Minggu, 19 September 2010

TUGAS #1 AUTOBIOGRAFI



"Lunturnya Kebudayaan Orang Tua"

Perkenalkan Nama saya Irna Venewjila, terdengar agak rancu memang, tetapi di balik nama ini terdapat sejarah yang cukup panjang. Sebelum menulis tentang kisah nama saya, pertama-tama saya akan menceritakan awal terlahirnya saya di dunia ini. Saya lahir pada tanggal 15 Agustus 1991 pada pukul 19.0 di sebuah Rumah Sakit yg cukup ternama di daerah Bintaro dari pasangan seorang Ayah dan Ibu yang memiliki darah Batak dan Sunda. Dengan menempati kamar VIP, saya kecil mulai merasakan betapa indahnya terlahir di Dunia ini. Dengan kedua orang tua yang sungguh amat sayang kepada saya, dengan wajah gembira karena telah lahir cucu pertama dari keluarga Ayah saya. Ya, karena Ayah saya adalah anak tertua di keluarganya karena itu saya seperti menjadi “Primadona”. Awal mula dari sebuah nama “Irna Venewjila” adalah Yirma, itu adalah pemberian dari Nenek  seseorang yg bersuku batak asli dan tentu memiliki dasar pemikiran yang kuat, sehingga segala semua keiinginannya harus tercapai atau terlaksana. Dan mulailah dengan pembuatan akta kelahiran, pertama kali dibuat di Kelurahan daerah Pademangan dengan bertuliskan “Yirma Venewjila”, masalah pertama muncul saat saya ingin masuk TK, karena tempat saya sekolah waktu itu jaraknya lebih dekat dengan rumah keluarga Ibu saya di daerah Kebon Sirih maka saya putuskan untuk pindah domisili ke Kebon Sirih. Masalah kedua muncul setelah akta kelahiran saya hilang saat ingin masuk ke TK, dan ini memaksa saya untuk membuat ulang akta kelahiran saya di kelurahan Kebon Sirih.
Dari nama awal Yirma Venewjila lalu berubah menjadi Irna Venewjila. Kenapa ini bisa terjadi? Ya karena pada saat itu petugas pelayanan di Kelurahan tersebut salah mengetikan nama saya, dan waktu pendaftaran TK sudah mulai mendekati akhir, jadi mau tidak mau saya harus terbiasa dengan nama baru saya. Nama ini berlaku hingga sekarang ini. Ya cukup aneh memang dengan sejarah nama saya yang menurut saya nama ini cukup unik. Berbicara soal Taman Kanak-kanak, saya dulu TK di TK Islam Yakpi pada tahun ajaran 1996-1997 dengan pernah mengikuti Lomba Tari Sama Se-DKI Jakarta lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar di SD Kebon Sirih 01 Pagi tahun 1997-2003 pada masa ini saya juga mencoba untuk belajar Tari Topeng Betawi walaupun tidak saya lanjutkan. Pada tahun 1998 dimana saya awal masuk sekolah dasar, kondisi Negara pada saat itu sedang terjadi krisisi ekonomi hebat atau dengan kata lain krisi moneter. Terjadi pemecatan, kerusuhan dan penjarahan massal yang ada disetiap jengkal kota Jakarta maupun di seluruh Indonesia. Dengan kondisi ini Indonesia dihadapkan pada perubahan besar bagi sejarah bangsa Indonesia. Presiden Soeharto yang telah memimpin bangsa ini Selama 32 tahun, dipaksa untuk turun dari jabatannya karena banyak adanya tuduhan praktek KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme). Masa-masa periode ini dikenal dengan Era Reformasi. Masa-masa transisi ini berkembang dengan dikenal dengan Demokrasi dengan menganut paham kebebasan berpendapat yang tentu sangat berlainan dengan paham yang diberlakukan pada zaman orde waktu Presiden Soeharto memimpin. Tidak banyak perubahan yang terjadi pada saat ini setelah 12 tahun Orde Baru runtuh, justru penganguran dan kejahatan semakin merajarela. Negara tetangga kita Malaysia semakin berani mengusik ketentraman keragaman budaya kita, dengan mengklaim Seni Budaya Reog Ponorogo, Batik dan beberapa lagu daerah seperti salah satunya rasa sayange yang berasal dari Maluku.
Saya melanjutkan sekolah menengah tingkat pertama di SMP 18 Jakarta pada tahun 2003-2006 dan melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Sunda Kelapa, Jakarta. Terdapat cerita unik pada saat saya duduk di bangku SMA. Sekolah saya diapit oleh dua bangunan beribadah yang berbeda keyakinan. Saya bersekolah di komplek Mesjid Agung Sunda Kelapa, sementara persis di depannya terdapat sebuah gereja. Gereja tersebut sering disebut dengan sebutan gereja ayam, karena tepat diujungnya terdapat patung ayam yang menandakan arah mata angin. Keunikan terjadi pada saat perayaan 17 Agustus disetiap tahun, pada acara Upacara di sekolah saya, Mesjid dan Gereja tersebut saling memberikan tanda untuk memperingati acara 17 Agustus-an. Mesjid dengan membunyikan bedug dan gereja membunyikan loncengnya. Ini menjadi sebuah kebiasaan disetiap tahunnya. Hingga akhirnya saya lulus dari sekolah pada tahun 2009. Lalu saya mencoba untuk mendaftarkan diri ke beberapa Universitas Negeri, salah satunya yaitu Universitas Negeri Jakarta. Saya berjodoh dengan UNJ karena saya dapat diterima di Jurusan Sejarah, program studi Pariwisata dengan jenjang Diploma 3 (D3).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar