Selasa, 21 September 2010

TUGAS 1 # AUTOBIOGRAFI

Bangga Menjadi Putri Jawa :)

Semoga menjadi putri yang membanggakan dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa, begitulah harapan Ayah dan Bunda saat aku lahir Selasa Kliwon 11 Juni tahun 1991 di Kota Bekasi. Aku anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Gamal Kurniawan dan Nurul Hidayati. Kedua saudaraku laki-laki. Namun, sejak lahir aku diasuh oleh Mamah (Kakak Bunda) dan Papah. Sehingga aku menjadi anak tunggal. Lho?? Iya. Kebetulan Ayah dan Bunda hendak merantau ke Sumatera, Propinsi Jambi tepatnya. Oleh karena itu dengan terpaksa mereka menitipkan aku kepada Mamah dan Papah [berita ini pun sesungguhnya baru kuketahui ketika aku duduk di bangku kelas 2 SMP]. Papah bernama Heri Supriyanto dan Mamah bernama Masfufah. Mereka sangat sayang kepadaku dan mengasuhku sudah seperti anak kandung mereka sendiri. Begitu pun aku sangat sayang kepada mereka. Nama lengkapku Shara Amalia Nur Prihantini. Teman-teman punya banyak panggilan sendiri untukku, tetapi di keluarga biasa dipanggil Antin.
Lahir dan besar di Kota Bekasi tidak membuat aku luput dari budaya Jawa. Ayah keturunan Jawa-India dan Bunda asli Banyuwangi, Jawa Timur. Sedangkan Mamah keturunan Madura dan Papah asli Arema (arek Malang). Jadilah aku putri Jatul (Jawa Tulen).
Teringat masa kecilku dulu, sejak balita Mamah dan Papah sudah melekatkan aku dengan budaya Jawa. Mulai dari tata cara makan yang tidak boleh bersuara, berbicara dengan nada yang tidak keras, dan dalam bersikap harus ramah serta sopan. Papah pun hampir setiap hari mengenalkan aku dengan tembang-tembang Jawa seperti Suwe Ora Jemu, Gundul-Gundul Pacul, Gambang Suling, Perahu Layar dan beberapa lagu modern yang juga menggunakan bahasa Jawa. Sehari-hari pun Mamah dan Papah bercengkrama menggunakan bahasa Jawa denganku. Mari kita bahas sedikit, Dialek Bahasa Jawa di bagian tengah dan timur dikenal dengan Bahasa Jawa Timuran, yang dianggap bukan Bahasa Jawa baku. Ciri khas Bahasa Jawa Timuran adalah egaliter, blak-blakan, dan seringkali mengabaikan tingkatan bahasa layaknya Bahasa Jawa Baku, sehingga bahasa ini terkesan kasar. Namun demikian, penutur bahasa ini dikenal cukup fanatik dan bangga dengan bahasanya, bahkan merasa lebih akrab. Bahasa Jawa Dialek Surabaya dikenal dengan Boso Suroboyoan. Dialek Bahasa Jawa di Malang umumnya hampir sama dengan Dialek Surabaya. Dibanding dengan bahasa Jawa dialek Mataraman (Ngawi sampai Kediri), bahasa dialek malang termasuk bahasa kasar dengan intonasi yang relatif tinggi. Sebagai contoh, kata makan, jika dalam dialek Mataraman diucapkan dengan 'maem' atau 'dhahar', dalam dialek Malangan diucapkan 'mangan'. Salah satu ciri khas yang membedakan antara bahasa arek Surabaya dengan arek Malang adalah penggunaan bahasa terbalik yang lazim dipakai oleh arek-arek Malang. Bahasa terbalik Malangan sering juga disebut sebagai bahasa walikan  atau osob kiwalan. Lain hal dengan papah yang mengenalkan aku budaya Jawa melalui nyanyian, Mamah setiap hari menggoyang lidahku dengan makanan-makanan khas Jawa. Rawon, Rujak Cingur, Tahu Campur menjadi favorit keluargaku.
Juli tahun 1996 ketika Papah mendapat tugas untuk dinas ke Kalimantan Selatan (tepatnya sebuah kota kecil bernama Batu Licin) Mamah dan aku pindah ke Kota Malang. Saat itu lah aku masuk ke sebuah Taman Kanak-Kanak yaitu TK Islam Dewi Masitoh Desa Cepokomulyo, Kepanjen. Hal yang sangat menarik ketika enam bulan bersekolah disana adalah becak. Becak?? Iya benar :) alat transportasi tradisional beroda tiga itu bersama Pak Abud (supir becak) dengan setia mengantar jemputku ke sekolah setiap hari. Bahkan semilir angin desaku yang menyejukkan seringkali membuat aku tertidur di becak. Awal tahun 1997 Mamah dan aku kembali ke Bekasi karena masa tugas Papah di Borneo juga telah berakhir. Di tahun itu aku melanjutkan sekolah di TK Islam Putri Kembar, Jatimulya. Kentalnya budaya Jawa di keluarga kami membuat aku hampir di setiap festival atau lomba-lomba selalu mengenakan pakaian adat Jawa.
Tahun 1997-2003 ketika Indonesia sedang mengalami krisis moneter berkepanjangan aku bersekolah di Sekolah Dasar Negeri Jatimulya 11 yang sekarang telah bertaraf internasional. Di sela waktu tersebut sentuhan orde baru masih menyentuh kami.
Orde Baru yang merupakan sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto  di Indonesia menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar. Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Kita lanjutkan ke kisahku yang sangat menggemari Ice Cream dan Chocolate ini, hhehehee :p Tiga hari setelah masuk SD aku terpaksa harus bertolak kembali ke bagian timur pulau jawa (yang pada tahun 2005 berpenduduk 37.070.731 jiwa) dikarenakan kakek/ayah Mamah dipanggil yang kuasa.
Kembali menginjak tanah jawa bagian timur yang beribukota Surabaya. Sedikit cerita bahwa Jawa Timur yang memiliki wilayah terluas di antara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat sosial budayanya secara umum yaitu kondisi kehidupan beragama di Jawa Timur sesuai dengan harapan semua pihak, ditandai dengan semaraknya kehidupan beragama dan kerukunan hidup antar umat beragama saling menghormati dalam menjalankan ajaran agama masing-masing. Perkembangan tempat peribadatan memperlihatkan bahwa kesemarakan hidup beragama semakin mantap sehingga di harapkan mampu membentengi segenap lapisan masyarakat dari arus globalisasi yang melanda dunia. Jumlah bahasa daerah yang ada sebanyak 6 bahasa dengan jumlah etnis/suku sebanyak 5 suku. Jumlah situs-situs bersejarah sebanyak 181 buah tersebar di berbagai daerah.
Semasa di SD aku mulai mengerti karakter kedua orang tuaku. Papah pribadi yang lembut dan tegas, sedangkan Mamah agak cerewet tapi jelas beliau memiliki jiwa sosial yang tinggi. Sebagai contoh, sejak kecil mereka terang-terangan megawasiku ketika sedang menonton siaran di televisi. Bahkan tidak jarang mereka mengganti saluran ke siaran-siaran yang tentu saja masih bersentuhan dengan budaya Jawa seperti Wayang Kulit dan Ludruk (Ketoprak Humor).
wayang kulit
Lulus dari Sekolah Dasar tahun aku melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Tambun Selatan. Kembali menyusuri budaya Jawa, di bangku SMP aku mulai menekuni tari-tari  tradisional dan sedikit belajar gamelan. Saat itu Indonesia dipimpin oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono tepatnya  di akhir tahun 2004 yaitu mulai 20 Oktober.

Mei 2006 ketika umurku hampir 15 tahun Indonesia mengalami peristiwa gempa bumi tektonik terkuat yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah tepatnya pada tanggal 27 kurang lebih pukul 05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada skala Richter. Beberap situs kuno dan lokasi wisata rusak diantaranya yaitu Candi Prambanan mengalami kerusakan yang cukup parah dan ditutup sementara untuk diteliti lagi tingkat kerusakannya. Kerusakan yang dialami candi prambanan kebanyakan adalah runtuhnya bagian-bagian gunungan candi dan rusaknya beberapa batuan yang menyusun candi, kemudian Makam Imogiri juga mengalami kerusakan yang cukup parah, beberapa kuburan di Imogiri amblas, lantai-lantai retak dan amblas, sebagian tembok dan bangunan makam yang runtuh, juga hiasan-hiasan seperti keramik yang pecah, salah satu bangsal di Kraton Yogyakarta, yaitu bangsal Trajumas yang menjadi simbol keadilan juga ambruk, tetapi Candi Borobudur yang terletak tak jauh dari lokasi gempa tak mengalami kerusakan berarti, selanjutnya Obyek Wisata Kasongan juga mengalami kerusakan parah saperti Gapura Kasongan yang patah di kiri dan kanan gapura dan ruko-ruko kerajinan keramik yang sebagian besar rusak berat bahkan roboh.

Tahun 2006-2009 aku telah duduk di bangku SMA. SMA Negeri 5 Tambun Selatan menjadi salah satu lingkungan yang sangat mempengaruhi tumbuhnya aku menjadi seorang gadis remaja. Berita yang aku ingat tentang Indonesiaku di tahun 2007 adalah ketika Sultan Hamengku Buwono X pada peringatan hari ulang tahunnya yang ke-61 di Pagelaran Keraton 7 April 2007 mengundurkan diri sebagai Gubernur Jogjakarta. Bersamaan dengan itu prestasi yang paling membanggakan semasa SMA aku raih yaitu terpilih sebagai 10 besar dalam final Pemilihan Abang-Mpok Kabupaten Bekasi 2007 di Hotel Sahid Lippo Cikarang, Senin 9 Juli. Sedikit Kesenian Bekasi yang aku ketahui antara lain kesenian Ajengan dan Ujungan. Seni Ajengan itu sangat khas. Paduan musik yang dimainkan itu berasal dari berbagai budaya. Hal tersebut mencerminkan kalau masyarakat Bekasi sejak dulu memang multietnik.
Selepas SMA aku megikuti beberapa test masuk ke perguruan tinggi. Dengan tanpa terduga lewat jalur SNMPTN aku diterima di S1 Sastra Jepang Universitas Negeri Brawijaya (Malang), tetapi ternyata Tuhan berkehendak lain karena  alasan jarak yang jauh Mamah memintaku untuk tidak mengambil kesempatan itu, sehingga lewat jalur Penmaba di D3 Usaha Jasa Wisata Universitas Negeri Jakarta lah akhirnya kutetapkan pilihanku. Sampai detik ketika aku menulis autobiografi ini pun aku masih sangat senang menari.
Selanjutnya apa?? Hmm. . . Beruntung dan bangganya aku menjadi putri Jawa, itulah yang selalu kubatinkan dalam hati :) Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar