban, Datu Kelampayan. Sedangkan di masa sekarang ada ulama besar dan kharismatik di Kalsel, yakni Tuan Guru Sekumpul yang kini bermakam di Sekumpul Martapura.
Warga Kalsel yang ingin ziarah biasanya mengunjungi makam Guru Sekumpul, Datu Kelampayan, dan Datu Sanggul. Tiga tempat ziarah ini menjadi sering menjadi paket "wajib" bagi orang yang ingin ziarah di tanah Banjar.
Datu Sanggul merupakan gelar kehormatan kepada seorang wali Allah di tanah Banjar. Nama asli beliau adalah Abdus Shamad yang berasal dari Palembang dan hidup pada abad 18 Masehi. Semasa muda, Abdus Shamad gemar melanglang buana menuntut ilmu Agama Islam. Setelah merantau ke berbagai negeri di seberang lautan, akhirnya sampailah beliau ke Muning, di kabupaten Tapih, Kalsel. Di sana beliau menuntut ilmu kepada seorang wali yang bernama Datu Suban.
Penyebab Abdus Shamad muda pergi ke Kalimantan untuk menuntut ilmu karena ada firasat melalui mimpi. Suatu ketika beliau bermimpi bertemu dengan seorang tua. Sambil berjabat tangan, orang tua tersebut berkata: "Jika Ananda ingin menuntut ilmu yang sejati hendaklah ananda berguru pada Datu Suban di pulau Kalimantan di Kampung Muning Pantai Jati Munggutayuh Tiwadak Gampa daerah Tatakan".
Ketaatan dan kepatuhan Abdus Shamad membuatnya menjadi murid kesayangan Datu Suban. Berbagai ilmu agama dipelajarinya hingga akhirnya Abdus Shamad menjadi seorang wali di tanah Banjar yang memiliki Kharamah luar biasa dan diberi gelar Datu Sanggul. Walaupun beliau telah wafat lebih dari 3 abad yang lampau tapi makam beliau tetap terjaga. Setiap hari banyak peziarah yang datang. Selain ziarah ke makam, di tempat itu disediakan bagian khusus buat orang yang ingin mengadakan selamatan. Disediakan air khusus untuk diminum yang telah didoakan oleh ulama setempat.
AKSES TRANSPORTASI
Pasar Terapung, Banjarmasin- Pesona pasar tradisional yang masih eksis di Kalimantan selatan.
Propinsi Kalimantan Selatan terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan. Propinsi dengan Ibukotanya Kota Banjarmasin ini, banyak dilalui sungai besar dan sungai kecil. Kegiatan masyarakatnya juga masih banyak dilakukan di sungai termasuk kegiatan perdagangan. Maka tak berlebihan jika ia menyandang gelar ‘kota seribu sungai’. Topografi wilayah yang seperti itu menjadikan penduduk kota Banjarmasin juga masih banyak yang tinggal di atas air.
Atas nikmat dan pertolongan Allah Ta’ala, MTA telah tumbuh di wilayah tersebut, tepatnya di kota Banjarbaru. Dalam kontelasi hubungan antar-wilayah, posisi geografis Kota Banjarbaru sangat strategis karena memiliki akses jalan yang menghubungkan Banjarmasin-Kotabaru dan Banjarmasin-Hulu sungai hingga ke Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Kota ini juga sangat dekat dengan akses udara, karena adanya Bandar Udara Syamsuddin Noor sebagai jalur transportasi udara di Kalimantan Selatan.
C. SITUS –SITUS SEJARAH YANG POTENSIAL
Di kalimantan Selatan banyak sekali Situs-situs sejarah di bidang islami karena banyak wisata-wisata bersejarah di kalimantan selatan yang berhubungan dengan mesjid-mesjid tua yang menjadi suatu obyek realigi maupun ziarah yang sangatb potensial apabila di gali lagi.
Beberapa kendala yang dihadapi, masih kurangnya perhatian masyarakat terutama pelaku pariwisata dalam menggali lebih dalam tentang wisata sejarah yang ada di Kalimantan Selatan. Padahal situs-situs sejarahnya mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi seiring perkembangannya sampai zaman saat ini. Yang seharusnya dapat kita jadikan alat dalam memperkenalkan wisata kita di indonesia ke dunia internasional. Maupun kepada anak dan cucu kita kelak. Yang kedua, kurangnya perhatian pemerintah tentang pentingnya wisata sejarah, padahal wisata sejarah merupakan warisan dari nenek moyang kita yang sudah sepatutnya kita jaga dan kita lestarikan.
C.2 Situs Budaya/Khasanah Budaya
Kebudayaan di daerah Kalimantan Selantan cukup lah banyak, dari mulai tari, pakaian adat, sampai rumah adat. Menunjukan bahwa budaya di wilayah yang satu ini masih kental tidak bisa dihilangkan tapi lambat laun akan terhempas.
Jadi, Pemerintah harus berkerja ekstra untuk membuat Budaya Kalimantan selatan tetap terjaga tetap ada dan tidak hilang dari masyarakat. Dan peran pemerintah dalam mempromosikan budaya kalimantan selatan harus lebih giat, dengan mempromosikannya kepada dunia dan menjadikan SDM di Kalimantan selatan lebih siap dalam menjaga budaya dan mengembangkan potensi budaya bangsa.
Kesimpulan
Banyak sekali obyek-obyek wisata, kekayaan alam, history di kalimantan selatan yang belum terlihat oleh semua pihak. padahal di kalimantan selatan dengan keadaan kotanya yang unik seperti tradisi pasar apung, memiliki identitas sosial masyarakat yang memiliki nilai tinggi yang tidak bisa kita temui di kebiasaan masyarakat lainnya. Hutannya yang masih lebat juga salah satu kelebihan kalimantan selatan di banding dengan provinsi-provinsi lainnya. Tidak hanya itu keadaan alam dan budayanya saja, history serta bangunan-bangunan bersejarah seperti mesjid-mesjid peninggalan nenek moyang juga dapa kita jadikan obyek wisata yang bernilai tinggi di kedepannya. Oleh karena itu, kita sebagai insan pariwisata alangkah baiknya menggali potensi-potensi alam yang kita punya yang belum terjamah denagn baik. Karena suatu saat nanti itu akan menjadi senjata kita dalam memajukan pariwisata Indonesia.
Kalimantan ini punya banyak sekali tradisi dan keunikan disana.. pasar apung di kalimantan ini sudah menjadi daya tarik disana....
BalasHapushttp://www.marketingkita.com/2017/08/pengertian-distributor-umum-dalam-ilmu-marketing.html