Senin, 22 November 2010

Tugas #3 Mengungkap Ide/Perilaku Yang Muncul Di Masa Orang Tuaku

Kehidupan Jaman Dulu Sangat Jauh Berbeda
Dengan Kehidupan Jaman Sekarang

          Hmmm...Jaman dulu (Jadul) ? Seperti apa yah kehidupan jaman dulu itu ? Apa sih yang membedakannya dengan sekarang ?? Untuk mengetahui seperti apa jaman dulu itu, maka saya pun mencari informasi. Caranya dengan menginterogasi kedua orang tua saya. (interogasi ? kayak penjahat aja yah ? hehe). Bahkan gara-gara saya bertanya tentang zaman dulu, mama sama papa sampai berdebat loh ! ckck. Tapi seru & lucuuuu..! hehe.
            Setelah bertanya dengan kedua orang tua saya, ternyata banyak sekali perbedaan antara zaman orang tua saya dengan sekarang. Ada 7 unsur perilaku wujud budaya yang membedakan yaitu : sistem teknologi, sistem ekonomi, religi, seni, sistem sosial, bahasa, dan ilmu pengetahuan. Mari kita telusuri yukkkk ! JJJ J

Sistem Teknologi
      Pertanyaan yang saya lontarkan saat bertanya sama mama mengenai sistem teknologi adalah :”Cara belajar mama zaman dulu gimana sih ?” Dulu dari kelas 1-3 SD, mama saya belajar dengan menggunakan batu atau yang disebut dengan Ley & Gerep. Ley & Gerep merupakan media tulis jaman dulu yang terbuat dari batu. Ley itu semacam buku tulis, sedangkan gerep adalah semacam alat tulisnya. Ley berukuran panjang 60 cm dan lebar 80 cm. Jaman dulu belum ada penghapus, sehingga untuk menghapusnya menggunakan tangan. Makanya pada saat itu siswa tidak bisa membaca ulang catatan yang diberikan gurunya dirumah, sehingga mereka harus menyimpannya dalam otak. Kata mama,”Tidak seperti jaman sekarang, sudah ada berbagai macam teknologi untuk menyimpan data-data serta media tulis lainnya. Tapi anak jaman sekarang malah tambah malas belajar, tidak seperti jaman mama yang semangat belajarnya sangat tinggi.” (sepertinya mama menyindirku..hmm..)
      Namun, sejak mama kelas 4-6 SD mama sudah belajar menggunakan pena atau jaman dulu sih namanya pen.” Pen itu pegangannya terbuat dari kayu dan ujungnya itu runcing. Ujung ini kemudian dicelupkan ke dalam tinta dan dituliskan ke dalam buku tulis karena saat itu sudah mulai ada buku tulis. Dulu, buku bacaan atau buku pelajaran itu dipakai secara turun temurun. ”Karena jaman dulu itu boro boro buat beli buku, buat makan aja mama susah. Jadi, mau tidak mau harus minjam kakak kelas. Lagipula, dulu itu buku masih bisa digunakan hingga 5-10 tahun”, jawab mama. Dulu, kalo mau ke sekolah itu tidak memakai sepatu (alas kaki) alias nyeker. ”Karena jaman dulu sekalipun opung dolimu seorang pegawai dan opung borumu seorang petani, tapi tetap tidak cukup untuk membiayai anak-anaknya”, jawab mama. Hal itu dikarenakan dalam keluarga mama itu ada 11 bersaudara. (banyak iah ?? :D) Saat itu juga tidak seperti sekarang, jika ke sekolah ada seragam khusus yang digunakan. Dulu, tidak memakai seragam khusus sehingga memakai pakaian bebas ke sekolah dan masuk sekolah itu jam 8 pagi. Saat mama SD, televisi itu belum ada. Tapi sekitar tahun 70an keatas, televisi itu sudah ada. Saat itu, televisi yang ada itu cuma hitam putih dan bentuknya itu panjang. Siaran yang top zaman itu adalah TVRI. Radio pun sudah ada, namanya itu adalah transistor (Kalo kata mama sih, radio yang bisa diputar putar. hehe). Siaran radio saat itu adalah RRI. Kalo tape nya itu, menggunakan piringan hitam yaitu bentuknya semacam CD yang berukuran besar. Kadang kala dengan menggunakan piringan hitam, berita juga bisa ditangkap. Dulu, kalo mama ke sekolah tidak naik kendaraan alias jalan kaki. Karena kendaraan itu sangat susah yang ada cuma sepeda dan truk saja.

Sistem Ekonomi
   Jaman dulu sudah menggunakan uang sebagai alat tukar. Jadi, sudah tidak ada lagi sistem barter. Hanya saja karena untuk mendapatkan uang itu sangat sulit, maka biasanya memberikan hasil panen yang dimiliki sebagai penggantinya. Akan tetapi, bukan barter namanya. Contohnya : karena zaman dulu uang sangat sulit dan iuran sekolah tidak ditentukan, maka biasanya memberikan hasil panen sebagai penggantinya (sebagai tanda atau ucapan terima kasih).

Sistem Sosial
   Kebudayaan Suku Batak Toba merupakan salah satu kekayaan budaya tak ternilai harganya. Mortonun (bertenun) adalah budaya Batak pada umumnya yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari suku Batak. Martonun menghasilkan textile/ kain khas Batak yang disebut Ulos. Selain digunakan pada upacara adat Batak, kain ulos yang di hasilkan dari tenunan juga digunakan sebagai selimut, pakaian pada jaman dulu.
Pada jaman dahulu memang kebanyakan dalam kehidupan orang Batak dipenuhi dengan dunia hitam “berbau mistik” tetapi itu adalah bentuk dari belum terkabarnya berita tentang kekristenan di tanah batak. Budaya memang lahir dari pikiran manusia sebagai mahluk ciptaaan Tuhan yang paling mulia tetapi kalau kita kaji secara positif apa jadinya orang batak sampai abat ke 18 apabila tidak  ada satu tatanan atau aturan (adat) yang berlaku umum yang menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, yah mungkin batak sangat sembraut, tidak ada pesta adat kawin dsb.
      Bercerita dengan orang tua tentang jaman dahulu, boleh dikatakan orang batak sangat taat pada orang tua, tidak boleh hidup dengan sembarangan atau salah satu contoh yang paling konkrit adalah PARPADANAN dari marga marga yang sampai sekarang belum dilanggar, walaupun masih banyak sisi negatif dalam dunia hitam ”hadatuon”. Kita lihat sekarang orang berlomba sekolah sampai mengerjar gelar S1,S2,S3 bahkan ada yang mencari gelar dengan membeli karena pada saaat sekarang yang paling tinggi dalam penilaian orang batak adalah parbinotoan”pengetahuan”
      Sistem kekerabatan orang Batak menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga meninggal dalam 3 posisi yang disebut DALIHAN NA TOLU (bahasa Toba), Di Simalungun disebut TOLU SAHUNDULAN . Dalihan dapat diterjemahkan sebagai "tungku" dan "hundulan" sebagai "posisi duduk". Keduanya mengandung arti yang sama : 3 POSISI PENTING dalam kekerabatan orang Batak, yaitu :
  1. HULA HULA atau TONDONG : yaitu kelompok orang orang yang posisinya "di atas", yaitu keluarga marga pihak istri sehingga disebut SOMBA SOMBA MARHULA HULA yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan.
  2. DONGAN TUBU atau SANINA : yaitu kelompok orang orang yang posisinya "sejajar", yaitu : teman/saudara semarga sehingga disebut MANAT MARDONGAN TUBU, artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan.
  3. BORU : yaitu kelompok orang orang yang posisinya "di bawah", yaitu saudara perempuan kita dan pihak marga suaminya, keluarga perempuan pihak ayah. Sehingga dalam kehidupan sehari hari disebut ELEK MARBORU artinya agar selalu saling mengasihi supaya mendapat berkat.
        Dalihan Na Tolu bukanlah kasta karena setiap orang Batak memiliki ketiga posisi tersebut : ada saatnya menjadi Hula hula/Tondong, ada saatnya menempati posisi Dongan Tubu/Sanina dan ada saatnya menjadi BORU. Dengan dalihan Na Tolu, adat Batak tidak memandang posisi seseorang berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang. Dalam sebuah acara adat, seorang Gubernur harus siap bekerja mencuci piring atau memasak untuk melayani keluarga pihak istri yang kebetulan seorang Camat. Itulah realitas kehidupan orang Batak yang sesungguhnya. Lebih tepat dikatakan bahwa Dalihan Na Tolu merupakan SISTEM DEMOKRASI Orang Batak karena sesungguhnya mengandung nilai nilai yang universal. Antar warga itu juga sangat baik. Budaya gotong royongnya itu sangat diterapkan tanpa perlu adanya upah atau imbalan.

 Ilmu Pengetahuan
      Di dalam adat batak, ada beberapa tradisi yang diterapkan dalam mendidik anak-anaknya. Opung doli selalu mendidik anaknya yaitu sebelum berangkat ke sekolah, dibiasakan bekerja dulu. Seperti mengerjakan pekerjaan rumah, mengambil rumput, memberikan makanan untuk hewan ternak, membantu orang tua di sawah. Opung doli saya sangat disiplin. Hal itu dikarenakan dulu opung saya pernah bersekolah di Mulo pada saat zaman Belanda. Di dalam adat batak pula, jaman dulu laki-laki dilarang mengerjakan pekerjaan rumah. Hanya perempuan saja yang boleh mengerjakannya, sedangkan laki-laki hanya boleh mengerjakan pekerjaan yang berat saja. Akan tetapi, sekarang hal itu sudah jarang kita temukan. Itu dikarenakan, adanya pergeseran zaman (sekarang sudah zaman modern) yaitu dimana sekarang sudah ada persamaan status antara perempuan dan laki-laki. Tidak ada lagi perempuan harus begini dan laki-laki harus begitu. Sekarang laki-laki sudah bisa mengerjakan pekerjaan rumah atau perempuan dan perempuan sudah bisa mengerjakan pekerjaan berat atau laki-laki.
      Dalam adat batak, laki-laki sangat dihormati sekalipun dia anak terkecil dalam keluarga. Karena di adat batak, laki-laki adalah Raja. Kenapa demikian ?? Karena dalam suku batak, penerus marga itun adalah laki-laki. Sehingga jika seorang laki-laki Batak menikah dengan seorang wanita bukan dari suku batak pun, marganya tidak akan hilang. Akan tetapi, berbeda dengan wanita. Jika seorang wanita batak menikah dengan seorang pria bukan orang batak, maka marga wanita tersebut akan hilang (tidak adac penerus marganya lagi). Itu sebanya, orang batak akan sangat sedih bila dalam keluarganya tidak mempunyai anak laki-laki. Karena dalam adat batak, keluarga tersebut merasa tidak terhormat & bisa dikatakan agak disisihkan dari adat batak. Karena tidak memiliki penerus marganya.
      Dalam suku batak, marga adalah sebagai pemersatu orang batak. Dengan adanya marga, maka hubungan antara orang batak yang satu dengan yang lainnya bisa terjalin. Sesama satu marga dilarang saling mengawini, dan sesama marga disebut dalam Dalihan Na Tolu disebut Dongan Tubu.
      Ada juga istilah TAROMBO. Tarombo adalah silsilah, asal usul menurut garis keturunan ayah. Dengan tarombo seorang Batak mengetahui posisinya dalam marga. Bila orang Batak berkenalan pertama kali, biasanya mereka saling tanya Marga dan Tarombo. Hal tersebut dilakukan untuk saling mengetahui apakah mereka saling "mardongan sabutuha" (semarga) dengan panggilan "ampara" atau "marhula- hula" dengan panggilan "lae/tulang". Dengan tarombo, seseorang mengetahui apakah ia harus memanggil "Namboru" (adik perempuan ayah/bibi), "Amangboru/Makela",(suami dari adik ayah/Om) "Bapatua/Amanganggi/Amanguda" (abang/adik ayah), "Ito/boto" (kakak/ adik), PARIBAN atau BORU TULANG (putri dari saudara laki laki ibu) yang dapat kita jadikan istri, dst. 

Sistem Religi
      Pada jaman dahulu memang kebanyakan dalam kehidupan orang Batak dipenuhi dengan dunia hitam “berbau mistik” tetapi itu adalah bentuk dari belum terkabarnya berita tentang kekristenan di tanah batak. Budaya memang lahir dari pikiran manusia sebagai mahluk ciptaaan Tuhan yang paling mulia tetapi kalau kita kaji secara positif apa jadinya orang batak sampai abat ke 18 apabila tidak  ada satu tatanan atau aturan (adat) yang berlaku umum yang menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, yah mungkin batak sangat sembraut, tidak ada pesta adat kawin dsb. Penyebaran agama mula-mula ditanah batak dipercaya masuk melalui pesisir tanah batak(Sibolga) dibawa oleh para pedagang arab, india dan eropa pada abad ke 14-15 masehi.  Pengaruh hindu juga meresap ke tanah batak, dengan ditemukannya sekitar 300 kata yg berasal dari bhs.sanskrit yg dipakai dalam istilah astrologi, magik, dan kehidupan sehari-hari seperti kata: Raja, Marga, dll. 
      Ada beberapa agama tradisional/kepercayaan yang sempat berkembang sebelum maraknya penganut agama monotheis(Islam, Kristen, Katholik) ke tanah batak. Dari beberapa agama tradisional tersebut yg paling lama dan bertahan sampai sekarang ialah ajaran Parmalim(Ugamo Malim). 
      Akan tetapi, jaman orang tua saya dulu sudah menganut agama dan mayoritas adalah beragama Kristen Protestan, ada juga yang beragama Islam tapi hanya sebagian kecil saja. ”Tapi jaman mama mah antar umat beragama itu rukun. Tidak seperti sekarang antar umat beragama gak akur.” Pada saat natal, sering kali warga yang beragama lain itu datang dan begitu pun sebaliknya. Hal itu membuktikan bahwa adanya saling menghormati dan menghargai satu sama lainnya. Dikampung silaturahimnya itu sangat baik. ”Makanya mama kaget begitu merantau ke jakarta. Sangat berbeda sekali kehidupan di jakarta”

Bahasa
      Bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa batak. Namun, saat mama saya disekolah sejak kelas 3 SD bahasa yang digunakan sudah bercampur dengan bahasa Indonesia. Akan tetapi, bahasa batak tetap menajdi bahasa komunikasi antar sesama masyarakat. Misalnya, "opung doli" panggilan untuk kakek, "opung boru" panggilan untuk nenek. Ada pula "hasian" artinya kesayangan, "holong do rohakku tu ho" artinya saya suka sama kamu. "HORAS" salam yang diucapkan oleh orang batak.

Seni
     Kebudayaan Suku Batak Toba merupakan salah satu kekayaan budaya tak ternilai harganya. Meski demikian budaya Batak yang menggunakan bahasa Batak Halus atau Kromo Inggil dalam bahasa Jawa, kini mulai jarang digunakan oleh masyarakat suku Batak.
            Tor-tor adalah tarian yang gerakannya seirama dengan diiringi musik ( magondangi ) yang dimainkan dengan alat-alat musik tradisional. Menurut sejarahnya tari Tor-tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh, dimna roh tersebut dipanggil dan " Masuk " ke patung-patung batu ( merupakan simbol dari leluhur ), lalu patung tersebut beergerak seperti menari. Gerakan tersebut meliputi gerakan kaki ( jinjit-jinjit ) dan gerakan tangan. Jenis tor-tor yaitu Kita mulai dengan Tortor Tunggal Panaluan berupa budaya ritual yang biasanya digelar jika satu desa tengah dilanda musibah. Tarian ini dibawakan oleh para dukun untuk mendapatkan petunjuk solusi guna mengatasi masalah yang sedang menimpa masyarakat. Tortor Tunggal Panaluan ini berkisah, pada jaman dahulu menggunakan rambut dan kepala asli dari penggalan kepala, sedangkan rambut musuh yang kalah sebagai hiasan tongkatnya. Ada pula tari Tor-tor Sawan digelar dengan cara meletakkan 7 (tujuh) cawan masing-masing satu dikepala, masing-masing satu dipundak kanan dan kiri, dan masing-masing dua disetiap lengan sambil menari. Namun yang aslinya tidaklah demikian adanya menurut sumber dari penulis. Dimana yang sebenarnya terjadi, penari sawan ada tujuh gadis yang dipimpin SIBASO BOLON PANURIRANG PANGARITTARI dan enam gadis lainnya dan masing-masing menjinjing sawan/cawan dikepala.
            Yang terakhir ialah Tor-tor Pangurason ( Tari Pembersihan ). Digelar pada saat pesta besar yang mana lebih dahulu dibersihkan tempat atau lokasi pesta sebelum pesta dimulai agar jauh dari mara bahaya dengan menggunakan Jeruk Purut.
     
Di samping menari orang Batak pada umumnya memiliki talenta bernyanyi. Dua kegiatan ini hampir tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari orang Batak. Selain Tortor….kesenian lainnya adalah Martumba yang merupakan hiburan rakyat berupa tarian sambil bernyanyi, biasanya dilakukan oleh anak-anak di waktu malam hari pada saat terang bulan purnama. Begitupun Marhasapi memainkan alat musik kecapi Toba. Kesenian ini memang perlu dilestarikan karena sudah hampir terlupakan bahkan nyaris tinggal kenangan. Meratap sambil mengeluarkan ungkapan hati atau dalam bahasa Batak disebut Mangandung berisi pantun berbahasa Batak halus yang diungkapkan untuk meratapi kesedihan akibat kematian salah seorang kerabat dekat.
              ULU PAUNG : Bahan dari hariara pulut digorga dalam tiga warna (merah, putih don hitam). Bentuknya termasuk ornamen Raksasa. Ditempatkan dipuncak wuwungan rumah atau sopo. Ulupaung diyakini sebagai lambang keperkasaan dan perlindungan terhadap seisi rumah, sebagai penjaga setan-setan dari luar kampung.
            SANTUNG SANTUNG : Hiasan vertikal tergantung di ujung dila paung dihias dengan gorga Gaya Dompak sebagai symbol kebenaran dan tegaknya hukum.
            SIGALE-GALE : Wayang Batak diperbuat dari kayu di ukir berbentuk mausia dilengkapi tali-temali yang dapat menggerak-gerakkan, menari, manortor mengikuti gondang dengan kemahiran seorang dalang untuk memainkannya. Tortor sigale-gale diadakan dalam upacara ritus pada waktu kematian seseorang yang berusia lanjut, tetapi tidak mempunyai keturunan.Dahulu acara tor-tor seperti ini disebut upacara Papurpur Sapata. Dewasa ini tor-tor sigale-gale lebih merupakan acara hiburan.
                  Lagu daerah yang sering dinyanyikan ialah O Tano Batak, Maragam ragam, Alusi ahu, Sai anju ma ahu, Sik sik sibatu maningkam, dan yang tidak asing lagi ialah Butet dan masih banyak lagi yang lainnya. Inilah sedikit mengenai tentang kebudayaan dan kesenian suku batak..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar