Senin, 15 November 2010

TUGAS 3 # MENGUNGKAP IDE/PERILAKU YANG MUNCUL DI MASA ORANG TUAKU


Wujud kebudayaan dari  tahun ke tahun, zaman ke zaman pasti berbeda, pasti setiap unsur wujud kebudayaan mengalami perubahan perlahan-lahan. Begitu juga pada saat generasi saya dan orang tua saya. Dari beberapa informasi yang saya dapatkan, saya mencoba mengungkap secara lebih rinci keadaan unsur-unsur yang mempengaruhi wujud kebudayaan pada zaman generasi kedua orang tua saya saat itu. Berikut penjelasannya :

1.   Sistem Teknologi

Sistem teknologi saat itu, sudah ada meskipun hanya baru ada beberapa saja, seperti telp, fax, mesin tik, televisi, radio, listrik, dll. Tetapi, sistem teknologi seperti itu hanya baru ada di kota, sedangkan di daerah masih sangat jarang. Kehidupan di kota dan di daerah (desa) sangat berbeda, di kota masyarakatnya kebanyakan sudah bisa dan terbiasa menggunakan sistem teknologi, sedangkan di desa hanya baru ada bebrapa bahkan jarang, sehingga sulit untuk menggunakannya. Masyarakat yang belum dapat menggunakan dan merasakan sistem teknologi saat itu, hanya dapat melakukannya secara manual, seperti mencari informasi hanya dari buku-buku bacaan, buku pelajaran, koran, dll. Semuanya dilakukan secara sederhana, manual, dengan fasilitas seadanya. Sedangkan masyarakat kota sudah terbiasa melakukan aktifitas dengan sistem teknologi yang sudah ada saat itu. kehidupannya sangat berbeda jauh. Masyarakat desa banyak yang masih buta dalam menggunakan sistem teknologi, mereka baru dalam tahap pembelajaran, meskipun ada sebagian yang sudah bisa menggunakannya. Bagi masyarakat yang belum bisa menggunakan teknologi, mereka biasanya mencari info dari media apapun, dan belajar dari masyarakat lain yang sudah bisa. Namun, meskipun saat itu sudah ada teknologi, teknologinya juga baru teknologi mendasar, dan belum terlalu sempurna, serta penyebarannya juga belum merata, tidak seperti zaman sekarang yang hampir semuanya sudah menggunakan sistem komputerisasi dan teknologi yang serba canggih, serta penyebarannya juga sudah hampir merata, sehingga masyarakat tidak perlu kesulitan lagi untuk mempelajari teknologi yang sedang berkembang saat ini. Sangat berbeda bukan dengan zaman generasi orang tua kita??.

2.    Sosial
Kehidupan sosial saat itu sangat kuat hubungan kekerabatannya. Masyarakatnya saling membantu satu sama lain, tanpa membedakan status ataupun agama dan adat. Masyarakatnya saling bersatu, mereka bersama-sama memecahkan masalah dengan musyawarah dan kekeluargaan. Tidak ada yang saling bertengkar dalam menghadapi masalah, karena mereka merasa, mereka adalah satu keluarga yang harus saling menjaga, membantu, serta melindungi satu sama lain. Masyarakatnya terbiasa melakukan suatu pekerjaan dengan bergotong royong, seperti bila ada tetangganya yang ingin membangun sebuah rumah, mereka dengan senang hati bergotong royong membantu pembangunan rumah tersebut, tanpa mengharapkan bayaran sepeser-pun. Karena bagi mereka kebersamaan merupakan suatu kebahagiaan tersendiri yang sulit untuk didapatkan, istilahnya : “makan ga makan, asal kumpul”. Apapun masalahnya, bila bisa diselesaikan bersama-sama secara musyawarah ataupun kekeluargaan, ya mereka akan menyelesaikannya, untuk menghindari tindak kekerasan. Kehidupan sosial masyarakatnya juga kebanyakan bertani dan bercocok tanam, mereka bertani dan bercocok tanam di sawah dan kebun milik sendiri, ataupun milik orang lain. Mereka lebih suka menghasilkan makanan sendiri, dari sawah dan kebun, daripada memakan produk instan. Mereka biasa mengkonsumsi hasil tani dan kebun mereka, seperti : ubi, jagung, dan singkong. Bumbu-bumbu dapur dan juga obat-obatan, mereka juga dapatkan, dari hasil memanfaatkan tanaman alam yang ada, mereka meraciknya sendiri. Setiap panen mereka biasanya mengadakan makan bersama dalam rangka mengucap syukur atas limpahan panen yang sudah diberikan. Semuanya dilakukan secara bersama-sama. Untuk menambah pendapatannya, mereka juga menjual hasil tani dan kebun mereka ke kota ataupun daerah lain, dan membagi rata pendapatan yang dihasilkan. Kehidupan sosial saat itu sangat berbeda dengan kehidupan sekarang, yang selalu menyelesaikan masalah secara tiba-tiba, tanpa pikir panjang, apalagi musyawarah, semua diselesaikan dengan cepat dan dengan kekerasan, tanpa mementingkan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Semua bahan makanan juga didapat dengan cara instan, tanpa harus repot-repot meracik sendiri. 

3.    Religi
Religi atau keagamaan masyarakatnya, toleransi cukup kuat dan saling bersatu antar umat beragama, mereka toleransinya kuat dan selalu menghargai agama satu sama lain, meskipun agama mereka berbeda-beda. Dalam beribadah mereka juga taat dan disiplin beribadah sesuai dengan agama yang dianutnya. Namun, ada juga beberapa yang menganut agama kepercayaan. Mereka yang menganut agama kepercayaan, lebih percaya beribadah dengan menyembah patung dan benda-benda peninggalan yang keramat, seperti keris ataupun batu, dan juga mempercayai tempattempat keramat, seperti goa ataupun hutan dan gunung. Mereka lebih mempercayai barang-barang tersebut, dibanding dengan Tuhan yang sudah menciptakan mereka. Karena bagi mereka, di dalam benda-benda dan tempat-tempat tersebut, ada ruh-ruh nenek moyang taupun leluhur mereka. Mereka juga percaya dengan adanya wangsit, ataupun tanda-tanda yang diberitahukan oleh ruh-ruh tersebut. Mereka lebih percaya dengan kata-kata juru kunci atau dukun-dukun yang ada di daerahnya. Mereka yang memilih beragama kepercayaan, lebih memilih untuk bersikap syirik, percaya takhayul dan tidak mempercayai adanya Tuhan, serta selalu melakukan aktifitasnya dengan segala macam ritual terlebih dahulu, seperti meletakkan sesajen atau bersemedi. Hampir sebagian masyarakatnya masih percaya dengan menganut agama kepercayaan. Sedangkan bagi masyarakat yang percaya dengan agam Tuhan, mereka selalu menjalankan ibadah mereka dengan khusyuk dan bersama-sama, mereka juga berusaha mengajak masyarakat yang menganut agama kepercayaan, untuk mau meninggalkan itu semua dan menganut agama sesuai dengan agama yang ada. Meskipun, saat itu tempat ibadah juga masih jarang, tetapi itu tidak menjadi halangan mereka untuk tetap beribadah sesuai dengan ajaran agama yang ada. Mereka bersama-sama membuat tempat ibadah.  Sangat berbeda dengan sekarang, yang kebanyakan masyarakatnya malas untuk beribadah, karena lebih mementingkan urusan duniawi, padahal fasilitas dan tempat beribadah sudah disediakan di hampir setiap daerah, sudah ada dimana-mana, tetapi hanya ada beberapa orang yang masih mau untuk beribadah di rumah ibadah, karena kurang adanya waktu untuk menjalankan ibadah di rumah ibadah bersama-sama, akibat urusan duniawi yang menurutnya lebih penting. Serta masih kurangnya toleransi yang kuat antar umat beragama dan juga akibat kemajuan zaman modern saat ini, masyarakatnya sekarang kebanyakan hanya beragama di kartu identitas saja, tapi beribadahnya sangat jauh, bahkan nyaris ditinggalkan hanya untuk urusan dan kepentingan duniawi.

