Wayangku yang Malang
D |
alam Sistem ide suatu kebudayaan terdapat tujuh unsur kebudayaan di dalamnya. Kali ini saya akan menceritakan sistem ide dan prilaku pada generasi orang tua saya. Bisa dikatakan kebudayaan pada masa saya dengan orang tua saya sangatlah berbeda. Era 47 tahun yang lalu saya akan mengulas balik cerita masa lalu yang dialami mama saya. Saya mengangkat cerita mama saya karena mama saya terlahir sebagai anak seorang seniman pada masanya meskipun kebudayaan itu luntur dan tidak diturunkan pada generasi saya. Saya akan membahas satu per satu unsur berdasarkan cerita orang tua saya.
A. Sistem Bahasa
Ayah ibu saya berasal dari Ciamis yang biasa saya sebut “AKI” dalam bahasa Sunda “Aki” adalah kakek dan Ibu dari mama saya berasal dari Pandeglang, Banten saya menyebutnya dengan “ENDE” artinya Ibu Gede. Terlahir sebagai orang Sunda dalam lingkungan rumah mama saya berbahasa campur aduk bahasa Indonesia dengan Bahasa Sunda dalam berkomunikasi dengan keluarga. Mama saya masih fasih berbahasa Sunda walau bahasa yang digunakan bahasa Sundanya berlogat kasar. Dalam bahasa Sunda terdapat dua logat ada yang halus dan kasar biasanya logat Sunda yang terkesan halus berasal dari daerah Bandung, karena keluarga saya berasal dari Ciamis dan Banten jadi logatnya terdengar kasar seperti contoh ketika menggunakan kata “Saya” salam bahasa Sunda kasar biasanya menyebutnya dengan “Aing” dan kalau bahasa Sunda halus menyebutnya dengan “Abdi” sangat berbeda memang bahasa Sunda halus terdengar lebih sopan dalam pengucapannya. Kejadian ini juga sama ketika seseorang menggunakan bahasa Jawa. Orang Yogjakarta dengan Orang Surabaya akan berbeda logat dan pengucapan kata walau orang lain tahu itu adalah bahasa Jawa. Sejak lahir mama saya tinggal di Jakarta dan tinggal diperkampungan yang ada di Jakarta. Mayoritas penduduk yang ada di tempat tinggal mama saya merupakan orang-orang Betawi jadi tidak heran kalau bahasa Sunda jarang digunakan dan kalau berbicara menggunakan bahasa Sunda hanya pada dalam lingkungan keluarga saja.
B. Sistem Seni
Sebagai anak yang terlahir dari seorang seniman, yaitu dalang dalam pertunjukan wayang golek mama saya sudah mengenal betul karakter-karater serta cerita-cerita perwayangan dari tanah sunda. Walau pada saat itu menjadi seniman pasti tidak memiliki uang atau kere Aki tidak meninggalkan pekerjaan tersebut. Biasanya pada hari sabtu akhir bulan Aki menggelar pertunjukan di Hotel Indonesia (HI) yang merupakan satu-satunya hotel termewah pada saat itu. Di depan tamu Negara asing Aki menunjukan kesenian tradisional Indonesia itu. Pada saat itu menjadi seniman seperti Aki sudah menjadi pegawai negeri saat itu Aki juga mementaskan kesenian tradisional itu di RRI (Radio Republik Indonesia) ada satu cerita yang menurut saya lucu jadi ketika Aki pentas di Hotel Indonesia anak Aki yang ada 9 dan masih kecil-kecil semuanya di ajak agar bisa makan enak. Maklum menurut mama saya seorang seniman pada saat itu tidak bisa memberi makan anak-anaknya dengan lauk pauk ayam atau ikan setiap harinya karena gaji yang diterima jauh dari cukup. Maka karena keadaan seperti itu Aki sempat berucap kepada anak-anaknya agar anak-anak serta cucu-cucunya jangan ada yang mengikuti jejaknya menjadi dalang wayang golek. Maka Aki tidak mau menurunkan ilmunya dalam memainkan wayang sehingga kebudayaan itu luntur dan wayang hasil masa kejayaan Aki hanya tergeletak di peti kayu dan tertutup hingga boneka-boneka wayang tersebut rusak.
C. Sistem Religi
Keluarga kami menganut agama Islam yang fanatik karena pengaruh yang sangat besar dalam keluarga Ende. Ende yang asli orang Banten memiliki ketekunan dalam beragama dan itu diterapkan kepada anak-anak mereka. Salah satu adik Ende yaitu Kyai Aminudinn menjadi salah satu Kiayi yang ada di Banten. Beliau menjadi pengurus pesantren yang ada di Kadupandak, Pandeglang, Banten pada saat ini. Walau pesantren ini tidak menggunakan sistem pembelajaran modern pada santrinya. Pada saat pemilihan Gubernur Banten Ibu Ratu Atut datang berkunjung dan menemuinya guna meminta restu agar pemilihan Gubernur berlangsung lancar.
D. Wujud Ilmu Pengetahuan
Mama saya lahir dan besar di Jakarta sehingga pendidikan yang di dapat berdasarkan yang ada pada saat ini seperti: SD, SMP, dan SMK yang berbeda adalah system belajarnya saja. Seperti sekarang ada penentu kelulusan seperti UAN (ujian akhir nasional) pada saat itu nilai NEM lah yang menentukan. Kemudian bahasa asing belum masuk dalam matapelajaran wajib sehingga agar bisa berbahasa inggris setelah lulus SMK mama saya meneruskan Akademi Bahasa Asing walau hanya setahun.
E. Sistem Teknologi
Teknologi pada saat itu seperti televisi berlayar hitam putih dan belum ada warnanya. Pada saat itu stasiun tv hanyalah TVRI. Menurut cerita mama pada saat ia kecil ketika mau menonton tv itu harus pergi ke rumah salah satu orang yang terkaya pada saat itu. Kebetulan rumah saya berada dekat dengan “Tugu Tani” jadi rumah orang kaya tersebut berada di samping jalan Tugu Tani yang sekarang menjadi rumah makan Sari Bundo biasanya tv nya dikeluarkan setiap malam minggu jadi masyarakat satu kelurahan berkumpul disana dan bisa dibayangkan kalau menonton tv satu kelurahan disana. Selain televisi selain surat alat komunikasi adalah pager. Pager hadir pada masa mulai berkembangnya globalisasi. Cara penggunaan yaitu kita mentelepon operator dulu kemudian sebutkan nomer tujuan lalu pesan yang akan disampaikan. Sangat rumit bukan?
Selain pager ada juga kartu telepon jadi kita harus memiliki saldo didalam kartu telepon dan ketika ingin menggunakannya masukan saja kartu tersebut kedalam tempat yang tersedia. Pada saat itu harga hand phone sangatlah mahal dan tidak terjangkau. Hp yang ada juga besar dan memliki satelit cirri-cirinya seperti Ht sekarang.
F. Sistem Sosial
Dalam susunan keluarga Ende memiliki garis keturunan darah biru dalam status sosial masyarakat Banten. Di tandai dengan nama Ratu di depan mana Ende begitu juga dengan saudara-saudara Ende. Di Banten seseorang yang memiliki nama depan Ratu untuk perempuan dan Taubagus pada laki-laki merupakan suatu penanda bahwa mereka adalah keturunan darah biru. Karena Ende menikah dengan Aki yang bukan seorang yang keturunan darah biru maka nama mama saya tidak memiliki nama penanda tersebut di namanya. Dalam garis keturunan silsilah masyarakat Banten yang “Patrilinear” maka nama tersebut hilang dan mama saya bukan sebagai keturunan bangsawan Banten. Beda dengan sepupu-sepupu mama saya yang ayahnya adik dari ende saya mereka semua menggunakan nama Ratu dan Taubagus. Walau ende memiliki garis keturunan darah biru pada saat itu tidak seperti kehidupan darah biru pada umumnya.
G. Sistem Ekonomi
Perbedaan nilai tukar mata uang pada saat mama saya kecil sangat berbeda dengan sekarang. Pada saat mama saya SD uang jajan yang diberikan sebesar 3 perak. Pada saat itu uang 3 perak sangat cukup untuk membeli jajanan. Lain halnya dengan sekarang adik saya yang SD kalau sekolah jajan minimal Rp. 5000 betapa anjloknya nilai tukar rupiah pada saat ini. Kemudian pada masa itu Aki yang seorang pegawai negeri setiap bulannya di berikan beras oleh pemerintah setiap bulannya dan gaji yang minim pangambilan beras dengan antrian yang panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar