Senin, 10 Januari 2011

POTENSI WISATA BUDAYA NANGROE ACEH DARUSSALAM

Sebuah Analisis Penjelajahan Awal

1. PENDAHULUAN
Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah sebuah provinsi di Indonesia dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil dan Simeulue.
Aceh mempunyai kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam. Sumber alam itu terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga terkenal dengan sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara.
Dalam tugas Uas kali ini, saya mencoba menjelaskan Aceh secara lengkap menurut kategori pembahasannya.



2. SITUS-SITUS SEJARAH
2.a Situs Eksitu
• Museum tsunami Aceh
Museum Tsunami Aceh adalah sebuah Museum untuk mengenang kembali pristiwa tsunami yang maha daysat yang menimpa Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26 Desember 2008 yang menelan korban lebih kurang 240,000 0rang.
Gedung Museum Tsunami Aceh dibangun atas prakarsa beberapa lembaga yang sekaligus merangkap panitia. Di antaranya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias sebagai penyandang anggaran bangunan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) sebagai penyandang anggaran perencanaan, studi isi dan penyediaan koleksi museum dan pedoman pengelolaan museum), Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)sebagai penyedia lahan dan pengelola museum, Pemerintah Kotamadya Banda Aceh sebagai penyedia sarana dan prasarana lingkungan museum dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)cabang NAD yang membantu penyelenggaraan sayembara prarencana museum

Menurut Eddy Purwanto sebagaiPenggagas Museum Tsunami Aceh dari BRR Aceh, Museum ini dibangun dengan 3 alasan:
1. untuk mengenang korban bencana Tsunami
2. Sebagai pusat pendidikan bagi generasi muda tentang keselamatan
3. Sebagai pusat evakuasi jika bencana tsunami datang lagi.”

Perencanaan detail Museum ,situs dan monumen tsunami akan mulai pada bulan Agustus 2006 dan pembangunan akan dibangun diatas lahan lebih kurang 10,000 persegi yang terletak di Ibukota provinsi Nanggroes Aceh Darussalam yaitu Kotamadaya Banda Aceh dengan anggaran dana sekitar Rp 140 milyar dengan rincian Rp 70 milyar dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) untuk bangunan dan setengahnya lagi dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk isinya juga berisi berbagai benda peninggalan sisa tsunami.
• Museum Aceh
Museum Aceh terletak di jalan Sultan Alaidin Mahmud Syah, itu adalah tempat terbaik untuk tahu banyak tentang sejarah Aceh budaya. Di dalam museum pameran antik hal-hal sebagai keramik, senjata, dan peralatan banyak budaya seperti pakaian adat, perhiasan, khaligraphy (ornamen Islam), memperlengkapi dapur, dll koleksi paling menarik adalah sebuah lonceng besar bernama "Lonceng Cakra Donya", hadiah dari Cina Grand-Duke (Ming Kaisar, pada abad ke-15) untuk Sultan Aceh yang disampaikan oleh seorang Muslim Cina, Laksamana Cheng Ho pada 1414, kita bisa membaca sebuah prasasti di bel: "Sing Fang Niat Toeng Juut Kat". Dalam kompleks ini ada juga 'Rumoh Aceh' Rumah yang dibangun oleh Gubernur Belanda Van Swart pada tahun 1941 dalam arsitektur rumah khas Aceh. Di Museum barat atau utara Aceh House of Custom ada halaman kompleks makam Sultan Aceh.

• Cut Nya Dien House
Cut Nya Dien adalah perempuan revolusioner seorang Indonesia dari Aceh - Rumah merupakan replika dari pahlawan Cut Nyak Dhien House, dari Perang Aceh. Pasukan kolonial membakar rumah tetapi replika dibangun kemudian. Ini rumah di Lam Pisang, sekitar 6 kilometer dari Banda Aceh, sekarang adalah museum. Rumah ini terletak di Desa Lampisang, Kecamatan Lhok Nga, kabupaten Aceh Besar. Walaupun Lhok Nga adalah daerah yang paling parah oleh tsunami, Tjut Nyak Dhien House selamat. Anak perempuan dari kepala suku, Tjut Nyak Dhien ikut berperang melawan penjajah Belanda pada tahun 1875. Suami pertamanya jatuh dalam pertempuran, dan dia menikah lagi. Ketika suaminya yang kedua juga meninggal pertempuran, ia melanjutkan perjuangan dengan anak-anaknya. Setelah enam tahun di hutan, ia ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Jawa Barat di mana ia meninggal dunia pada tahun 1906. Tjut Nyak Dhien diakui sebagai salah satu pahlawan Nasional Indonesia.

2.b Situs Insitu

• Masjid Raya Baiturrahman

Tak lain, bangunan itu adalah Masjid Baiturrahman Banda Aceh. Merunut catatan sejarah, terdapat perbedaan, kapan masjid ini didirikan. Ada yang menyebut dibangun sekitar 1292 oleh Sultan Alauddin Johan Mahmud Syah. Ada pula yang menyatakan didirikan pada masa kejayaan pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Pendapat lain adalah kompromi dari keduanya. Masjid dibangun oleh Johan Mahmud Syah, lalu dipugar oleh Sultan Iskandar Muda.
Sejak awal dibangun, selain untuk beribadah, masjid itu dijadikan pusat pengkajian dan pengembangan Islam. Semasa kepemimpinan Iskandar Muda, syiar Islam berkembang dengan pesat. Tak hanya di Aceh, tapi meluas ke berbagai daerah di sekitarnya. Seiring dengan itu, keberadaan Masjid Baiturrahman kian moncer. Sebab, perlahan tapi pasti, masjid itu berkembang menjadi pusat kajian Islam yang disegani. Bahkan, ia menjelma menjadi perguruan tinggi terbesar di Asia Tenggara.
Di sana, terdapat sekitar 15 jurusan pendidikan, baik agama maupun umum. Di bidang agama meliputi tafsir, perbandingan madzhab, hukum, bahasa dan sebagainya. Di bidang umum, mencakup kedokteran, kimia, matematika, pertambangan dan pertanian. Ada juga ilmu politik, pemerintahan, sejarah dan filsafat. Pada masa itu, diajarkannya berbagai bidang yang begitu luas, bahkan terkesan modern, tidaklah banyak. Tak aneh kalau banyak warga dan pecinta ilmu di luar Aceh berbondong-bondong belajar ke sana.
Tak hanya itu. Dalam sejarahnya kemudian, masjid itu juga berfungsi sebagai benteng pertahanan pasukan Aceh. Itu bermula dari musyawarah penting pada 22 Maret 1873 yang diprakarsai oleh Sultan Alauddin Mahmud Syah. Inti musyawarah itu adalah menggalang kebulatan tekad dan menyampaikan pernyatan tegas bahwa Aceh menolak kehadiran bangsa Belanda di bumi Serambi Mekkah. Akibatnya, kaum kolonial Belanda naik pitam.
Seminggu setelah pernyataan sikap tersebut, penguasa Belanda di Batavia mengumumkan perang terhadap Aceh. Aceh pun diserang. Tak kalah, masyarakat Aceh merancang berbagai strategi dan taktik perang di Masjid Baiturrahman. Sebab itulah, pasukan Belanda di bawah pimpinan Mayor Jenderal Kohler segera mengepung Masjid Raya Baiturrahman. Sebab, dari masjid itulah perlawanan digerakkan. Bahkan, Belanda sempat membakar masjid tersebut hingga dua kali.

Pembakaran pertama terjadi pada 10 April 1873, setelah penyerangan besar-besaran yang dilakukan Belanda terhadap para pejuang Aceh. Tetapi para pejuang Aceh bahu-membahu memadamkan api yang berkobar, sehingga masjid berhasil diselamatkan. Pembakaran dilakukan karena Belanda tak mampu menaklukkan Aceh. Dalam pertempuran itu, pihak Belanda mengalami kerugian yang amat besar. Mayor Jenderal Kohier tewas berikut perwira lainnya. Tercatat 397 orang prajurit dan 405 orang luka-luka.
Tewasnya sang Jenderal menyebabkan serdadu Belanda ditarik kembali ke Batavia. Setahun kemudian, tepatnya pada 6 Januari 1874, Belanda kembali menyerang Aceh dan berhasil merebut Masjid Baiturrahman. Pasukan Belanda yang tengah kalap, segera membakar Masjid Baiturrahman. Masyarakat Aceh amat berkabung dan benar-benar kecewa atas perangai dan kelakuan bangsa penjajah itu. Belanda pun menyadari kekeliruannya.
Untuk menarik hati rakyat Aceh, pada tanggal 9 Oktober 1879, pemerintah Belanda membangun kembali Masjid Baiturrahman. Masjid yang dibakar itu direhabilitasi oleh Gubernur Militer Aceh, Jenderal K. Van Der Heijden. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Teungku Kadhi Malikul Adil. Rehabilitasi dengan menambah satu kubah, selesai dikerjakan pada 1881.
Pada 1935, karena kebutuhan yang mendesak, masjid diperluas. Setahun kemudian, oleh Residen Y. Jongejans, kubah masjid itu ditambah dua lagi, di bagian kanan dan kiri, sehingga menjadi tiga kubah. Biaya perluasan itu mencapai 35.000 gulden. Arsiteknya adalah Ir. Mohammad Thaher (seorang putra Aceh) dan dikerjakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum (BOW).
Pemugaran kembali dilakukan pada 1967 oleh Pemerintah daerah NAD. Dua kubah baru dibuat di bagian belakang. Dibangun juga dua menara dengan jumlah tiangnya yang mencapai 280 buah. Tahun 1992-1995 masjid kembali dipugar dan diperluas sehingga memiliki tujuh buah kubah dan lima menara. Setelah dipugar, masjid itu mampu menampung 10.000-13000 jema’ah.
Tepat di depan masjid, terdapat Menara Tugu Modal. Menara itu merupakan monumen pengingat bahwa Aceh pernah dinyatakan sebagai Daerah Modal di dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Menara itu berlantai enam, dapat dicapai melalui lift maupun tangga biasa. Dari sini, dapat dilihat pemandangan kota Banda Aceh dan sekitarnya, yang dikelilingi oleh Pegunungan Bukit Barisan, dengan salah satu puncaknya, Gunung Seulawah Agam. Selain itu, tampak juga Selat Malaka.

Ketika badai tsunami menghantam Aceh pada Desember 2004, masjid itu kembali menampakkan “kelebihan”-nya. Di saat bangunan-bangunan lain porak-peranda, ia masih kuat berdiri. Bayangkan saja, hanya berjarak 160 kilometer dari pusat gempa berkekuatan 9 skala Richter, masjid itu masih tegak kokoh. Padahal, menurut para ahli geografi, mestinya bangunan itu hancur. Hanya bagian taman di halaman masjid dan sebagian tempat wudlu yang mengalami kerusakan. Juga menara Tugu Modal. Sebab itulah, ribuan orang segera mengungsi ke masjid untuk menyelamatkan diri.
Pasca tsunami, masjid itu kembali difungsikan sebagai tempat ibadah dan kajian Islam. Tepatnya, pada 7 januari 2005, setelah dibersihkan, solat Jum’at diselenggarakan di masjid tersebut. Meski tak sekokoh dulu, masjid tersebut tetap menjadi daya magnetik dan kiblat pengkajian Islam bagi warga Aceh.
Memang, 15 jurusan pendidikan yang dulu berpusat di masjid itu sudah tak ada lagi. Sebab, fungsi itu sudah diambilalih oleh berbagai universitas yang berdiri di Aceh. Namun, masjid itu tetap melakukan fungsi pendidikan. Di situ terdapat Taman Pendidikan Al-Quran dan Madrasah Darussyariah. Ada 12 ruang belajar dan perpustakaan sebagai penunjang pelaksanaan pendidikan.
Merenungkan sejarah masjid tersebut, tak salah kalau masjid Baiturrahman bisa disebut sebagai jangkar penyangga Aceh. Tanpa masjid itu, susah diperkirakan, apa yang terjadi dengan bumi Serambi Mekkah.



• Pantai Lampuuk
Pantai Lampuuk terletak di pantai barat Aceh. Dari Banda Aceh kurang lebih 17 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dalam waktu kurang dari 30 menit. Namun sayangnya pantai yang cukup terkenal dan menjadi tempat wisata favorit penduduk Aceh tersebut musnah tersapu Tsunami.
Pantai ini cukup indah dan dapat digunakan sebagai tempat berenang, berjemur di pasir putih, memancing, berlayar, menyelam dan kegiatan rekreasi lainnya.
Disore hari pantai ini terasa lebih indah, dimana kita dapat menyaksikan matahari terbenam yang penuh pesona
Disekitar pantai Lampuuk juga berdiri megah sebuah pabrik semen Andalas, namun saat itu pabrik tersebut hanya tinggal kenangan setelah mengalami kerusakan parah akibat gempa dan Tsunami 26 Desember 2004 yang lalu.


Dikawasan Pantai Lampuuk, anda dapat bermain golf dengan latar belakang panorama laut di Padang Golf Seulawah. Sayangnya semua keindahannya kini tinggal kenangan dan tinggal menungguk pemerintah memperbaiki wisata yang cukup digemari turis asing tersebut.

• Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh
Taman Wisata Alam (TWA) Laut Pulau Weh ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 928/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 seluas 2.600 Ha.
Secara geografis TWA Laut Pulau Weh terletak pada 0552’ Lintang Utara dan 9552’ Bujur Timur. Sedangkan secara administrasi pemerintahan termasuk Kecamatan Sukakarya, Kotamadya Sabang, Propinsi D.I. Aceh dan dari segi pengelolaan hutannya termasuk Resort Konservasi Sumber Daya Alam Iboih dan masuk pada Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Propinsi NAD.
Di TWA Laut Pulau Weh, Sabang terdapat terumbu karang, baik karang yang keras maupun karang yang lunak dengan berbagai jenis, bentuk dan warna, yang kesemuanya membentuk gugusan karang yang menarik untuk dinikmati, antara lain karang dengan nama daerahnya karang lupas, karang rusa, karang kerupuk.
Selain terumbu karang, TWA Laut Pulau Weh, Sabang dapat ditemui jenis-jenis ikan karang seperti Angel fish, Tropet fish, Dunsel fish, Sergeon fish, Grope fish, Parrot fish dan lain-lain. Ikan-ikan ini berada di sekitar TWA Laut Pulau Weh dan sebagian merupakan endemik di daerah ini. Selain itu juga banyak ditemukan jenis-jenis ikan ekonomis seperti Tuna, Kakap, Kerapu, Bayan, Pisang-pisangan dan lain-lain.
Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan di TWA Laut Pulau Weh adalah kegiatan wisata tirta seperti berselancar, naik sampan, berenang, memancing, serta menyelam untuk menikmati alam bawah air dengan keanekaragaman terumbu karang serta ikan-ikan karangnya yang indah.
Beberapa fasilitas yang dapat mendukung kegiatan wisata antara lain : pondok-pondok penginapan di sekitar Iboih yang dibangun oleh masyarakat, shelter, MCK, masjid, kios cendera mata dan hotel yang terdapat di Gapang. Selain itu terdapat berbagai fasilitas yang berada di Pulau Rubiah yang dibangun oleh Dinas Pariwisata Dati I D.I. Aceh antara lain : pusat kegiatan menyelam yang dilengkapi dengan fasilitasnya (perahu motor, peralatan selam), mushola, shelter, MCK, rumah jaga, menara pengintai, jalan setapak, taman dan instalasi listrik.

• Krueng Raya
Krueng Raya berjarak 35 Km dari Banda Aceh merupakan sebuah nama wilayah. Di daerah tersebut terdapat pelabuhan yang bernama "Pelabuhan Malahayati" yang sering dipergunakan masyarakat Banda Aceh untuk menyebrang ke pulau Weh (Sabang). Pelabuhan tersebut akhirnya dinon aktifkan setelah pelabuhan Ulee Lhe yang lebih megah dibangun (namun sama saja hancur karena Tsunami). Krueng Raya yang termasuk daerah dengan kerusakan terparah akibat Tsunami dapat ditempuh dalam waktu 30 menit dari Banda Aceh.
Di daerah ini juga sangat terkenal dengan pantainya yang bernama Ujong Batee, disana selain pantainya yang indah juga terdapat sebuah restoran yang cukup megah yang menyajikan makanan khas Aceh yang terkenal yaitu Kepiting Besar, Udang Windu, Tiram, Telur Penyu, dan berbagai hasil laut dan pertanian lainnya. Pantai Ujong Batee sendiri terletak sekitar 17 km arah timur Banda Aceh. Pantainya yang ditumbuhi pohon cemara yang lebat merupakan pelindung para pengunjung bila hari panas sehingga cukup nyaman untuk bersantai. Ujong Batee dalam bahasa Aceh berarti Ujung Batu, mungkin nama ini diberikan karena dari pantai inilah kita dapat langsung melihat pulau seberang Sabang
Selain Ujong Batee, di Krueng Raya juga terdapat daerah wisata bernama Lamreh, daerah ini merupakan daerah bukit yang dulunya tandus, namun kini telah ditanami berbagai pohon. Dari sini kita dapat menyaksikan panorama laut yang indah seperti terlihat pada gambar dihalaman ini.

• Danau Laut Tawar
Danau Laut Tawar adalah sebuah danau dan kawasan wisata yang terletak di Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, Nanggröe Aceh Darussalam. Suku Gayo menyebutnya dengan Danau Lut Tawar. Luasnya kira-kira 5.472 hektar dengan panjang 17 km dan lebar 3,219 km. Volume airnya kira-kira 2.537.483.884 m³ (2,5 triliun liter).
Ada 25 aliran krueng yang bermuara ke Danau Laut Tawar dengan total debit air kira-kira 10.043 liter per detik.
Rerata kedalaman danau:
35 meter dari pinggir danau: 8,9 meter.
100 meter dari pinggir danau: 19,27 meter.
620 meter dari pinggir danau: 51,13 meter.
Rerata suhu air danau diukur berdasarkan kedalaman:
1 meter: 21,55 °C
5 meter: 21,37 °C
10 meter: 21,15 °C
20 meter: 20,70 °C
50 meter: 19,35 °C
Kecerahan tertinggi 2,92 meter (di tengah danau), sedangkan yang terendah 1,29 meter (Kp. Kuala II). Semakin tinggi kecerahan, maka semakin jernih air.

• Masjid Agung Meulaboh
Masjid Agung Meulaboh Arsitektur bangunan Masjid Agung Meulaboh sangat indah dengan kubahnya yang berwarna dominan terang menjadikan masjid ini sangat indah dipandang mata.
Masjid Agung ini merupakan masjid kebanggaan dari Kabupaten Aceh Barat, tepatnya Jl.Imam Bonjol, Kota Meulaboh.
Karena letaknya dipusat kota Meulaboh, dengan mudah dapat dijangkau dengan kendaraan umum ataupun kendaraan roda dua.
Banyak wisatawan lokal maupun asing yang berkunjung ke mesjid indah ini datang untuk beribadah maupun hanya untuk menikmati keindahan arsitektur mesjid ini



• Makam Pahlawan Teuku Umar
Teuku Umar adalah salah satu pahlawan yang gigih berjuang untuk kemerdekaan Bangsa Indonesia, Makam Pahlawan Teuku Umar terletak di Desa Meugo Rayeuk, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Jarak tempuh sekitar 35 km dari Kota Meulaboh, untuk menuju Makam Pahlawan Teuku Umar anda bisa menggunakan mobil, sepeda motor, ataupun angkutan umum. Selain objek wisata Makam Pahlawan Teuku Umar Desa Meugo Rayeuk merupakan kawasan hutan lindung. Makam Teuku Umar ini ramai dikunjungi oleh wisata domestik dan wisatawan asing sebagai tempat bersejarah. Di dalam lokasi makam Teuku Umar ini terdapat pohon besar yang mengeluarkan air tiada hentinya. Air itu bisa diminum oleh siapapun. Daerahnya sangat aman, nyaman dan sejuk dengan udara yang segar dan masih sangat alami.

• Genang-Gedong
Merupakan salah satu tempat wisata alam yang berada di Gampong Putim Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Bentuk dari Genang-Gedong ini adalah danau yang dikelilingi oleh pepohonan. Jarak tempuh ke lokasi Genang-Gedong ini ± 20 Km dari arah kota Meulaboh menuju Banda Aceh Via Geumpang. Luas genangan air ini meliputi 3 desa atau ± 7ha. Rimbunnya pepohonan akan membuat siapa saja yang datang merasa segar santai dengan tiupan lembut angin Genang-Gedong. Bila anda ingin santai di tempat yang asri, datanglah ke Genang-Gedong, atau bila anda hobi mancing, Genang-Gedong adalah tempat mancing sambil santai bareng keluarga tercinta dengan menikmati softdrink dan lantunan musik Jazz or R&B. Disekitar lokasi Genang-Gedong telah berdiri beberapa buah café yang dikelola oleh masyarakat Gampong Putim. Di sekitar lokasi ini juga terdapat arena balap MotorCross GrassTrack. Betapapun indahnya Genang-Gedong ini belum banyak orang yang tahu, belum banyak orang yang mau datang ke sana

• Pantai Lanaga
Berada di Kabupaten Aceh Barat, dan berlokasi di desa Peunaga, Provinsi Aceh. Jarak tempuh sekitar 5 km dari kota Meulaboh (ibukota kabupaten Aceh Barat). Di kawasan wisata Pantai Lanaga tersedia sarana olah raga air seperti Jet sky dan juga di pantai ini sering diadakan acara perlombaan perahu dengan desain yang unik dan menarik.

• Pantai Lhok Bubon
Pantai Lhok Bubon berada di Kabupaten Aceh Barat yang berlokasi di desa Bubon,Provinsi Aceh. Jarak tempuh ke Pantai Lhok Bubon sekitar 8 km dari kota Meulaboh. Pantai Lhok Bubon ini terkenal sebagai daerah penghasil makanan laut, dan selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat sekitarnya yang datang untuk menikmati segarnya makanan laut sekaligus menikmati alam pantainya. Selain merupakan tempat tujuan pariwisata, tempat ini menjadi lahan penambahan ekonomi bagi masyarakat sekitarnya


• Pantai Batee Puteh
Yang indah ini terletak di kabupaten Aceh Barat. Lokasi Pantai Batee Puteh kira-kira 3 km dari kota Meulaboh. Pantai Batee Puteh ini sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat pada saat liburan untuk berenang atau hanya sekedar menikmati keindahan pemandangannya. Merupakan tempat liburan yang cocok bagi keluarga, selain itu pantainya yang putih dan bersih menambah daya tarik kawasan wisata ini.
• Cagar Alam Jantho
Flora :
Pinus, Mampre, Jambu air, Gleum, Bremen, Sampang, Ara, Damar, Medang, Kayu hitam, Beringin, Meranti, Kandis, Rambutan hutan, Tampu, Ketapang, Medang ara, Lukup, Tampang, Lawang, Semiran, Anang, Jenarai, Kerakau, Rengen, Merbau.

Fauna :
Siamang, Owa, Macan dahan, Kucing Hutan, Rusa, Kijang, Kancil, Napu, Gajah, Kambing Hutan, Beruang, Trenggiling, Kukang, Kuao.

Perjalananan:
Dari Banda Aceh (Ibukota Propinsi - Janthoi (Kabupaten) berjarak 50 Km dari Janthoi ke Kawasan Cagar Alam 9 Km dengan kendaraan darat. Waktu kunjungan terbaik pada bulan Januari s/d Juni (Musim Kemarau) untuk menikmati pemandangan/panorama yang indah.
• Cagar Alam Serbajadi
Flora
Semantok, Medang Kuning, Meranti Bunga), Merbau, Meranti Sabut, Keruing Minyak, Damar Laut, Kompas, Tualang, Durian Hutan, Bintangur, Bayur, Jelutung, Kedondong Hutan, Kapur, Rotan Manau, Rotan Sega, Kantung Kera, Cengal, Meranti Putuh, Meranti Merah, Puspa, Kenari, Jelatang, Keladi Hutan, Bunga Bangkai.

Fauna
Kijang, Siamang, Mawas, Owa, Kedi, Rusa, Kancil, Burung Kaou, Kambing hutan, Landak, Beruang Madu, Kucing Hutan, Kukang, Tringgiling, Rangkong.
Aksesibilitas
Dari Banda Aceh-Langsa 436 Km, Langsa-Kuala Simpang 34 Km, Kuala Simpang-Pulau Tiga 140 Km, Pulau Tiga-Peunaron ± 3 jam (menyusuri sungai). Waktu kunjungan terbaik pada bulan Mei s/d September (musim kemarau) untuk menikmati pemandangan/panorama alam indah.
• Suaka Margasatwa Rawa Singkil
Kawasan ini termasuk ke dalam pengelolaan ekosistem Leuser, dan sedang diupayakan disambungkan oleh koridor di desa Naca dan Ie Jereuneh.
Suaka Margasatwa Rawa Singkil merupakan ekosistem hutan rawa dan hutan Tropis dataran rendah. Vegetasi didominasi oleh famili Dipterocarpaceae antara lain meranti Kapur dan vegetasi rawa lainnya.

Jenis fauna antara lain Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Mawas, Ular Phyton, Biawak, Rangkong, Kuau, Gagak Hitam, Kuntul, Ayam Hutan.
Potensi lain dari kawasan ini adalah kandungan gambut yang cukup dalam ada yang mencapai 6 meter.
Cara pencapaian menuju lokasi dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu :
Melalui Medan Sumatera Utara - Sidikalang Singkil dan lokasi yang dapat ditempuh dengan jalan darat kurang lebih dalam waktu 6 jam Melalui Banda Aceh - Tapak Tuan - Kota Fajar dan lokasi yang ditempuh dengan menggunakan jalan darat kurang lebih 10 jam.
• Taman Buru Linge Isac
Kawasan ini terletak di Kecamatan Takengon dan Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah Nanggroe Aceh Darussalam. Secara geografis terletak antara 51°4 ’ - 4 06° ’ LU dan 25°69’ -97 51° ’ BT
Keadaan Lapangan
- Ketinggian : 450 - 2.830 m.dpl
- Topografi : Bergelombang, berbukit dan bergunung.
- Iklim : Tipe B
- Tanah : Podsolik merah kuning, reuzina, podsolik merah, laterik
F l o r a
Meranti Merah, Merawan, Bacan, Melur, Bayur, Durian Hutan, Jambu, Tusam .
F a u n a
Sambar, Babi Hutan, Kijang, Kancil, Harimau Sumatera, Gajah, Badak, Kambing Hutan, Owa, Orang Utan, Kera ekor panjang, Lutung, Siamang, Napu dan Macan dahan.
Tipe Ekosistem - Hutan Primer
- Hutan Hujan Tropika Basah
- Hutan Alam Pinus sp.
• Taman Hutan Raya Pocut Merah Intan
Kawasan ini terletak di Kecamatan Seulimum, Kabupaten II Aceh Besar dan Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie dengan luas kawasan 6.220 ha. Secara geografis terletak antara 05º25'15" LU dan 95º45'25" BT.
Flora
Vegetasi penyusunannya antara lain Pinus, Kayu Hitam, Meranti, Temulia, Kemeyan, Tampu, Merawan, Kayu Bunga, Ulin, Kenanga dan Ara.
Fauna
Jenis satwa terdiri dari Rusa Sambar, Gajah, Harimau Sumatera, Kijang, Kera Ekor panjang, Siamang dan Trenggiling.

2.c Kota Tua & d. Desa
Pemerintah Aceh sendiri sedang giat-giatnya “mendandani” kota Banda Aceh untuk dijadikan kota tua. Karena usianya yang telah memasuki tahun ke 804 tahun. Dan optimis bahwa masyarakat Aceh mampu bangkit dari keterpurukan dan menstabilkan lagi kegiatan ekonomi dan social. Pemerintah member semangat untuk warga Aceh agar tidak bergantung pada pihak manapun. Pihak pemerintah juga optimis bahwa program Visit Banda Aceh Year akan berjalan lancar.
Dan pemerintah juga sedang menyiapkan kampung-kampung tradisional di aceh untuk menjadi kampong / desa wisata. Kampung-kampung itu adalah Gampong Punge Blangcut, Kacamatan Jaya Baru yang memiliki lokasi terdamparnya kapal PLTD apung saat tsunami 26 Desember 2004 menghantam Provinsi Aceh. Sementara Ulee Lheue di Kecamatan Meuraxa terkenal dengan kawasan pantainya. Kampung Pande, Kecamatan Kutaraja, dikenal sebagai pemukiman pertama di Kota Banda Aceh.
Dan Lampulo, Kecamatan Kuta Alam memiliki objek wisata tsunami, di mana sebuah kapal kayu nelayan terdampar di atap sebuah rumah warga ketika tsunami melanda Aceh.
Khusus untuk Gampong Lambung, Kecamatan Meuraxa akan dijadikan gampong wisata tsunami. Nantinya wisatawan bisa melihat kehidupan masyarakat secara langsung setelah kawasan ini rata dengan tanah akibat diterjang tsunami enam tahun lalu.
2.e Peta

2.f Transportasi
Aceh memiliki beberapa system transportasi seperti Bandar udara Sultan Iskandar Muda, lalu pelabuhan Ulee Lheue, Becak Motor yang mudah ditemui di kota Banda Aceh, Taksi, dan Bus, ataupun yang ingin menyewa mobil, disini terdapat beberapa tempat yang menyediakan jasa rental mobil. Jadi untuk mencapai tempat-tempat wisata sejarah ini, anda akan terbantu.

3. Situ-Situs Budaya
3.a Tradisi Yang Masih Berlangsung
• Peusijuek
Upacara Tepung Tawar sebagaimana dikenal masyarakat Indonesia dan Malaysia diadopsi dari ritual agama Hindu yang sudah lebih dulu dianut masyarakatnya. Ketika para pedagang dari Gujarat dan Hadramaut membawa ajaran Islam ke kawasan ini sejak abad ke-7 Masehi, mereka berhadapan dengan kebiasaan animisme (kepercayaan pada kehidupan roh) dan dinamisme (kepercayaan pada kekuatan gaib benda-benda) –- yang direstui agama Hindu –- yang sangat kuat di setiap lapisan masyarakat. Salah satunya adalah upacara Tepung Tawar (disebut juga Tepuk Tepung Tawar). Upacara ini menyertai berbagai peristiwa penting dalam masyarakat, seperti kelahiran, perkawinan, pindah rumah, pembukaan lahan baru, jemput semangat bagi orang yang baru luput dari mara bahaya, dan sebagainya. Dalam perkawinan, misalnya, Tepung Tawar adalah simbol pemberian doa dan restu bagi kesejahteraan kedua pengantin, di samping sebagai penolakan terhadap bala dan gangguan.
Dalam upacara ini, penepung tawar menggunakan seikat dedaunan tertentu untuk memercikkan air terhadap orang yang ditepungtawari. Air tersebut terlebih dahulu diberikan wewangian seperti jeruk purut, dicelupkan emas ke dalamnya, dan sebagainya. Selanjutnya, mereka menaburkan beras dan padi yang sudah dicampuri garam dan kunyit ke atas orang yang ditepungtawari. Akhirnya, mereka menyuapkan santapan pulut (atau lainnya) ke mulutnya. Ada anggapan bahwa setiap jenis daun dan benda-benda yang digunakan mempunyai atau merepresentasi kekuatan gaib tertentu yang berfungsi menyelamatkan, menyejukkan, menjaga, dan sebagainya. Terdapat beberapa varian upacara ini untuk daerah yang berbeda (seperti Aceh, Melayu, Sambas dan lain-lain), tetapi sumber dan tujuannya sama.
• Meuseukee Eungkot
Sebuah tradisi masyarakat di Aceh Barat
3.b Arsitektur Tradisional

1.Asal-Usul
Kepercayaan individu atau masyarakat dan kondisi alam di mana individu atau masyarakat hidup mempunyai pengaruh signifikan terhadap bentuk arsitektur bangunan, rumah, yang dibuat. Hal ini dapat dilihat pada arsitektur Rumoh Aceh, Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Indonesia. Rumoh Aceh merupakan rumah panggung dengan tinggi tiang antara 2,50-3 meter, terdiri dari tiga atau lima ruang, dengan satu ruang utama yang dinamakan rambat. Rumoh dengan tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan Rumoh dengan lima ruang memiliki 24 tiang. Modifikasi dari tiga ke lima ruang atau sebaliknya bisa dilakukan dengan mudah, tinggal menambah atau menghilangkan bagian yang ada di sisi kiri atau kanan rumah. Bagian ini biasa disebut sramoe likot atau serambi belakang dan sramoe reunyeun atau serambi bertangga, yaitu tempat masuk ke Rumoh yang selalu berada di sebelah timur.
Pintu utama Rumoh Aceh tingginya selalu lebih rendah dari ketinggian orang dewasa. Biasanya ketinggian pintu ini hanya berukuran 120-150 cm sehingga setiap orang yang masuk ke Rumoh Aceh harus menunduk. Namun, begitu masuk, kita akan merasakan ruang yang sangat lapang karena di dalam rumah tak ada perabot berupa kursi atau meja. Semua orang duduk bersila di atas tikar ngom (dari bahan sejenis ilalang yang tumbuh di rawa) yang dilapisi tikar pandan.
Rumoh Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Oleh karena itu, melalui Rumoh Aceh kita dapat melihat budaya, pola hidup, dan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat Aceh. Adaptasi masyarakat Aceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk Rumoh Aceh yang berbentuk panggung, tiang penyangganya ang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya dari papan, dan atapnya dari rumbia. Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika mereka hendak menggabungkan bagian-bagian rumah, mereka tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari kayu, beratap daun rumbia, dan tidak menggunakan paku, Rumoh Aceh bisa bertahan hingga 200 tahun.
Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk memanjang dari timur ke barat, yaitu bagian depan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang sakral berada di barat. Arah Barat mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk membangun garis imajiner dengan Ka‘bah yang berada di Mekkah. Selain itu, pengaruh keyakinan dapat juga dilihat pada penggunaan tiang-tiang penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil.
Selain sebagai manifestasi dari keyakinan masyarakat dan adaptasi terhadap lingkungannya, keberadaan Rumoh Aceh juga untuk menunjukan status sosial penghuninya. Semakin banyak hiasan pada Rumoh Aceh, maka pastilah penghuninya semakin kaya. Bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan berlebih, maka cukup dengan hiasan yang relatif sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.
Seiring perkembangan zaman yang menuntut semua hal dikerjakan secara efektif dan efisien, dan semakin mahalnya biaya pembuatan dan perawatan Rumoh Aceh, maka lambat laun semakin sedikit orang Aceh yang membangun rumah tradisional ini. Akibatnya, jumlah Rumoh Aceh semakin hari semakin sedikit. Masyarakat lebih memilih untuk membangun rumah modern berbahan beton yang pembuatan dan pengadaan bahannya lebih mudah daripada Rumoh Aceh yang pembuatannya lebih rumit, pengadaan bahannya lebih sulit, dan biaya perawatannya lebih mahal. Namun, ada juga orang-orang yang karena kecintaannya terhadap arsitektur warisan nenek moyang mereka ini membuat Rumoh Aceh yang ditempelkan pada rumah beton mereka.
Keberadaan Rumoh Aceh merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai yang hidup dan dijalankan oleh masyarakat Aceh. Oleh karena itu, melestarikan Rumoh Aceh berarti juga melestarikan eksistensi masyarakat Aceh itu sendiri. Ide pelestarian Rumoh Aceh akan semakin menemukan momentum pasca tsunami yang menimpa Aceh pada taggal 26 Desember 2004. Pasca tragedi bencana alam tersebut, beragam orang dari berbagai bangsa datang tidak hanya membawa bantuan tetapi juga membawa tradisi yang belum tentu cocok dengan nilai-nilai yang berkembang di Aceh.
2. Bagian-Bagian Rumoh Aceh
a. Bagian bawah
Bagian bawah Rumoh Aceh atau yup moh merupakan ruang antara tanah dengan lantai rumah. Bagian ini berfungsi untuk tempat bermain anak-anak, kandang ayam, kambing, dan itik. Tempat ini juga sering digunakan kaum perempuan untuk berjualan dan membuat kain songket Aceh.
Tempat ini juga digunakan untuk menyimpan jeungki atau penumbuk padi dan krongs atau tempat menyimpan padi berbentuk bulat dengan diameter dan ketinggian sekitar dua meter.
b. Bagian tengah
Bagian tengah Rumoh Aceh merupakan tempat segala aktivitas masyarakat Aceh baik yang bersifat privat ataupun bersifat public. Pada bagian ini, secara umum terdapat tiga ruangan, yaitu: ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang.
* Ruang depan (seuramo reungeun). Ruangan ini disebut juga Seuramou-keu (serambi depan). Disebut ruang atau serambi depan karena di sini terdapat bungeun atau tangga untuk masuk ke rumah. Ruangan ini tidak berkamar-kamar dan pintu masuk biasanya terdapat di ujung lantai di sebelah kanan. Tapi ada pula yang membuat pintu menghadap ke halaman, dan tangganya di pinggir lantai. Dalam kehidupan sehari-hari ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu, tempat tidur-tiduran anak laki-laki, dan tempat anak-anak belajar mengaji. Pada saat-saat tertentu misalnya pada waktu ada upacara perkawinan atau upacara kenduri, maka ruangan ini dipergunakan untuk makan bersama.
* Ruangan tengah. Ruangan ini merupakan inti dari Rumoh Aceh, oleh karenanya disebut Rumoh Inong (rumah induk). Lantai pada bagian ini lebih tinggi dari ruangan lainnya, dianggap suci, dan sifatnya sangat pribadi. Di ruangan ini terdapat dua buah bilik atau kamar tidur yang terletak di kanan-kiri dan biasanya menghadap utara atau selatan dengan pintu menghadap ke belakang. Di antara kedua bilik tersebut terdapat gang (rambat) yang menghubungkan ruang depan dan ruang belakang.
Fungsi Rumoh Inong adalah untuk tidur kepala keluarga, dan Anjong untuk tempat tidur anak gadis. Bila anak perempuannya kawin, maka dia akan menempati Rumah Inong sedang orang tuanya pindah ke Anjong. Bila anak perempuannya yang kawin dua orang, orang tua akan pindah ke serambi atau seuramo likot, selama belum dapat membuat rumah baru atau menambah/memperlebar rumahnya. Di saat ada acara perkawinan, mempelai dipersandingkan di Rumoh Inong, begitu pula bila ada kematian Rumoh Inong dipergunakan sebagai tempat untuk memandikan mayat.
* Ruang belakang disebut seuramo likot. Lantai seuramo likot tingginya sama dengan seuramo rengeun (serambi depan), dan ruangan ini pun tak berbilik. Fungsi ruangan ini sebagian dipergunakan untuk dapur dan tempat makan,dan biasanya terletak di bagian timur ruangan. Selain itu juga dipergunakan untuk tempat berbincang-bincang bagi para wanita serta melakukan kegiatan sehari-hari seperti menenun dan menyulam.
Namun, adakalanya dapur dipisah dan berada di bagian belakang serambi belakang. Ruangan ini disebut Rumoh dapu (dapur). Lantai dapur sedikit lebih rendah dibanding lantai serambi belakang.
c. Bagian atas
Bagian ini terletak di bagian atas serambi tengah. Adakalanya, pada bagian ini diberi para (loteng) yang berfungsi untuk menyimpan barang-barang keluarga. Atap Rumoh Aceh biasanya terbuat dari daun rumbia yang diikat dengan rotan yang telah dibelah kecil-kecil.

5. Ragam Hias
Dalam Rumoh Aceh, ada beberapa motif hiasan yang dipakai, yaitu: (1) motif keagamaan. Hiasan Rumoh Aceh yang bercorak keagamaan merupakan ukiran-ukiran yang diambil dari ayat-ayat al-Quran; (2) motif flora. Motif flora yang digunakan adalah stelirisasi tumbuh-tumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga-bungaan. Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi warna, jikapun ada, warna yang digunakan adalah Merah dan Hitam. Ragam hias ini biasanya terdapat pada rinyeuen (tangga), dinding, tulak angen, kindang, balok pada bagian kap, dan jendela rumah; (3) motif fauna. Motif binatang yang biasanya digunakan adalah binatang-binatang yang sering dilihat dan disukai; (4) motif alam. Motif alam yang digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah: langit dan awannya, langit dan bulan, dan bintang dan laut; dan (5) motif lainnya, seperti rantee, lidah, dan lain sebagainya.
6. Nilai-Nilai
Wujud dari arsitektur Rumoh Aceh merupakan pengejawantahan dari kearifan dalam menyikapi alam dan keyakinan (religiusitas) masyarakat Aceh. Arsitektur rumah berbentuk panggung dengan menggunakan kayu sebagai bahan dasarnya merupakan bentuk adaptasi masyarakat Aceh terhadap kondisi lingkungannya. Secara kolektif pula, struktur rumah tradisi yang berbentuk panggung memberikan kenyamanan tersendiri kepada penghuninya. Selain itu, struktur rumah seperti itu memberikan nilai positif terhadap sistem kawalan sosial untuk menjamin keamanan, ketertiban, dan keselamatan warga gampong (kampung). Sebagai contoh, struktur rumah berbentuk panggung membuat pandangan tidak terhalang dan memudahkan sesama warga saling menjaga rumah serta ketertiban gampong.
Kecerdasan masyarakat dalam menyikapi kondisi alam juga dapat dilihat dari bentuk Rumoh Aceh yang menghadap ke utara dan selatan sehingga rumah membujur dari timur ke barat. Walaupun dalam perkembangannya dianggap sebagai upaya masyarakat Aceh membuat garis imajiner antara rumah dan Ka‘bah (motif keagamaan), tetapi sebelum Islam masuk ke Aceh, arah rumah tradisional Aceh memang sudah demikian. Kecenderungan ini nampaknya merupakan bentuk penyikapan masyarakat Aceh terhadap arah angin yang bertiup di daerah Aceh, yaitu dari arah timur ke barat atau sebaliknya. Jika arah Rumoh Aceh menghadap ke arah angin, maka bangunan rumah tersebut akan mudah rubuh. Di samping itu, arah rumah menghadap ke utara-selatan juga dimaksudkan agar sinar matahari lebih mudah masuk ke kamar-kamar, baik yang berada di sisi timur ataupun di sisi barat. Setelah Islam masuk ke Aceh, arah Rumoh Aceh mendapatkan justifikasi keagamaan. Nilai religiusitas juga dapat dilihat pada jumlah ruang yang selalu ganjil, jumlah anak tangga yang selalu ganjil, dan keberadaan gentong air untuk membasuh kaki setiap kali hendak masuk Rumoh Aceh.
Musyawarah dengan keluarga, meminta saran kepada Teungku, dan bergotong royong dalam proses pembangunannya merupakan upaya untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan, menanamkan rasa solidaritas antar sesama, dan penghormatan kepada adat yang berlaku. Dengan bekerjasama, permasalahan dapat diatasi dan harmoni sosial dapat terus dijaga. Dengan mendapatkan petuah dari Teungku, maka rumah yang dibangun diharapkan dapat memberikan keamanan secara jasmani dan ketentraman secara rohani.

Tata ruang rumah dengan beragam jenis fungsinya merupakan simbol agar semua orang taat pada aturan. Adanya bagian ruang yang berfungsi sebagai ruang-ruang privat, seperti Rumoh Inong, ruang publik, seperti serambi depan, dan ruang khusus perempuan, seperti serambi belakang merupakan usaha untuk menanamkan dan menjaga nilai kesopanan dan etika bermasyarakat. Keberadaan tangga untuk memasuki Rumoh Aceh bukan hanya berfungsi sebagai alat untuk naik ke bangunan rumah, tetapi juga berfungsi sebagai titik batas yang hanya boleh didatangi oleh tamu yang bukan anggota keluarga atau saudara dekat. Apabila di rumah tidak ada anggota keluarga yang laki-laki, maka ”pantang dan tabu” bagi tamu yang bukan keluarga dekat (baca: muhrim) untuk naik ke rumah. Dengan demikian, reunyeun juga memiliki fungsi sebagai alat kontrol sosial dalam melakukan interaksi sehari-hari antar masyarakat.
Pintu utama rumah yang tingginya selalu lebih rendah dari ketinggian orang dewasa, sekitar 120-150 cm, sehingga setiap orang yang masuk ke Rumoh Aceh harus menunduk, mengandung pesan bahwa setiap orang yang masuk ke Rumoh Aceh, tidak peduli betapa tinggi derajat atau kedudukannya, harus menunduk sebagai tanda hormat kepada yang punya rumah. Namun, begitu masuk, kita akan merasakan ruang yang sangat lapang karena di dalam rumah tak ada perabot berupa kursi atau meja. Semua orang duduk bersila di atas lantai. Ada juga yang menganggap bahwa pintu Rumoh Aceh diibaratkan hati orang Aceh. Memang sulit untuk memasukinya, tetapi begitu kita masuk akan diterima dengan lapang dada dan hangat.
Pelaksanaan upacara baik ketika hendak mendirikan rumah, sedang mendirikan, dan setelah mendirikan rumah bukan untuk memamerkan kekayaan tetapi merupakan ungkapan saling menghormati sesama makhluk Tuhan, dan juga sebagai bentuk ungkapan syukur atas rizqi yang telah diberikan oleh Tuhan.
Dengan mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam Rumoh Aceh, maka kita akan mampu memahami dan menghargai beragam khazanah yang terkandung di dalamnya. Bisa saja, karena perubahan zaman, arsitektur Rumoh Aceh berubah, tetapi dengan memahami dan memberikan pemaknaan baru terhadap simbol-simbol yang digunakan, maka nilai-nilai yang hendak disampaikan oleh para pendahulu dapat terjaga dan tetap sesuai dengan zamannya.

3.c Seni Pertunjukan
• Didong
Sebuah kesenian rakyat Gayo yang dikenal dengan nama Didong, yaitu suatu kesenian yang memadukan unsur tari, vokal, dan sastra. Didong dimulai sejak zaman Reje Linge XIII. Kesenian ini diperkenalkan pertama kali oleh Abdul Kadir To`et. Kesenian didong lebih digemari oleh masyarakat Takengon dan Bener Meriah
 Tarian Suku Aceh
• Tari Laweut
• Tari Likok Pulo
• Tari Pho
• Tari Ranup Lampuan
• Tari Rapai Geleng
• Tari Rateb Meuseukat
• Tari Ratoh Duek
• Tari Seudati
• Tari Tarek Pukat

 Tarian Suku Gayo
• Tari Saman
• Tari Bines
• Tari Didong
• Tari Guel
• Tari Munalu
• Tari Turun Ku Aih Aunen
 Tarian Suku Lainnya
• Tari Ula-ula Lembing
• Tari Mesekat
3.d Seni Plastis
• Kande
Kande lampu Minyak yang berasal dari Aceh terbuat dari tembaga, dicetak dengan tekstur unik. Berhias motif khas, dengan empat elemen utama. (1) tempat minyak, bulat pipih, (2) sumbu melingkar disekeliling berbentuk runcing, ada yang lima sumbu, tujuh atau sembilan sumbu, (3) tangkai berbentuk seperti gerbang yang berdiri di atas lingkar tempat minyak,(4) Tempat menggantungkan, berbentuk lingkaran bulat di puncak tangkai, sekeliling dihiasi dengan ornamen timbul yang indah.
3.g Legenda atau Mitologi
• Legenda Amat Rhah manyang
• Legenda Putroe Neng
• Legenda Magasang dan Magaseueng

3.h Wisata Ziarah
• Kerkoff Peucut
Kerkoff Peucut adalah kuburan prajurit Belanda yang tewas dalam Perang Aceh. Kompleks kuburan ini banyak tersebar di wilayah Indonesia. Salah satunya terletak di kota Banda Aceh, dan sekarang menjadi objek wisata menarik, khususnya bagi wisatawan mancanegara (terutama wisatawan asal Belanda).
Sebagaimana diketahui bahwa Kerajaan Aceh dan rakyatnya sangat gigih melawan Belanda yang memerangi Aceh. Rakyat Aceh mempertahankan Negerinya dengan harta dan nyawa. Perlawanan yang cukup lama mengakibatkan banyak korban dikedua belah pihak.
Bukti sejarah ini dapat ditemukan di pekuburan Belanda Kerkhoff ini. Disini dikuburkan kurang lebih 2000 orang serdadu Belanda, dan termasuk di antaranya serdadu Jawa, Batak, Ambon dan beberapa serdadu suku lainnya yang tergabung dalam Angkatan Bersenjata Hindia-Belanda. yang kuburannya masih dirawat dengan baik. Hingga saat ini Pemerintah Kerajaan Belanda sangat haru dan menghormati warga Banda Aceh yang merawat dengan rapi kuburan tersebut.
Kuburan Kerkhoff Banda Aceh adalah kuburan militer Belanda yang terletak di luar negeri Balanda yang terluas di dunia. Dalam sejarah Belanda, Perang Aceh merupakan perang paling pahit yang melebihi pahitnya pengalaman mereka pada saat Perang Napoleon.
Sebaliknya tidak terhitung banyaknya rakyat Aceh yang tewas dalam mempertahankan setiap jengkal tanah airnya yang tidak diketahui dimana kuburnya.
Di area ini, juga terdapat makam putra Sultan Iskandar Muda, yaitu Amat Popok yang berzina dan dijatuhi hukuman rajam.
• Makam Massal Korban Tsunami
Di lokasi ini dikuburkan secara masal ribuan korban tsunami Aceh tahun 2004. Kuburan masal ini dilengkapi dengan monumen berbentuk ombak serta prasasti tanda kebangkitan kembali semangat rakyat Aceh.

3.j Peta



5. Analis Proyeksi Potensi Pariwisata Budaya
C.1 Situs-Situs Sejarah Yang Potensial
• Benteng Indra Patra
Sebagai situs bersejarah, keberadaan Benteng Indra Patra tentu perlu dijaga. Dari segi fisik, secara alami bangunan akan mengalami kerusakan digerus alam. Hujan, panas, pengambilan material oleh masyarakat akan membuat bagian-bagian benteng runtuh perlahan-lahan. Dinding mengelupas, batu pondasi berjatuhan satu persatu. Lama kelamaan bentuk aslinya tidak kelihatan lagi.

Dari segi sejarah, kisah-kisah seputar keberadaan benteng perlahan-lahan akan dilupakan orang. Bahkan orang-orang yang tinggal sekitar benteng pun belum tentu tahu asal muasal dinding besar di hadapan rumah mereka.
Memang jika kita perhatikan, sebagai contoh papan informasi penunjuk sejarah tidak ada di tempelkan. Ada juga hal lain yang menyedihkan terkait dengan keberadaan benteng. Banyak masyarakat sekitar mengambil batu-batuan benteng untuk keperluan membuat rumah bahkan ada yang mendirikan pondasi di atas reruntuhan benteng.

Survei Benteng Indra Patra bukan saja mencatat fisik bangunan tetapi juga mengumpulkan kisah-kisah sejarah seputar benteng. Tim melakukan studi pustaka dan wawancara dengan masyarakat sekitar untuk menggali cerita-cerita seputar Benteng Indra Patra. "Yang paling menarik dari bangunan sejarah adalah cerita seputar situs tersebut, ini yang paling menarik minat pengunjung" katanya.

Benteng Indra Patra dibangun oleh Kerajaan Lamuri, kerajaan Hindu pertama di Aceh (Indra Patra) pada masa sebelum kedatangan Islam di Aceh, yaitu pada abad ke tujuh Masehi. Benteng ini dibangun dalam posisi yang cukup strategis karena berhadapan langsung dengan Selat Malaka, sehingga berfungsi sebagai benteng pertahanan dari serangan armada Portugis. Pada masa Sultan Iskandar Muda, dengan armada lautnya yang kuat dibawah pimpinan Laksamana Malahayati, sebagai laksamana wanita pertama di dunia, benteng ini digunakan sebagai pertahanan kerajaan Aceh Darussalam.

Sebagai masyarakat yang menghargai sejarah sudah selayak benteng Indra Patra di rawat dan dilestarikan. Jangan sampai nanti orang-orang hanya bisa berkata sambil menunjuk ke arah reruntuhan "Itu batu-batuan bekas apa ya?"
• Pantai Lampuuk
Pantai Lampuuk terletak di pantai barat Aceh. Dari Banda Aceh kurang lebih 17 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dalam waktu kurang dari 30 menit. Namun sayangnya pantai yang cukup terkenal dan menjadi tempat wisata favorit penduduk Aceh tersebut musnah tersapu Tsunami.
Pantai ini cukup indah dan dapat digunakan sebagai tempat berenang, berjemur di pasir putih, memancing, berlayar, menyelam dan kegiatan rekreasi lainnya.
Disore hari pantai ini terasa lebih indah, dimana kita dapat menyaksikan matahari terbenam yang penuh pesona
Disekitar pantai Lampuuk juga berdiri megah sebuah pabrik semen Andalas, namun saat itu pabrik tersebut hanya tinggal kenangan setelah mengalami kerusakan parah akibat gempa dan Tsunami 26 Desember 2004 yang lalu.

Refrensi yang digunakan
http://ruslihasbi.wordpress.com/tanya-jawab/akidah/ch/
http://id.wikipedia.org/wiki/Aceh
http://sjuned.blogspot.com/2008/09/estetika-seni-rupa-aceh-tak-kering.html
http://www.acehforum.or.id/showthread.php?22704-Merawat-Benteng-Indra-Patra-Mengekalkan-Sejarah-Aceh
www.wisatamelayu.com

1 komentar:

  1. assalam...
    bagus ne infonya ya...
    mudahan pariwisata aceh akan maju terus..!
    Bravo Pariwisata Aceh!
    http://aceh-warungkopi.blogspot.com/

    BalasHapus