  1. Bahasa
Untuk bahasa saat itu, masyarakatnya sudah menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam aktifitas sehari-harinya, tetapi ada juga sebagian masyarakat yang masih menggunakan bahasa daerahnya masing-masing dalam aktifitas sehari-harinya, seperti : bahasa Padang, Jawa, Betawi, Sunda, Batak, Kalimantan, dll. Karena di setiap lingkungan tempat tinggal mereka, tidak semuanya berasal dari daerah atau suku yang sama, mereka terdiri dari beberapa masyarakat daerah atau suku lain, sehingga bahasanya bermacam-macam. Karena, bahasanya yang beragam, tak heran bila saat itu, masyarakatnya bisa juga menggunakan bahasa-bahasa lain, selain bahasa daerahnya sendiri, karena sudah terbiasa mendengar bahasa-bahasa yang beragam, sehingga mereka bisa belajar dan bertukar bahasa untuk membantu berinteraksi dalam melakukan berbagai aktifitasnya. Selain bahasa Indonesia dan bahasa daerah, saat itu juga sudah ada bahasa-bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman. Namun yang bisa menggunakan bahasa asing ini hanya beberapa orang saja, karena tak mudah untuk mempelajarinya. Kebanyakan yang bisa menggunakan bahasa asing ini,  orang-orang yang lebih tua daripada orang tua saya, seperti Nenek dan Kakek saya. Namun, tidak juga semua orang-orang tua bisa, orang-orang yang lebih muda juga ada yang sudah bisa menggunakan bahasa asing ini, karena sudah terbiasa dengan bahasanya. Maasyarakat merasa keragaman bahasa yang ada ini, sangat menguntungkan sekali bagi mereka, karena keragaman bahasa yang ada ini, bisa menambah wawasan masyarakat juga mengenai bahasa daerah lain, dan juga berbincang-bincang, jadi mereka merasa seperti berada di daerah lain, selain daerah mereka sendiri. Hehe J.. Namun sayang, saat ini bahasa daerah mulai berkurang, dan nyaris dilupakan, karena kemajuan zaman dan adanya bahasa-bahasa gaul, seperti yang tersebar di kalangan generasi muda (pelajar), padahal generasi muda seharusnya yang meneruskan dan melestarikan bahasa-bahasa daerah yang ada. Tetapi, kebanyakan generasi muda sekarang, tidak mengerti, bahkan tidak tahu sama sekali mengenai bahasa daerahnya sendiri ataupun bahasa daerah lainnya..

  1. Ekonomi
Kehidupan ekonomi masyarakatnya sudah cukup baik, tapi hanya beberapa orang saja, karena ada juga masyarakat yang ekonominya pas-pasan, masih terbilang kurang baik. Tetapi, meskipun begitu keadaannya, masyarakatnya sangat gigih, mereka terus berusaha semampu mereka, agar taraf ekonomi mereka bisa berubah menjadi lebih baik lagi. Apapun mereka lakukan demi mencapai itu semua. Tidak ada kata lelah demi mendapatkan yang terbaik. Semua usaha mereka lakukan, seperti menjual hasil kebun dan ternak mereka dari desa ke kota, ataupun ke daerah-daerah lain, di luar daerah mereka. Mereka menjual itu semua dengan usaha mereka, tak perduli dengan jarak tempuh yang harus mereka lewati, jaraknya sangatlah jauh, apalagi mereka menempuhnya dengan berjalan kaki, ataupun menggunakan sepeda atau gerobak yang mereka miliki. Kehidupan ekonomi masyarakat kota dan desa saat itu sangat berbeda. Masyarakat kota sudah terbilang baik dan cukup ekonominya, sedangkan masyarakat desa masih banyak yang mengalami kekurangan, sehingga mereka harus berusaha keras untuk merubah taraf kehidupan ekonominya masing-masing, tidak seperti masyarakat kota yang sudah mudah dan hanya memerlukan usaha yang tidak terlalu keras untuk meningkatkan taraf kehidupan ekonominya. Karena keadaan dan kondisi yang seperti itulah, yang membuat masyarakat desa terus berusaha meningkatkan hasil pertanian, kebun, dan ternak mereka, karena sebagian masyarakat bertani dan berkebun, dan ada juga yang beternak. Mereka menjual hasil tani, kebun, dan ternak mereka ke kota. Sesampainya di kota, mereka menjualnya dengan bantuan masyarakat kota juga. Mereka bekerjasama cukup baik, untuk mendapatkan hasil yang banyak, setelah mendapatkan hasil, mereka membagi hasilnya dan kembali ke desa, untuk kembali esok harinya, untuk berjualan kembali. Karena kehidupan ekonomi yang terhitung pas-pasan dan masih dirasakan kurang, sebagian masyarakatnya kebanyakan memilih untuk bekerja, daripada untuk sekolah, yang ada di pikiran mereka adalah bagaimana cara untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Mereka bekerja keras hampir setiap harinya, dari mulai remaja, orang tua, bahkan anak-anak. Masyarakatnya sangat pekerja keras, rajin dan ulet, mereka mengandalkan kekuatan dan tenaga yang dimiliki,  tak perduli dengan jarak dan waktu yang harus dihabiskan. Semua usia bekerja bergotong royong, demi meningkatkan taraf ekonomi. Keadaan ini dapat kita jadikan sebagai contoh dalam melakukan aktifitas sehari-hari kita, dimana masyarakatnya bekerja sangat keras, rajin, dan ulet,  demi meningkatkan taraf kehidupan yang lebih baik lagi, tidak mudah putus asa, meskipun harus melakukan banyak usaha yang keras dan menempuh jarak yang cukup jauh, selama tenaga dan kekuatan masih ada, mereka akan terus bekerja keras demi menuju kehidupan yang lebih baik lagi.

  1. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang didapat masyarakat saat itu, sudah mulai berkembang lebih baik dari sebelumnya. Akan tetapi, perkembangannya masih belum terlalu pesat seperti sekarang ini, penyebarannya dan pembelajarannya juga belum merata dan belum terlalu dikuasai, sehingga yang diketahui baru sedikit dan belum terlalu dalam pemahamannya. Saat itu, materi pembelajaran yang didapat di sekolah yang ada di kota dan di desa masih berbeda jauh, karena di desa masih kurangnya fasilitas yang mendukung, tidak seperti di kota, yang fasilitasnya sudah lengkap dan tempat untuk prakteknya juga sudah mendukung. Dahulu materi pembelajaran yang didapat, masih dalam bentuk terpisah-pisah, seperti materi aljabar, ilmu ukur analit, dll, sehingga materinya lumayan banyak, tidak seperti sekarang yang sudah digabung menjadi satu pelajaran, seperti matematika yang di dalamnya ada pelajaran aljabar, dll.
Saat itu, sekolah-sekolah masih jarang, sekalipun ada, pasti ada di daerah kota, jadi pelajar yang berasal dari desa dan ingin bersekolah, harus menempuh jarak yang cukup jauh menuju sekolah, karena masih jarangnya sekolah-sekolah yang dibangun di daerah desa. Selain itu, untuk menuju sekolah, murid-murid harus berjalan kaki ataupUn menggunakan kendaraan seperti sepeda, karena masih jarang angkutan umum yang menuju ke sekolah. Benar-benar membutuhkan tenaga dan usaha yang ekstra untuk bersekolah, bukan hanya otak dan alat tulis saja yang dibutuhkan. Di kota sekolah-sekolah sudah banyak yang dibangun dengan baik dan fasilitas yang lumayan lengkap, materi yang diajarkan juga sudah cukup baik, seperti sudah mempelajari komputer dan bahasa asing. Sangat berbeda dengan sekolah-sekolah yang ada di desa, yang hanya dibangun dengan fasilitas seadanya saja. Selain itu, masih ada juga murid-murid yang menggunakan batu sebagai alat tulis mereka, untuk mencatat pelajaran yang didapat. Baru ada sebagian yang menggunakan alat tulis yang bagus dan hanya orang-orang tertentu saja yang menggunakan alat-alat tulis yang bagus. Di daerah desa, masih banyak masyarakatnya yang belum bisa membaca dan menulis, karena kebanyakan tidak bersekolah dan tidak meneruskan pendidikannya, karena alasan ekonomi dan kehidupan yang masih serba kekurangan, serta masih jarangnya sekolah dan jauhnya jarak yang ditempuh, sehingga banyak yang lebih memilih untuk bekerja saja dibanding dengan bersekolah. Untuk mengatasi ini, saat itu ada beberapa orang-orang yang dengan senang hati dan berbaik hati, mendirikan sekolah-sekolah di desa yang terbuka untuk umum, siapa saja bisa belajar disini, tanpa membatasi usia. Mereka secara sukarela memberikan dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat, agar mereka bisa membaca dan menulis untuk menambah pengetahuannya. Masyarakat yang ingin belajar bisa datang kapan saja, tidak perlu membayar. Dari sinilah, masyarakat yang tidak bersekolah bisa belajar membaca dan menulis, untuk menambah pengetahuan mereka.. Kehadiran SDM ini sangat memberikan manfaat dan pengalaman yang besar bagi masyarakat yang kurang mampu untuk bersekolah, sehingga mereka bisa mendapatkan ilmu pengetahuan seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah yang ada saat itu..J

  1. Seni
Kesenian yang berkembang di masyarakat saat itu, ada beragam dan masih sangat kental. karena mereka hampir sering mempertunjukkan kesenian mereka di setiap event, sehingga  kesenian mereka tetap lestari dan dikenal oleh semua kalangan, dan tak asing lagi mereka. Bahkan, menjadi ciri khas dari daerah itu. Mereka menjadikan kesenian yang mereka miliki sebagai salah satu aktifitas yang mereka lakukan, dan rutin dilakukan, untuk hiburan bagi mereka dan ajang kumpul-kumpul bersama masyarakat lainnya. Kesenian yang biasa dipertunjukkan adalah pertunjukkan “Layar Tancap” atau yang lebih akrab dikenal dengan sebutan “Misbar”, nama “Misbar” berarti “Gerimis Bubar”, haha J, ada-ada saja memang masyarakatnya. Mereka lebih akrab menyebutnya “Misbar”, karena kalau tiba-tiba gerimis, pasti penonton yang menonton pertunjukkan ini langsung bubar seketika.. hehe J.. Pertunjukkan ini rutin dilakukan setiap malam minggu atau malamnya orang-orang pacaran J, sambil ditemani makanan-makanan ringan yang mereka bawa sendiri ataupun mereka beli dari penjual-penjual makanan disekitar lokasi pertunjukkan.
Bukan hanya itu yang ditampilkan, tetapi masih ada lagi pertunjukkan yang lebih beragam, seperti pertunjukkan wayang kulit, wayang orang, dan juga ada salah satu pertunjukkan yang disebut “Tayuban”, dimana yang ditampilkan dalam pertunjukkan ini adalah wanita-wanita cantik yang menyinden lagu-lagu jawa, lengkap dengan busana adat jawa, dan diiringi dengan musik gamelan jawa. Selain itu, mereka juga memainkan alat-alat musik daerahnya, seperti gamelan, angklung, dll. Semua pertunjukkan yang ditampilkan tidak hanya saat untuk menghibur saja, tetapi saat ada acara-acara yang dianggap penting, juga selalu ditampilkan, seperti saat ada acara pernikahan, hari-hari besar, dan perayaan pesta rakyat saat panen melimpah, serta saat penyambutan tamu, dll. Saat ada panen melimpah, mereka juga mengadakan upacara-upacara adat sebagai rasa syukur atas rezeki yang sudah diberikan dan menyantap makanan bersama-sama. Semua masyarakatnya bersatu, dan mempertahankan keseniannya, sebagai bentuk untuk membantu dalam melestarikan kesenian yang ada, dengan cara rutin melakukannya dan mengajarkan secara turun temurun kesenian yang mereka miliki, agar tetap ada dan dikenal.. semoga tradisi ini tetap ada dan dipertahankan sampai saat ini, dan tidak luntur oleh budaya-budaya dan kesenian asing yang masuk dan berkembang  di zaman modern seperti ini.. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar