Minggu, 14 November 2010

Tugas #3, Mengungkap Sistem Prilaku dan Budaya Orang Tua Kita


System Teknologi
            System teknologi yang saya dapat dari penjelasan ibu saya, pada dia masih kecil, banyak perubahan yang sangat cepat pertumbuhannya dan perkembangannya. Dahulu listrik belum ada di kampong ibu saya tinggal, yang kini masih ditinggalkan oleh ibu dan keluarganya termasuk saya sendiri. Dahulu  menurutnya jika ingin beraktifitas pada malam hari atau setelah  ba’da maghrib menggunakan obor yang terbut dari bambu dan salah satu lubang bamboo diberi semacam sumbuh atau semacam kain yang mudah meyerap dan mudah terbakar karena obor tersebut diberi minyak tanah. Selain lisrik yakni sanyo atau mesin peyedot air yang biasa digunakan sekarang ini. Karena dahulu menggunakan sumur timba yang dikerek dengan gaya tuas, untuk mengkereknya menggunakan karet yang disambungkan dengan tusa dan ember untuk mengambil airnya dari dalam sumur tersebut.
            Begitu banyak teknologi yang berkembang pada zaman sekarang ini menurut ibu saya. Seperti kita lihat dahulu orang tua dari ibu saya memasak meggunakan kompor bahkan memasak di dapur menggunakan kayu bakar. Selain itu bila orang tua saya ingin mengetahui kabar tentang kerabat atau temannya yang cukup jauh tidak seperti sekarang ini mudah sekali hanya membutuhkan waktu tak sampai 1 jam karena dahulu menggunakan jasa layanan pos yang masih relative jarang.

System Sosial
            Di tugas blog saya yang pertama saya menyinggung sedikit tentang kehidupan dimana tempat ibu saya tinggal ini dahulunya karena diaman daerah ini smua kebanyakan masih berhubungan keturunan atau masih ada hubungan darh ., jadi begini ceritnya yang saya dapaykan dari kehidupan ibu saya silam.
            My mom, sejak kecil hidup bersama orang tua saya yang kini telah menjadi kakek dan nenek saya saat ini. Ada sedikt mungkin perbedaan yang dialami oleh ibu saya karena ibu saya mengalami kehidupan yang jauh berbeda setelah menikah dan balik lagi ke lingkungan asal dimana ibu dilahirkan, inilah yang menarik bagi saya untuk ditulis taupun di ceritakan oleh karena itu mari kita siamak sesaat segenap tentang kehidupan social yang dialami oleh ibu saya sejak kecil hingga saat ini.
            Kecil ibu saya tinggal dilingkugan betawi yang latar belakangnyasebagian masih berfikir kolot atau masih mengikuti kebisaan apa adanya yang turun menurun telah ada, ibu saya tidak termasuk. Misalnya begini contohnya kakek nenek saya selau berfikir buat apa sekolah loe, aba ( saya panggil begitu kakek saya ) berkata, aba aja nggak sekolah biasa hidup apa lagi untuk cewek dikata entar juga loe ujung-ujungnya kedapur lo neng. Namun walupun begitu semuanya satu sama saling kenal walupun tidak semuanya akrab. Nah, disini ada sisi negatifnya juga karena bila ada kesulitan mengenai financial semua suasah untuk membantu mengeluarkanya seperti bukan keluarga sendiri. Jadi, kesimpulannya tahap I kehidupan social ibu saya hanya sekedar ikatan tali persaudaraan yang terikat karena hubungan darah buakan rasa saling memberi, memiliki, kebersamaan dan sebagainya. *jadi curahat* hhee.. , tetapi dari sekilas tentang apa yang diceritakan ibu saya dan yang saya alami saat ini saya hanya mengambil sisi baiknya yaitu dalm persaudraaan kami hanya sekedar berbai ilmu agam dan dunia yang diketahui masing-masing individu.
            Tahap II, kehidupan social yang dialami ibu saya ialah saat ibu saya menikah umur 19 tahun dan sejak itu ibu saya pindah karena mengikuti suaminya yakni ayah saya yang kini telah tiada. Ibu saya tinggal di kompleks Halim P.K dan Perumnas bersama ayah di kehidupan social yang jauh berbeda dengan kehidupan social yang sebelumnya. Karena kehidupan didalam lingkungan perumahan sangat mengkotak-kotak dan gaya hidup yang high class serta pembicaraan yang semuanya berhubungan dengan kekayaan dan yang paling penting kata ibu saya adalah benar seperti di film-film sekarang ini, ibu-ibu yang hidup di kompleks/perumahan yang hobinya jika mengadakan suatu perkumpulan pasti tidak jauh dari membicarakaan orang lain. Dan semua kebanyakan  sibuk dengan kepentinganya masing-masing sehingga ada anaknya sendiri tidak pernah diberi perhatian serta kasih sayang layaknya seorang ibu. Namun dari situ my mom, banyak belajar kehidupan dan dari situ juga ada sisi positifnya bias menambah pengetahuan yang mungkin kita tidak tahu.
            Tahap III, kehidupan social ibu saya yakni saat ibu saya balik lagi tinggal dilingkingan yang dimana ia dilahirkan yakni lingkungan tanah betawi yang kini mulai mengendur karena  pemikiran yang kolot pada dasarnya yang dahulu berdampak sekarang ini diman tanah-tanah di perjualkan kepada para pendatang sehinggan culture sedikit demisedikit menghilanh karena kalah oleh budaya yang dibawa oleh para pendatang. Saat ini dilingkungan saya tinggal orang yang asli daerah ini agak sedikit terpinggirkan  karena status sosialnya. Tetapi yang kini masih bertahan mulai berfikir bagaiman ia mempertahankan tanah kelahirannya dengan mencoba membuka wawasanya untuk bersosial namun dengan demikian masih ada aja orang yang lahir dimasa semaju ini yang berfikiran kolot, hanya berfikir hidup gue Cuma sekali jadi tidak perlu diambil repot dia berfikit bagimana dia bias senang untuk saat ini tidak berfikir untuk jauh kedepan.

System Religi
            Sebagian besar lingkungan ini karena masyarakat betawi jadi kebanyakan menganut agama Islam. Menurut cerita yang saya dapat dari ibu system religi sekarang ini tidak jauh berbeda denga yang terdahulu di lingkungan ini. Karena tidak ada ritual tertentu bilamana ada suatu kejadian atau sebagi rasa syukur kepada Sang Kholiq. Mungkin ada syukuran biasa saja seperti syukuran tahlilan Khitanan, Pernikahan atau Kematian. Untuk kematian mungkin agak sedikit berbeda karena diman didalamnya ada tahapan-tahapan yang mesti dilakukan jika ada yang meninggal misalnya  jika baru meninggal malamnya itu diadakan tahlilan turun tanah yang mengartikan bahwa kita pasti akan balik ketanah karna terbuat dari tanah. Lalu 3 hari 3 malam berturut pihak keluarganya harus mengajikan biasanya bergantian dan melaksanakannya dahulu langsung di kuburannya tetapi kini boleh dirumah pihak keluarga yang ditinggalkan itu merupakan agar arwahnya pergi diiringi denga do’a serta kebaikan dan membantu menebus dosanya. Berikutnya di malam-malam selanjutnya ada tahlilan 3 hari, 7 hari, 2 kali 7 hari dan 40 hari itu dimaksudkan karena arwah yang meninggal katanya bila belum 40 hari tuh arwah masih ada di sekita ruamah yang ditinggalkan oleh karena itu harus diisi dengan kebajika dengan mengirim do’a-do’a untuk yang meninggal.
            Selain itu warga sekitar percaya dan mempercyai bahwa bulan Apit dalam tanggalan Qomariah itu tidak baik, ibu saya juga tidak tahu mengapa demikian yang pasti jika ingin mengadakan acara atau semacamnya lebih baik jangan di bulan itu misalnya pernikahan. Ada juga mungkin sebuah mitos belaka bila sehabis membangun rumah disalah satu sudut tiang rumah atau di tengah itu diberikan kain putih dan merah lalu di kasih makanan seperti pisang pokoknya makanan siap santap.
            Menjelang I’dul fitri ditempat kecil ibu katanya selau mengadakan syukuran takbiran dari rumah satu kerumah yang lain. Dimulai setelah ba’da isya hingga larut malam karena masih erat tali persaudarannya ini syukuran diadakan biasanya dari rumah yang darahnya paling tua hingga yang paling muda sebagi tanda ucapan terima kasih karena masih diberikan umur yang panjang  untuk sampai di hari yang fitrih ini dan juga sebagi do’a pengantar kepada arwah-arwah yang telah wafat untuk balik lagi kepada Sang Kholiq. Namun sebelum sampai dibulan syawal ada ritual di 3 bulan sebelumnya yang mesti dilakukan mungkin seharusnya setiap muslim yakni dibulan “Rajab”, sehabis sholat maghrib dan subuh setiap mushollah mengadakan perbanyak Istiqfar sebagi pengampunan dosa yang telah dilakukan dan kita memohon ampun dengan mengingat Allah SWT. Lalu pada bulan “Sya’ban” setelah sholat maghrib dan subuh juga  yakni dimana perbanyak Bersholawat kepada junjungan Nabi Muhammad Saw agar mendapt safaatnya nantinya, tetapi tidak hanya itu dibulan ini juga pada tanggal 15,16,& 17 sya’ban diadakan salah stu diantara tanggal itu melaksanakan baca Yassin 3 kali bertutut-turut sebagai tutup buku tahunan catatan perbuatan yang telah kita lakukan selam 1 tahun dalam tanggal Qomariah. Berikutnya pada bulan sya’ban pada 1 minggu terakhir pasti ada kegiata Ziahrah kubur orang tua dengan tujuan untuk mengingat bahwa kita agar menuju ke situ serta juga untuk memberika do’a untuk arwah sebagi do’a menjemput karena pada bulan ramahdan arwah-arawah yang telah meninggal dibebaskan dan pulang kerumah keluarganya walupun yang hidup tidak melihat tetapi semua percaya akan itu. Dan bulan yang ke 3 ini yakni bulan “Ramahdan” dimana hampir setiap muslim melaksanakannya tetapi bukan itu yang saya bahas melainkan kegiatan yang dilakukan sewaktu ibu saya kecil pada bulan ini.  Di 10 terakhir pada bulan ramahdan biasanya di musollah tepatnya malam-malam ganjil itu diadakan tahlilan untuk sebagai tanda syukur / berharap mamal-malam ganjil adalah malam Lailatul Qodar.

System Bahasa
            Sumber cerita yang saya dapat dari ibu saya, menurut beliau karena kehidupannya dari kecil di lingkungan mayoritas masyarakat betawi jadi logat bahasa yang dipakai adalah mencirikan bahasa betawi kehidupan tiap hari-harinya. Tetapi yang kurang baik dari lingkungan temapt ibu saya tinggal waktu kecil karena semua kan masih terikat oleh hubungan darah dan orang-orang tuanya tidak memberikan bahasa yang cukup baik jika memanggil kepada saudara yang lebih tua dari dirinya. Misalkan dalam satu keluarga besar memiliki 7 oarang anak, nah, anak yang lebih muda tidak memanggil kepada anak yang lebih tua dengan sebutan Abang atau semacamnya, melainkan memanggil dengan sebutan nama saja.
            Selain itu ada hal lain yang mungkin jarang ada bagaimana seorang cucu memanggil kakek-neneknya dengan sebutan “Nyak” dan “ Abah”, yang mengartikan itu adalah panggilan anak kepada ayah dan ibunya. Inilah yang terjadi dalm kehidupan ibu saya yang dikarenakan kurangnya pemahaman orang tua terhadap tatanan-tatanan bahsa yang mesti digunakan dan sekarang pun sebagian kecil masih ada yang memanggil dengan cara yang lama yakni seperti yang diatas.

System Seni
            System seni yang saya tangkap dari cerita ibu saya kebanyakan adalah seni betawi, mungkin karena lingkungan betawi pastinya. Masih sangat kental kata ibu saya waktu dia kecil kesenian betawi setiap ada acara pasti ada kesenian betawi yang ditampilakan. Contohnya bila ada warga masyarakat betawi yang ingin mengadakan Khitanan ( sunatan ), pasti menggunakan arak-arakan untuk mengarak penganten sunatnya keliling kampung yang di iringi ondel-ondel dan music betawi, setalah itu malamnya diadakan nonton bareng warga dilapangan yang cukup luas yakni layar tancap. Selain itu ada contoh lainnya yakni misalkan warga betawi ingin mengadakan pernikahan pastilah cukup ribet ketentuannya. Kita liat dari segi persiapan pernikahan dari calon pengantin laki-lakinya terlebih dahulu akn lebih baiknya.
            Calon pengantin laki-laki haruslah paling tidak 1 bulan sebelum menjelang pernikahan sudah membelikan barang-barang perlengkapan yang dibutuhkan untuk nantinya setelah pernikahan, seperti tempat tidur, meja rias, alamari dsb. Namun tidak hanya itu pengantin pria wajib memberikan uang belanja untuk acara presepi pernikahan kepada pihak pengantin perempuan. Pihak pengantin laki-laki juga sewaktu pas hari pernikahannya membawa besan ( orang-orang kampong yang ikut datang ke pihak perempuan ) dan barang bawaan seperti buah-buahan, kue, kain batik yang sudah di bentuk layaknya burung-burangan, perlenkapan sholat serta yang paling menciri khaskan sewaktu membawa besan menuju rumah pengantin perempuan adalah adanya “roti buaya sepasang” yang cukup besar sambil di arak pengantin dengan pelbagi marawis.
            Untuk calon pengantin perempuannya sebelum acara pernikahannya ada sebuah larangan yang harus dijalani yakni calon pengantin perempuan dipingit antara calon pengantin pri dan perempuan tidak boleh bertemu. Selain itu calon pengantin perempuan juga ada larangan-larangan dari orang tua yakni bagi calon pengantin perempuan tidak boleh makan, makanan yang mengandung garam, jadi makannya harus yang adem-adem atau yang direbus saja paling tidak satu minggu sebelum acara pernikahannya. Nah, setelah hari pernikahannya datang sewaktu pihak pengantin pria datang ke rumah pihak pengantin perempuan, pihak pria tidak nyelonong masuk terus ijab Kabul tetapi ada step-stepnya yakni pihak pengantin pria harus bisa membuka pagar yang diberikan dengan sengaja oleh pihak pengantin perempuan. Pagarnya itu adalah orang betawi yang bisa silat dan pantun. Jadi, jawara yang dibawa oleh pihak laki-laki harus bisa mengalahkan silat dan pasti terjadi sahut-sahutan pantun antara keduanya yang harus dienanggkan oleh pihak laki-laki agar calon pengantin pria bisa masuk kedalam dan melaksanakan ijab qobul. Buka pagar yang terjadi antara piahak pria dan perempuan itu sebenarnya sebelumnya sudah di atur dari jauh –jauh hari dan pasti dimenangkan oleh pihak laki-laki tetapi di atur seolah-olah silatnya berantem beneran dan pantunya juga begitu dan acara buka pagar ini bisanya berlangsung lebih kurang selama 2 jam.
            Namun dengan berkembanganya zaman dan kota Jakarta ini sebagai ibu kota Negara Indonesia, kebudayaan betawi mulai luntur bahkan hampir punah karena disebabkan banyaknya para pendatang yang hadir serta mempengaruhi budaya betawi di kota betawi ini.

System Ilmu Pengetahuan
            Saya tidak mendapatkan informasi yang cukup banyak dari pengetahuan karena ibu saya bercerita ilmu pengetahuan yang dia dapat sewaktu kecil yakni dari guru sekolahnya dan guru mengajinya yang bernama alm. Buya M. Zens. Ibu saya diajarkan dengan cara mengkaji Al- Qur’an setiap sehabis ba’da maghrib dan ilmu yang didaptkan untuk bermasyarakat itu dari sekolahnya serta lingkungan yang mengajarkan tentang kehidupan.

System Ekonomi
            Menurut ibu saya kehidupan perekonomian waktu ia kecil itu lebih baik karena dimana semua mudah baik dari segi social, budaya, politik, keamanan dan ekonominya. Semua kesejahteraan rakyat terjamin oleh pemimpin kita yang dahulu . untuk mendapatkan barang pokok itu nudah, pekerjaan mudah jarang terjadi adanya lonjakan harga. Walupun kenyataanya banyak kejadian di rezim orde baru ini KKN yang dilakukan oleh pemimpin kita tetapi tetap memperhatikan golongan masyarakat kecil.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar